4; a desperate hope

1.9K 293 33
                                    

ramein komennya dong:(




keesokan harinya, yoshi benar-benar membawa mashiho keluarㅡsesuai perkataannya kemarinㅡdan kini mashiho tengah duduk mematung di dalam mobil yoshi dengan kecanggungan yang sedari tadi menyelimuti mereka.

krukk

astaga! mashiho berulang kali merutuk dalam hati. bisa-bisanya perutnya berbunyi di saat yang tidak tepat.

netranya melirik ke arah yoshi yang tengah serius menyetir dengan sebelah tangan dan tangannya yang lain ia letakkan di atas persneling, sembari menerka-nerka reaksi yang akan dilontarkan oleh pemuda itu.

"kau lapar?"

"e-eh?"

mashiho tentu saja terkejut karena tidak menyangka yoshi akan bertanya dengan nada bicara yangㅡbisa dibilangㅡjauh lebih bersahabat dari sebelum-sebelumnya.

"uhm ... sedikit," jawabnya ragu.

setelahnya, yoshi tidak memberikan respon lebih lanjut, tetapi kemudian menepikan mobilnya di depan sebuah restoran cepat saji dan turun tanpa berkata apa-apa.

mashiho berniat mengikutinya, tetapi urung karena yoshi tidak memintanya untuk turun. akhirnya, ia memutuskan untuk menunggu di mobil walaupun hal itu cukup membuatnya bosan.

selang beberapa saat, yoshi kembali ke mobil dengan membawa sekantung plastik kecil yang entah apa isinya.

mashiho hampir tidak mempercayai penglihatannya ketika yoshi menyerahkan kantung plastik itu padanya, yang ternyata berisi sebuah burger dan kentang goreng di dalamnya.

"u-untukku?"

"kenapa? kau tidak menyukainya?"

mashiho sontak menyanggah cepat, "s-suka, kok!"

ditatapnya makanan yang berada dalam genggamannya dengan mata berbinar. burger dan kentang goreng merupakan makanan favoritnya sejak kecil.

"k-kau tidak makan?" tanya mashiho, merasa tidak enak hati karena sepertinya yoshi hanya membelikan makanan itu khusus untuknya.

"aku tidak lapar," sahut yoshi acuh. tangannya bergerak menyalakan mesin mobil dan kembali melajukan kendaraan beroda empat itu.

























tepat setelah mashiho menghabiskan kedua makanan itu, yoshi kembali menghentikan mobilnya.

"turun."

"i-ini tempat apa?" mashiho melangkah turun dari mobil yoshi sambil mengedarkan pandangannya dengan ragu.

tanpa menjawab, yoshi segera menarik tangan mashiho agar pemuda mungil itu dapat mengikuti irama langkah kakinya yang kini berjalan cepat memasuki sebuah gedung tertutup yang cukup suram dan menyeramkan.

di dalam gedung, mashiho dapat mendengar suara riuh rendah sekumpulan orang yang terlihat tengah menikmati suatu acara, berbeda jauh dengan suasana di luar gedung yang amat sepi.

tunggu. acara apa yang sedang mereka saksikan?

mashiho mengikuti arah pandang orang-orang ituㅡyang hampir seluruhnya merupakan pria berumurㅡdan kedua maniknya pun mulai bergetar ketika mendapati seorang pemuda seusianya yang duduk terikat di atas podium dengan tubuh bagian atasnya yang tak tertutupi sehelai benang pun.

di samping pemuda itu, berdiri seorang pemuda dengan gaya modisnya yang tengah memandu acara ini dengan semangat.

mashiho tidak dapat mendengar jelas apa yang ia ucapkan, tetapi melihat situasi dan gerak gerik orang-orang di dalam ruangan ini ...


... mungkinkah mereka sedang melakukan pelelangan orang?!

detik itu juga, mashiho berusaha menghentikan yoshi yang sedang menarik tangannya.

"k-kenapa kau membawaku ke sini?"

yoshi menatap mashiho selama beberapa saat. tanpa melepaskan cengkeramannya pada tangan mashiho, ia pun menjawab,

"kau seharusnya sudah tahu, apa yang akan terjadi setelah ayahmu menjualmu padaku."

"kau berniat menjualku pada orang-orang di sana?!" tanya mashiho langsung pada intinya. raut panik tergambar jelas pada wajahnya.

jadi, inikah alasan mengapa yoshi sempat berbaik hati membelikannya makanan dan tidak pernah membiarkan dirinya mati selama ini?

sungguh konyol. bisa-bisanya mashiho mengira kalau kekejaman yoshi padanya sudah mulai berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

"ya, seperti inilah pekerjaanku," ucap yoshi datar, sebelum kemudian kembali menarik paksa tangan si mungil.

mashiho memberontak dan terus memberontak. otaknya mendadak blank, tidak tahu bagaimana cara untuk menghindarkan dirinya dari pria-pria paruh baya di depan sana yang terus menatap lapar pada laki-laki muda di atas podium itu.

mashiho tidak ingin dirinya bernasib seperti itu. membayangkannya pun ia sudah jijik.

lebih baik ia mati saja, ketimbang harus menjadi pemuas nafsu dari pria yang umurnya hampir sebaya dengan ayahnya.

"t-tuan yoshi, tolong jangan lakukan hal ini!"

putus asa, mashiho berlutut di hadapan yoshi, membuang segala harga diri dan kebenciannya pada pemuda kanemoto itu.

"l-lebih baik kau kurung aku di kamar seperti biasanya, atauㅡ atau lebih baik kau bunuh saja aku!" mohon mashiho lirih dengan cairan bening yang telah menggenangi pelupuk matanya.

"kumohon ... j-jangan bawa aku ke sana ...."

mashiho menatap yoshi dengan raut wajah putus asa, tetapi tampaknya memang tak ada belas kasihan yang tersisa dari pemuda bersurai merah itu.

yoshi berjongkok, menyejajarkan wajahnya dengan milik mashiho kemudian berbisik di telinga pemuda mungil itu,

"sayang sekali, tapi aku tak semurah hati itu."

setelahnya, ia beralih mengangkat mashiho seperti karung beras agar pemuda mungil itu tak bisa menghambat langkahnya lagi.

[]

devilish charm; yoshiho [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang