END - Forget Time

47 4 20
                                    

Musim panas berakhir memasuki musim dimana daun berubah kekuningan dan berjatuhan dari setiap dahannya. Suhu mulai dingin, terkadang turun hujan atau hanya sedikit mendung. Cuaca yang sendu. Itulah mengapa banyak lagu sedih yang tercipta tatkala musim gugur telah tiba.

Jalan setapak dipenuhi daun gugur yang berserakan, beberapa orang terlihat membersihkannya dengan serokan dan sapu lidi. Ada juga segerombolan anak yang menghamburkan gunungan daun kering di tepi jalan.

Floria meringkuk kedinginan, menikmati segelas teh yang ia seduh dengan perasan lemon dan madu manuka pemberian kakaknya. Jendela kamar yang tirainya dibuka sedikit, memperlihatkan pemandangan ke luar rumah. Lamunannya itu teralihkan saat mendengar suara kresek, ia menengok ke pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Dayana terlihat sedang sibuk membereskan belanjaan dari supermarket.

"Kau yakin dengan keputusanmu, kak?"

"Kenapa tidak? Aku lelah bekerja di kantor pemerintah, sudah saatnya istirahat. Lagi pula aku punya saham dan tabungan emas," Dayana meletakkan beberapa apel di keranjang buah.

"Bagaimana jika seandainya ini semua tidak pernah terjadi?"

Dayana mendengkus, menyilangkan kedua tangannya. Wanita itu berjalan menghampiri sang adik dan menutup bibirnya dengan telunjuk.

"Shhhhh ... tidak ada kata 'jika' lagi, oke?"

Floria terdiam, entah kenapa keputusan Dayana untuk keluar dari pekerjaan agak sedikit mengganggu pikirannya. Ia paling tidak suka menjadi beban untuk orang lain. Menurutnya, Dayana memiliki potensi yang sayang jika tidak digunakan.

Sore ini kedua orang tua Luciel mengundang Floria untuk mampir ke toko teh herbal mereka di kota Oak. Nyonya dan Tuan Dimitri mengenal sosok Floria Juniper sepeninggal putranya.

***

"Ngomong-ngomong kau tahu gadis yang berpakaian gothic di pemakaman Luciel?" tanya nyonya Dimitri sambil menyeduh secangkir teh chamomile untuk gadis itu.

"I—itu saya," Floria tertunduk malu.

Sore itu ia sengaja berpakaian kasual seperti biasanya, karena takut akan penilaian orang tua Luciel. Walaupun sebenarnya Floria tidak begitu peduli dengan penilaian orang lain, tetapi ia punya pengecualian untuk kedua orang tua Luciel.

"Kemarin tukang kebun kami melihatnya, kami penasaran dan ternyata itu kau ya. Aku kagum sekali dengan gayamu, kenapa tidak kau pakai lagi?" Tuan Dimitri mendekatinya sembari menata beberapa kudapan di atas piring.

Floria hanya tersenyum tidak enak, pandangan matanya tertuju pada beberapa donat bertabur gula halus yang sedang disajikan.

"Luciel bilang ada seorang gadis yang sangat menyukai makanan ini. Ambil lah," nyonya Dimitiri menggeser piring kecil bercorak bunga ke arah gadis itu.

Floria menerimanya dengan canggung. Begitu ia gigit donatnya, seketika lumer di mulut. Hatinya hanyut mengingat saat pertama kali bertemu dengan Luciel Dimitri di White Almond. Matanya berkaca-kaca, pandangannya buram, gadis itu tertunduk menahan air matanya. Melihat hal itu, Nyonya Dimitri memeluknya dan mengusap ujung kepalanya dengan lembut.

"Aku juga merasakan hal yang sama, apalagi harus kehilangan semua anakku yang selama ini ku rawat dengan sepenuh hati."

***

Di sisi lain, programmer, teknisi dan ilmuwan khusus Graham Leif sedang melakukan diskusi kecil mengenai ide gila yang kemarin mereka usulkan.

Forget Time [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang