Warning!! Doksoo content!
————————
Seorang wanita dengan rambut hitam sebahu tengah berdiri pada sebuah lorong disuatu perpustakaan tua di kota.Perpustakaan itu sudah lama tidak terpakai. Tapi selalu rutin dibersihkan karena menurut sebagian orang, perpustakaan tua ini menyimpan banyak kenangan.
Han Sooyoung pun berpikir demikian. Perpustakaan tua, lorong sepi, angin sore yang masuk lewat jendela yang lupa untuk ditutup, lalu cahaya senja yang memberikan kesan menenangkan pada perpustakaan itu. Terlebih pada lantai tiga tempat Han Sooyoung sekarang berdiri.
Terlalu banyak kenangan yang terjadi ditempat ini.
Han Sooyoung masih ingat, saat pertama kali dia bertemu dengan 'nya' saat itu dia sedang membolos dari mata pelajaran matematika yang tidak disukainya.
Seorang anak laki-laki dengan banyak bekas luka dan perban tersenyum menatapnya seperti orang bodoh.
Awalnya Han Sooyoung tidak mau peduli, tapi melihat anak itu yang terus menatapnya sambil tersenyum, juga permainan catur yang dia mainkan seorang diri. Entah bagaimana membuat Sooyoung menggerakkan kedua tungkainya untuk menghampiri, Lalu duduk didepannya.
"Hey" ucapnya pelan. Anak laki-laki menatapnya masih sambil tersenyum.
"Kau ini bodoh atau apa? Menyeramkan melihatmu tersenyum terus" ucap Sooyoung
Anak laki-laki itu terdiam sejenak. "Ah, tidak, hanya saja tidak ada yang pernah datang kesini sebelumnya, jadi aku sedikit merasa senang, kurasa... ?" Ucapnya sambil terkekeh.
Entah sihir darimana, Han Sooyoung kemudian duduk di bangku seberangnya, kemudian menggeser salah satu posisi pion pada papan catur.
"Menyebalkan, tapi lebih menyebalkan lagi melihatmu bermain sendiri seperti orang gila"
Ah, Han Sooyoung memang seperti ini, kasar dan frontal.
Tapi anak itu justru tersenyum mendengarnya. Jika Sooyoung perkirakan, anak itu kemungkinan seumuran dengannya.
"Aku Han Sooyoung, kau?"
Anak laki-laki itu kembali terdiam sebelum menjawab lirih, "Kim Dokja"
"Kim Dokja?" Ulang Sooyoung.
"Nama yang aneh, seperti dirimu"
"Karena itulah dia menjadi namaku, Han Sooyoung."
Setelah itu, Han Sooyoung tidak lagi mengingat seberapa lama waktu yang telah terlewati, atau seberapa banyak waktu yang telah dia habiskan dengan bocah aneh yang ditemuinya secara tidak sengaja pada lantai tiga sebuah perpustakaan tua.
Sejak saat itu, keduanya selalu bertemu disana, saling bercerita, bermain, mengejek atau bahkan belajar bersama. Han Sooyoung akui, anak bernama Kim Dokja itu pintar.
Hanya saja, ada banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan Han Sooyoung. Seperti kenapa kau selalu memakai pakaian yang sama? Kenapa ditubuhmu ada banyak sekali luka? Kenapa, kenapa dan kenapa.
Ada banyak kata 'kenapa' yang berkeliaran dalam benak Han Sooyoung, tapi dia hanya diam.
Entahlah, Han Sooyoung hanya tidak ingin momen antara dia dan si bocah antah berantah itu terhenti.
Gadis yang sekarang telah beranjak dewasa itu kemudian tersenyum, mengingat kenangan-kenangan itu membuatnya sangat nostalgia.
Perlahan, dia menyusuri rak-rak berdebu dengan buku-buku yang mulai keropos dimakan rayap, walau susunannya masih terlihat rapi.
Lagi, sekelebat bayangan melintasi ingatannya.
Ditempat ini, dia dan anak laki-laki itu saling bercerita, berbagi, bahkan merencanakan kenakalan-kenakalan masa remaja, walau hanya Han Sooyoung yang pada akhirnya melaksanakan hal itu.
Kim Dokja tidak pernah pergi, dia tidak pernah keluar atau terlihat pada tempat lain selain tempat ini.
Han Sooyoung yang telah dewasa itu kini berdiri dihadapan meja tempatnya sering bermain permainan catur dengan bocah itu.
Dan disana, anak itu berdiri, masih dengan senyum yang sama, pakaian yang sama, luka yang sama, dan bentuk tubuh yang sama.
Anak laki-laki itu kemudian mengulurkan tangannya kedepan, dan Sooyoung tanpa ragu menggenggam tangan itu, tangan dengan sensasi dingin.
"Hai Kim Dokja, aku kembali."
"Han Sooyoung, bukankah masih terlalu muda untuk menyusulku kesini?"
"Apasih yang kau bicarakan sialan, aku sudah 26 tahun tahun, waktu yang tepat untuk meninggalkan dunia."
Baik Kim Dokja maupun Han Sooyoung hanya tersenyum setelahnya, bersamaan dengan tubuh mereka yang berubah menjadi butiran cahaya, tersapu oleh desauan angin yang berhembus melalui celah jendela.
-Fin-
Note :Double up, saya pengen cepat-cepat menghabiskan draf cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fortelle | Orv Fanfiction
ContoUntaian kata itu terurai, saling membelit hingga merangkai sebuah kalimat, kemudian menyambung menjadi alunan paragraf hingga sebuah kisah terbentuk. Salam wahai Nona-nona dan Tuan-tuan, selamat datang di Omniscient Readers View Point The "Fortelle"...