3 - Mintblank dan Lightwing

96 13 16
                                    

Sudah hampir sebulan gadis itu menikmati masa wajib militernya dengan bermain Verlore Paradys. Program pengganti wajib militer dari Pemerintah itu, nampaknya berjalan mulus tanpa hambatan. Presiden Owen Knox mengusulkan program tersebut bukan tanpa alasan, menurutnya di tahun 2066 musuh terbesar mereka adalah krisis identitas.

Hasil survey menyebutkan bahwa penduduk negara Goldwater dengan rentang usia 17 hingga 25 tahun memiliki krisis identitas yang cukup parah. Hal itu menyebabkan pemerintah takut akan kehilangan sumber daya manusia mereka di kemudian hari.

Tugas yang menumpuk akhir-akhir ini membuat Floria kewalahan, tetapi gadis itu tak mau kalah. Ia memilih untuk menyelesaikannya lebih cepat dan meluangkan waktu istirahatnya untuk bermain gim.

"Iya benar, Marcy. Pakai A bukan E. Kau apa tadi? Bright-wing?" Jari jemarinya dengan lihai bergerak menekan abjad di layar ponsel.

"Bukan Bright tapi Lightwing. L-I-G-H-T."

Floria berbisik pelan dan menirukan kalimat yang diucapkan temannya. "Oke, sudah."

Praktikum rekayasa genetika baru saja selesai. Percobaan kali ini adalah membuat tanaman rekayasa genetika pisang-cokelat dengan cara menyisipkan gen theobromin pada biji cokelat untuk disilangkan dengan tunas pisang.

Dua gadis itu menggantungkan jas praktikum mereka dan memasukkannya ke dalam loker yang telah disediakan di laboratorium.

Setelah memastikan ponselnya masuk ke dalam tas, Floria menoleh dan melambaikan tangannya ke arah Higea. Gadis itu membalas lambaian tangannya dan beranjak pergi ke arah yang berlawanan.

Genap sudah Floria mendapatkan sepuluh orang teman di Verlore Paradys. Dua diantaranya adalah Lightwing alias Higea dan satu lagi, seseorang yang memiliki akun bernama Mintblank. Pertemuannya dengan Mintblank terjadi saat gadis itu akan mengganti warna Intuor-nya.

***

"Tapi itu bukan warna yang aku pesan pak." Dua minggu sudah Floria menunggu pesanannya—Intuor warna merah maroon. Namun si penjual tak ambil pusing dan mengatakan warna itu sudah terjual habis.

"Ini warna yang terbatas, hijau sage. Kau beruntung bisa mendapatkannya." Penjual bertubuh gempal itu mencoba menghiburnya, sayangnya gadis itu semakin kesal.

Floria meredam bunyi napasnya, dialog berhenti sampai disitu. Ia malas berdebat dengan penjual yang suka membual. Tanpa melanjutkan basa-basi busuknya, Floria menyetujui sang penjual dan membeli Intuor hijau sage tersebut.

Merasa sedikit frustasi di toko elektronik, gadis itu tetap harus pergi ke destinasi selanjutnya—kafe White Almond. Dayana Juniper tidak meminjamkan sepeda listriknya dengan cuma-cuma, butuh butter croissant sebagai imbalan.

Gemuruh petir yang saling bersahutan membawa angin kencang yang menerbangkan dedaunan gugur di jalan setapak. Gadis itu buru-buru memarkir sepedanya di samping kafe yang atapnya ditutupi kanopi transparan.

"Satu butter croissant dibungkus, dan satu eclair cokelat makan di tempat."

Kafe yang memiliki luas bangunan 4 x 6 meter persegi itu, hanya memiliki tiga buah meja dengan masing-masing dua kursi. Etalase kue hanya ada satu berukuran sedang, selebihnya mesin kasir dan pintu berwarna kuning yang mungkin tersambung ke dapur produksi.

Di daftar menu yang terbuat dari papan tulis hitam, pemiliknya sudah pasti orang yang artistik. Ia menulisnya dengan kapur warna-warni dan memberi goresan gambar yang menarik. Matanya tertuju pada bagian menu minuman, mereka hanya menjual cokelat hangat, es amerikano dan air mineral 250 mililiter.

Forget Time [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang