Shani memandang satu persatu adik-adiknya di meja makan, memang tidak ada yang salah dengan keheningan ketika mereka sedang makan, namun Shani merasa atmosfir saat ini berbeda, terlebih pada adik kembarnya.
Adel yang terlihat lebih banyak diam serta Zee yang tak terlihat bergairah untuk menjalani hari ini.
"Kalian baik-baik aja kan?" Shani langsung bertanya setelah makanan pada piring mereka telah kosong semua.
"Sangat baik." Sahut Jinan dengan pandangan bingung pada kakak sulungnya tersebut.
"Iya, kalau Jinan juga tau, keseringan baik. Tapi lagi ngga nanya kamu, Nan. Kakak nanya si kembar, kamu ngga ngerasa aneh liat mereka lebih pendiam dari biasanya?"
Jinan langsung meneliti wajah adiknya itu satu-persatu, memastikan ucapan kebenaran Kakak sulungnya tersebut.
"Kamu lagi sakit, Del? Wajah kamu kayak yang pucat gitu, dan kamu juga Zee pasti lagi mikirin ekspresi apa yang cocok buat malak pr temanmu kan nanti? Serem banget kalau diliat-liat." Ujar Jinan, ia membenarkan perkataa Shani barusan, jika ada yang salah dengan mereka saat ini.
"Aku baik-baik aja kak, lebay banget." Balas Adel disertai ejekan kecilnya untuk meyakinkan para kakaknya itu jika ia baik-baik saja.
"Idih, emangnya mukaku yang cantik gini mirip preman apa? Pagi-pagi udah nyebelin." Zee mendengus sebal tidak terima, ia rasa kakaknya, Jinan, kebanyakan bergaul dengan orang-orang menyebalkan.
"Del, kamu mau pergi bareng siapa hari ini?" Tanya Zee kemudian, sembari menatap sang kembaran dengan penuh arti.
"Aku mau pergi sendiri naik motor aja." Jawab Adel pelan.
"NO!" Saudaranya kompak berteriak.
Meski hanya berbeda lahir beberapa menit, Zee sebagai yang lebih tertua jelas memiliki komitmen untuk melindungi adik kembarannya itu.
"Ngaco. Walau kalian punya kendaraan masing-masing, tapi selagi masih ada aku kalian ngga boleh berangkat sendiri-sendiri. Kamu berangkat bareng Jinan Del hari ini." Putus Shani tanpa mau digugat.
"Ugh, padahal aku bukan anak kecil lagi. Bisa bawa motor juga." Adel menggerutu pelan di samping Jinan yang langsung menggandengnya meninggalkan ruang makan dan menuju ke mobil mereka.
"Kata siapa? Buat Kak Jinan kamu sama Zee mau setua apapun nanti tetap anak kecil di mata Kakak. Ngga usah manyun gitu, kayak mau nyaingin mulut bebek tau."
.
.
Adel melangkah masuk kedalam kelas dengan suasana kelasnya damai seperti biasa, ada yang sibuk dengan buku dan beberapa sibuk mengobrol membentuk lingkaran kecil.Adel lebih memilih duduk langsung di kursinya, gadis itu menghela nafas berat, dipegangnya bibirnya yang masih menyisakan warna kebiruan yang samar.
Sehingga ia tak sadar jika ia telah merenung, bahkan ketika disaat jam pelajaran telah berlangsung. Sampai suara ketukan pintu mampu mengalihkan lamunannya.
Ketika dilihatnya seseorang yang sedang meminta ijin untuk memanggilnya dengan alasan dipanggil oleh guru membuat ia gelagapan sendiri, bahkan debaran jantungnya berdetak lebih cepat.
"Adel," panggil guru yang sedang mengelajar di kelasnya tersrbut.
Adel menelan salivanya kasar, dengan terpaksa ia bangkit dan melangkahkan kaki keluar kelas mengikuti langkah kaki kakak kelas yang memanggilnya tadi.
Suasana sekolah yang sepi membuat Adel putus harapan akan keselamatannya kali ini.
.
.Shani mengangkat tangan ketika gurunya baru saja selesai menjelaskan pelajaran dari papan tulis, setelah mendapat anggukan yang menandakan diperbolehkannya ia ijin untuk ke toilet, Shani segera keluar dari kelas dengan langkah kakinya yang lebar.