6 - Higea dan Pikiran Luciel

48 9 3
                                    

Genetika Molekuler adalah salah satu pelajaran paling menyebalkan di Magister Bioteknologi. Selain Profesor berkepala licin yang selalu datang tepat waktu dan selalu memberikan tugas, materi yang beliau sampaikan juga sulit dimengerti.

"Rasanya seperti mempelajari filsafat DNA," Higea mendengus kesal begitu mendengar beberapa kalimat yang disampaikan Profesor Eugene.

Di tengah pembelajaran mereka tentang regulasi ekspresi gen pada warna bulu kucing torti, tiba-tiba saja ponsel Profesor Eugene bergetar, beliau menghentikan kegiatannya dan meminta izin untuk mengangkat telepon. Beliau terlihat tak banyak berbicara, hanya sedikit mengernyit dan mengangguk pelan lalu mengakhiri panggilannya.

"Baru saja ada berita duka bahwa Robert, teman sekelas kalian, meninggal dunia."

Semua yang ada di dalam ruangan menoleh kesana kemari mencari bangku kosong tempat Robert biasa duduk. Mereka lalu berbisik satu sama lain karena terkejut mendengar berita itu. Profesor berkata bahwa Robert dan salah seorang temannya tersambar kereta.

"Baiklah semuanya tenang. Kita lanjutkan."

Floria melanjutkan catatan yang sudah tertulis rapi di komputer tabletnya, ia menghias catatan digital itu dengan sedikit gambar kucing agar sesuai dengan tema materi kuliahnya.

Lain halnya dengan Higea, gadis itu tiba-tiba melamun dan menopang dagu. Floria menyikut lengannya, tapi gadis itu masih menatapnya dengan kosong. Floria mencoba mengangkat sedikit alisnya untuk menanyakan apa yang terjadi, tapi Higea hanya menggeleng.

Seingat Floria, hubungan antara Higea dan Robert mungkin lumayan dekat. Akhir-akhir ini mereka sering bertegur sapa di kantin kampus. Keduanya juga sering berbisik dan tertawa, mereka seperti membicarakan sesuatu yang rahasia. Kadang Robert juga memberinya uang tanpa sebab. Entah hubungan semacam apa yang mereka miliki, batin Floria.

Floria teringat akan pertemuannya dengan Higea. Sebenarnya mereka sudah saling mengenal di program sarjana. Namun saat itu tak ada satupun yang berani berteman dengan Floria, gadis itu terkenal pendiam dan tidak suka berbaur.

Tak punya teman tentu bukan hal yang perlu dikhawatirkan bagi Floria Juniper. Banyak orang yang segan dengan kehadirannya, dan mengagumi parasnya yang dingin.

"Aku Higea Galatea teman sekelasmu saat pascasarjana, ingat?" Gemrincing suara gelangnya terdengar nyaring saat ia membentangkan tangan.

Floria yang baru saja hendak keluar dari perpustakaan terhalang oleh sosok gadis modis yang memalang pintu. Siapapun pasti mengenal Higea Galatea, gadis yang selalu memakai pakaian ketat, aksesoris yang cukup ramai dan wewangian yang menyengat, menjadi idola kaum adam di Universitas Willow.

"Aku mau cari buku tentang enzim, apa kau tahu dimana?"

Gadis itu mendorong kedua pundak Floria hingga ia terhuyung masuk ke dalam. Telapak tangannya bahkan terasa dingin dan basah ketika memegang pundaknya. Parfumnya memiliki bau yang lumayan menyengat, wangi vanila dan amber musk mungkin sudah menjadi ciri khasnya.

"Tolong sembunyikan aku," Higea tiba-tiba tertunduk begitu melihat seorang pria paruh baya berlalu lalang di depan perpustakaan.

Usut punya usut, pria itu adalah dosen fakultas sebelah yang sangat menyukainya. Dosen itu telah berulang kali mengajak Higea pergi ke hotel untuk meladeni niat mesumnya. Gadis yang ketakutan itu menceritakan banyak hal pada Floria tentang laki-laki yang menggodanya, sejak saat itulah mereka berdua berteman.

"Terima kasih, sudah mau berteman denganku."

Floria membalasnya dengan senyuman hangat dan memberikan gadis itu sebuah permen rasa lemon.

Forget Time [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang