Shani meregangkan otot-ototnya setelah melahap habis buku yang ia pegang sekarang, kelasnya sedang mendapatkan jam pelajaran kosong maka dari itu ia memanfaatkan waktunya untuk membaca, guna menambah kepercayaan dirinya untuk mengahadapi ujian akhir nanti.
"Makan dulu, Shan." Shani menoleh kesumber suara dan tersenyum meraih sebungkus roti serta sekotak susu pemberian Deon yang tiba-tiba duduk di depan mejanya.
Deon teman sekelasnya yang pernah menyatakan perasaan padanya namun ia tolak.
Walau Deon telah menolaknya, lelaki itu tetap konsisten memberi perhatian kecil padanya, tidak seperti kebanyakan laki-laki yang telah menyatakan cinta padanya setelah ditolak mereka akan menghilang detik itu juga.
"Makasih, Deon." Pemuda itu hanya tersenyum lalu pamit dari hadapan Shani.
Sebenarnya, Deon bukanlah satu-satunya anak lelaki di sekolah yang menyatakan cinta padanya, jika dihitung pun Shani tidak tau seberapa banyak, namun tak satupun yang mampu merobohkan dinding pertahanan yang telah ia bangun sejak lama.
Fokusnya hanyalah untuk menjaga adik-adiknya serta membanggakan orang tuanya dengan segala prestasi yang ia punya.
Ia sangat ingin orang tuanya yang selama ini menjadi panutannya merasa bahagia terlebih Papanya sendiri.
Maka dari itu ia tidak sedikitpun berfikiran untuk memiliki kisah percintaan yang selama ini sering teman-temannya bicarakan akan terjadi dihidupnya untuk sekarang. Ia tak ingin fokusnya terbagi.
Meski pada akhirnya Shani memutuskan untuk keluar juga karna setelah jam kosong ini adalah istirahat yang waktunya tinggal beberapa menit lagi.
Shani melangkahkan kakinya ke kelas Zee berniat menghampiri adiknya itu dulu baru nanti mereka menjemput Adel.
Mereka telah berbaikan secara tak langsung karna Shani ataupun Jinan tak ada yang mengatakan maaf dan sejenisnya, semuanya hanya berjalan begitu saja karna saat mereka kembali menjalani aktivitas seperti biasa tak ada yang menyinggung masalah tersebut meski pada awalnya terjadi kecanggungan.
.
.Jinan menggerutu selama di perjalanan ketika ia mengantar buku-buku tugas milik sekelasnya, ingin sekali rasanya ia melemparkan semua buku-buku ke depan wajah gurunya yang tega sekali menyuruhnya sendirian untuk mengantarkannya ke meja miliknya, di mana jarak kelasnya dengan ruang guru itu termasuk jauh.
Memang beratnya tak seberapa tapi tetap saja Jinan kesal.
Setelah selesai mengantar buku yang dititip tadi, Jinan secara tak sengaja bertemu dengan Gracia yang selalu berwajah dingin.
Jinan tersenyum dan mengangguk sopan ketika mereka berpapasan bagaimanapun Gracia adalah kakak kelasnya.
"Oh ya, kamu kakaknya Adel kan?" Jinan menghentikan langkahnya dan segera berbalik setelah mendegar perkataan Gracia.
"Tadi kalau ga salah liat Adel lagi berdebat sama beberapa orang, mereka ke arah halaman belakang." Tanpa menunggu jawaban dari Gracia, Jinan melanjutkan langkahnya karna selanjutnya Gracia juga sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata apapun.
Gracia tersenyum puas ketika yanh memenuhi pendengarannya sekarang adalah suara langkah kaki yang terburu-buru dan semakin menghilang.
Dengan nafas yang sedikit memburu, Jinan sampai pada halaman belakang sekolahnya. Meski sudah beberapa tahun bersekolah di sini, perempuan berambuy panjang itu sangat jarang mampir kesini, karna memang tempat ini tidak ada menariknya sama sekali dan sangat jarang disinggahi oleh para murid sekolahnya.
Benar saja, ia mendapati adiknya itu tengah duduk di bangku yang sudah berkarat sedang menundukkuan kepalanya. Tanpa menunggu lama ia segera menghampiri adiknya itu.