04-Same Feeling

6.5K 163 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.

Adara menutup rapat-rapat kedua telinganya saat Julia terus saja mengoceh setelah Adara memperlihatkan foto yang didapatnya saat di toilet bioskop.

"Sialan banget si Kalingga, berani banget dia selingkuhin gue! Awas aja kalau ketemu nanti, bakalan gue potong itu burungnya biar ga bisa nyodok lagi!" Ucap Julia dengan menggebu.

Mungkin hampir satu jam Adara mendengar Julia yang masih saja memaki-maki Kalingga yang ketauan sedang bercinta dengan Monica—Kekasih Daddy-nya.

"Julia, kita mau disini sampe kapan? Udah malem loh ini." Adara menyandarkan kepalanya ke jendela mobil Julia yang berhenti dipinggir jalan.

"Iya ini gue jalan sekarang." Julia menghidupkan mobilnya lagi dan menjalankan kuda besi itu dengan cepat dijalan raya.

Setelah dua puluh menit, mobil Julia berhenti didepan rumah Adara.

"Makasih banget lo mau nemenin gue, maaf juga ya lo ga bisa nginep dirumah gue. Padahal lagi marahan kan ya sama Daddy lo, haha."

Adara berdecak kesal. "Lo sih! Gue kepaksa pulang deh."

"Udah sana turun, gue harus cepet pulang juga nih." Kata Julia.

Adara mengangguk kemudian keluar dari mobil Julia. "Bye bye, hati-hati dijalan ya!"

Mobil siapa ya? Kening Adara mengerut saat melihat mobil hitam yang terparkir di samping mobil Sean.

Adara membuka pintu utama dengan pelan, ia melihat Sean sedang berbincang dengan seseorang. Beruntungnya sofa yang kedua orang itu tempati membelakangi pintu, membuat mereka tidak menyadari kedatangan Adara.

"Aku minta maaf soal tadi pagi, Monica. Harusnya aku ngga cium kamu, tapi aku ngga bisa kontrol diri aku sendiri." Kata Sean.

Monica? Adara bersembunyi dibalik vas bunga berukuran besar untuk kembali mendengar pembicaraan mereka.

"Aku ngga masalah kok, Sean. Aku juga minta maaf karena udah lancang duduk di paha kamu." Ucap Monica.

"Iya, ngga papa. Makasih ya udah mau bantu aku, Monica. Kamu memang sahabat aku yang paling pengertian, aku harap perasaan aku sama Adara bisa teralihkan." Balas Sean.

Maksud Daddy apa? Sahabat?

"Kenapa kamu ngga jujur aja sama Adara? Aku liat, Adara juga punya perasaan yang sama ke kamu." Ucap Monica.

Sean menghela nafas lalu menunduk. "Biarpun Adara punya perasaan yang sama, aku ngga lupa sama status Adara. Dia putri aku, Monica."

"But she's not—"

"Daddy..."

Tubuh Sean menegang saat mendengar suara Adara, begitu juga dengan Monica.

"Dad, apa maksud dari semua yang kalian bilang tadi?" Adara bertanya.

Monica tersenyum tidak enak. "Sean, aku pergi dulu. Selesaikan semuanya dengan baik, kalau perlu kamu menikah aja sama Adara." Monica menepuk bahu kekar Sean sebelum pergi.

Sean mengusap wajahnya kasar lalu menatap Adara yang sudah berdiri depannya dengan tatapan penuh tanya.

"Jadi, perempuan tadi bukan pacar Daddy tapi sahabat Daddy?" Tanya Adara.

"Oke, karena kamu udah denger omongan tadi, biar Daddy memperjelas lagi." Kata Sean.

Lelaki itu menghela nafas lalu berkata, "Daddy minta Monica buat pura-pura jadi pacar Daddy."

"Kenapa?"

"Karena Daddy mau alihin perasaan Daddy dari kamu, Adara."

"Perasaan apa, Dad?"

"Perasaan yang ngga seharusnya dimiliki sama Daddy. Daddy capek harus bersikap biasa-biasa aja ke kamu, bahkan Daddy ngga bisa suka sama perempuan lain karena dihati Daddy sudah ada kamu. Kamu udah nutup hati Daddy sampai perempuan lain ngga bisa masuk, Adara." Sean berkata.

Lelaki itu kemudian duduk di sofa, disusul Adara yang duduk disampingnya.

"Kenapa Daddy ngga jujur sama Adara? Adara juga sayang sama Daddy, suka sama Daddy, cinta sama Daddy. Adara berusaha jauhin Daddy dari perempuan-perempuan di luaran sana karena Adara ngga mau kehilangan orang yang Adara sayang untuk kedua kalinya." Adara meraih tangan Sean dan menggenggamnya.

Sean langsung berdiri, membuat genggaman tangan Adara terlepas begitu saja.

"Ngga bisa, Adara. Kamu ngga boleh suka atau cinta sama Daddy. Kamu harusnya suka sama lelaki yang seumuran kamu, bukan Daddy." Sean melangkahkan kakinya untuk menjauh tapi Adara berhasil menahannya.

"Kenapa, Dad? Kenapa aku ngga boleh suka atau cinta sama Daddy? Bilang Dad! Kenapa?!" Tanya Adara dengan berteriak.

Sean melirik Adara sekilas lalu menyentak tangan perempuan itu.

"Kamu putri Daddy, Adara. Kamu bisa lihat dari status kita aja, kamu sama Daddy ngga akan pernah bisa bersama." Kata Sean.

Adara menggeleng. Ia memeluk tubuh Sean dari belakang saat lelaki itu kembali melangkah.

"Peduli setan sama status. Aku cuma mau Daddy, aku ngga bisa hidup kalau ngga ada Daddy." Adara berucap pelan.

"Daddy mau cari perempuan lain terus dan kamu harus bisa lupain Daddy, Adara." Kata Sean dengan dingin. Lelaki itu juga melepaskan tangan Adara yang melingkari perutnya.

Adara tidak bisa lagi menahan tangisnya. Perempuan itu menangis sesegukan. Sebelah tangannya terangkat untuk memukul dadanya yang terasa sesak dan sakit.

"Daddy jahat! Daddy egois! Aku benci Daddy tapi sialnya aku cinta sama Daddy! Lebih baik aku mati dari pada harus berhenti cinta sama Daddy.."

Dengan nafas memburu, Adara mendorong vas bunga berukuran besar disampingnya dengan kuat sehingga benda berat itu berguling dan pecah, menimbulkan suara yang sangat nyaring.

Adara mengambil pecahan vas yang cukup dalam genggamannya lalu benda tajam tersebut diletakkan dipergelangan tangannya, menekannya dengan kuat sehingga darah segar mengalir dari sana.

"Ssshhh..."

Adara mendongak sambil menggigit bibir. Seolah tidak cukup dengan rasa sakit yang berasal dari pergelangan tangannya, Adara mengarahkan pecahan vas yang sudah berlumuran darah itu ke lehernya.

Melakukan hal yang sama sampai darah kembali mengalir dari lehernya dan membuat tubuhnya lemas seketika.

Adara merasakan sesak di dadanya. Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, samar-samar Adara mendengar suara Sean yang meneriaki namanya.
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang