18. Daffodil

733 102 6
                                    

Joongdok spesial kemerdekaan, walau nggak ada hubungannya sama kemerdekaan.

Joongdok spesial kemerdekaan, walau nggak ada hubungannya sama kemerdekaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______________________________
________________



Kim Dokja berjalan dalam lorong putih dengan mata yang awas mengawasi sekitar, berhenti kemudian menatap sepersekian detik pada karya-karya yang terpajang di dinding, sesekali terkesima dan mengagumi pesan tersirat yang berhasil iya kutip dalam beberapa lukisan acak.

Galery museum adalah tempat dimana Dokja saat ini berpijak. Selain hobi membaca pemuda ini juga gemar sekali memperhatikan berbagai macam seni.

Hingga tapak kakinya berhenti pada lukisan paling ujung pada sudut sebelum belokan pada lorong lain. Lama ia berdiri menatap pada lukisan itu. Dahinya mengernyit seraya matanya menyipit memandang dalam pada sang lukisan.

Agak merasa kebingungan saat dirinya seperti tersesat dalam manik mata hitam sehitam jelaga itu.

Lukisan seorang pria dengan setelan baju adat bangsawan Jawa dengan wajah rupawan bukan main.

Yang membuat Dokja bingung adalah bahwa fitur wajah orang itu sangat jelas merupakan fitur wajah orang asing, seorang Belanda.

Dibelakangnya terlihat hamparan kebun cengkeh, namun pada tengah-tengah kebun itu tampak sekumpulan bunga-bunga yang berdiri sendiri.

Pada lukisan dengan nuansa hitam putih itu, pada bagian belakang ditengah-tengah kebun cengkeh, satuan bunga-bunga itu adalah satu-satunya yang memiliki berbagai macam pigmen warna.

Dokja bukanlah seorang pecinta bunga meski iya menyukai sastra dan segala makna tersiratnya.

"Daffodil, Baby Breath, Lavender, dan Anyelir."

Dokja tersentak kaget saat sebuah suara tiba-tiba mengusik keheningannya dalam berpikir.

Dokja menoleh hanya untuk menemukan seorang pria yang sangat tampan dengan tinggi menjulang berada tepat disebelahnya.

"Apa kau tau arti dari bunga-bunga dalam lukisan itu?" Dokja bertanya secara naluri, begitu saja terucap bahkan sebelum otaknya sempat menyadari.

Pria itu mengangguk kecil,

"Kau lihat? Bunga lavender itu? Bunga itu melambangkan kesetiaan."

"Lalu bunga anyelir yang berwarna merah berarti 'aku tidak akan pernah melupakanmu.' "

"Tapi pada lukisan ini, terdapat dua warna bunga anyelir. Putih dan merah, kau tau artinya?"

Dokja menggeleng pelan, dia memang tak tahu.

"Bunga anyelir dua warna memiliki arti yang agak menyedihkan, itu seperti sebuah tanda perpisahan, yang berarti 'aku tidak dapat bersama denganmu.' "

Dokja memandang takjub pada orang yang sedari tadi menjelaskan dengan rinci, merasa kagum dengan pengetahuannya akan arti dan makna tersirat dari bunga-bunga.

"Bunga Baby Breath yang berbentuk kecil dengan dominan warna putih itu melambangkan kisah cinta yang tak pernah berakhir."

"Lalu..."

Suara pria itu menggantung, membuat Dokja semakin mendongak antusias, kelewat penasaran dengan arti dari bunga terakhir itu.

Pria tersebut sedikit terkekeh melihat reaksi Dokja, semakin terkekeh lagi saat mendapati Dokja yang terlihat melongo melihatnya tersenyum.

"Bunga terakhir, bunga Daffodil, bunga ini melambangkan banyak hal, penghargaan, kehormatan, semangat, dan lainnya."

"Tapi kau tahu pada lukisan ini apa yang paling tepat dari pengharapan yang disemogakan oleh si pelukis?" Tanyanya.

Dokja dan pria itu bertatapan beberapa detik, sebelum pria itu kemudian menunduk, membisikan satu kalimat yang membuat Dokja tersentak.

"Reinkarnasi, lahirnya kembali dua buah jiwa yang saling terikat, terkekang, dan terpasung satu sama lain."

Kalimat setelahnya membuat Dokja diam terpatung, seolah kepalanya telah dihantam ribuan gada, segala macam memori tiba-tiba merasuk kedalam sanubarinya, meracau, menghapuskan segala kewarasan dan konsisten yang dimilikinya.

Sekian menit kemudian, Dokja mendongak dengan mata berlinang air mata.

Reinkarnasi, waktu, kasta dan cinta.

Saat itu, mereka saling berjanji dan bersumpah, bahwa Sukma mereka akan tetap saling menemukan satu sama lain, sebuah tabu yang mereka langgar membawa mereka pada garis takdir berikutnya, garis kehidupan berikutnya. Mengalir membawa banyak kisah berbeda.

Dimanapun mereka berada dan apapun bentuk raganya. Mereka akan tetap saling menemukan.

Sekarang, Dokja ingat.

"Welkom terug mijn liefste"

"Ik ben terug, mijn thuis"

"77 tahun benar-benar waktu yang lama ya?" Ucap Dokja seraya menghapus ingusnya yang berceceran mengenai pakaian hitam Yoo Joonghyuk.

Dokja ingat, lelakinya, kekasihnya, rumahnya.

Yoo Joonghyuk.

"Sangat, dan kali ini aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Dokja tertawa pelan seraya membalas pelukan erat Joonghyuk.

"Tentu, Tuan." Guraunya lembut.













_Fin._




"welkom terug mijn liefste"
(selamat datang kembali, kekasihku.)

"Ik ben terug, mijn thuis"
(Aku kembali, rumahku.)

Fortelle | Orv FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang