10-Lost

2.8K 77 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.
Yang Sean rasakan saat membuka mata adalah rasa pusing yang menyerang kepalanya.

Sean melihat keadaan tubuhnya yang terikat disebuah kursi kayu. Lalu Sean melihat sekelilingnya, ruangan tanpa jendela yang hanya memiliki pencahayaan kecil dari pentilasi adalah tempat dimana Sean sekarang.

Sreekk! Sreekk!

Sean menyipitkan matanya, ada sesuatu yang bergerak-gerak tidak jauh didepannya.

"Siapa itu?" Sean bertanya pelan.

"Hhmmph! Hhmmph!"

Mata Sean membulat, telinganya terlalu tajam sampai lelaki itu tau kalau suara tadi milik seseorang. Sean menggerakkan kursinya mendekat hingga sosok itu terlihat jelas olehnya.

"Julia?"

Perempuan itu mengangguk cepat, sumpalan kain dimulutnya membuat Julia tidak bisa berbicara.

Sean mencondongkan tubuhnya untuk mengambil kain yang menyumpal mulut Julia dengan dengan giginya.

"Kamu ngga papa? Ada yang luka ngga?" Tanya Sean.

Julia menggeleng pelan. "Om Sean kenapa ada disini juga?" Tanya Julia.

"Om ada disini karena si brengsek Saka." Jawab Sean.

Tidak perlu dijelaskan lagi, Julia mengerti dengan apa yang Sean katakan. Perempuan itu berada di ruangan kumuh ini pun karena Saka menyekapnya sebagai bahan ancaman agar adiknya—Julio—mau menikahi Adara.

"Gimana cara kita keluar dari sini, Om?" Tanya Julia.

"Lewat sana." Menggunakan dagunya, Sean menunjuk pintu yang sudah sangat tua yang berada dibelakang Julia.
.
.

Avian dan Julio menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Adara sama sekali tidak mau makan dan hak itu membuat Avian serta Julio tidak tega karena yang Adara lakukan hanyalah menangis.

"Ra, makan dulu ya. Dikit aja ngga papa kok yang penting kamu makan, nanti kamu sakit kalo cuma nangis aja." Kata Avian dengan lembut.

Adara menggeleng. Perempuan itu tidak tahu bagaimana keadaan Sean diluar sana jadi untuk apa Adara makan? Yang diinginkannya hanyalah Sean.

"Kamu makan dulu ya, Adara? Nanti abis ini aku sama Avian cari cara buat kita supaya keluar dari ini." Kata Julio.

"Emangnya kita bisa keluar dari sini?" Tanya Adara. Mengingat diluar sana ada anak buah Saka yang berjaga, mustahil sekali rasanya bisa keluar dari rumah tanpa ketahuan.

"Gimana kalau buat sekarang kalian berdua turutin aja sama apa yang Mama Papa minta, dengan begitu pasti mereka ngga akan khawatir kalau kalian mau kabur." Kata Avian.

Julio mengangguki ucapan Avian. "Bisa kita coba, nanti kalau mereka udah lengah kita bisa gunain kesempatannya buat keluar dari sini." Kata Julio.

"Tapi Avian, Daddy—"

"Sstt, lo ngga usah khawatir. Gue yakin kalau sekarang ini Om Sean sama Julia pasti aman kok, percaya deh sama gue." Avian mengelus kepala Adara dengan lembut.

"Hm, semoga aja."
.
.

Tangan Sean cekatan membuka tali yang mengikat tangan Julia. Posisi mereka berdua saling memunggungi, membuat tangan mereka dengan mudahnya membuka ikatan.

Setelah ikatan tangan dan kaki terlepas, Sean dan Julia mendekati pintu yang menjadi jalan satu-satunya untuk keluar.

Sean menunduk untuk melihat keadaan diluar sana dari lubang kunci. Tidak ada siapa-siapa, hanya pepohonan rindang saja yang dapat Sean lihat.

"Gimana Om?" Tanya Julia.

"Diluar ngga ada siapa-siapa, cuma ada pohon-pohon doang. Kamu mundur dulu, Om mau dobrak pintunya." Sean sudah mengambil ancang-ancang sementara itu Julia menjauh.

Bruuk! Bruuk! Bruuk!

Nafas Sean terengah-engah, tetapi lelaki itu tidak berhenti mendobrak pintu tua didepannya yang ternyata sangat kuat.

Saat Sean bergerak mundur, Julia bergerak maju dan memutar gagang pintu. Tepat saat Sean akan menendang, membuat lelaki itu bablas berlari keluar.

Sumpah demi apapun Julia tertawa keras, merutuki kebodohan dirinya dan Sean. Untuk apa lelaki itu susah payah mendobrak pintu kalau ternyata pintunya tidak terkunci?

"Kalau kamu ketawain saya, Please stop it. Kita lagi dihutan," Kata Sean.

Tawa Julia berhenti seketika dengan kedua mata yang melotot. "Hutan?!"

Sean mengangguk dan melangkahkan kakinya ke tanah yang tidak terdapat rumput, Julia yang melihatnya langsung mengikuti dari belakang.

Walaupun keadaan sedang terang tidak menghilangkan suasana mencekam dan menakutkan didalam hutan, Julia jadi merinding sendiri saat mendengar suara-suara aneh.

"Om Sean jalannya pelan-pelan dong!" Ucap Julia dengan kesal.

Sean menoleh, "Kamu bisa ngga sih jalannya cepet sedikit? Jangan lelet kayak kura-kura." Balas Sean tidak kalah kelas.

"Ish!" Julia mendengus, saat akan berlari tiba-tiba saja tubuhnya jatuh terjerembab ke depan karena kakinya menyandung sesuatu. "Huaaa Om Sean tolongin!"

Sean berdecak. Lelaki itu membantu Julia agar duduk dan mengusap kedua lutut Julia yang kotor dan sedikit terluka karena gesekan.

"Huhu perih banget." Julia meniupi lutut kanannya yang tergores.

"Sudah tau banyak batu banyak semak-semak, kenapa lari? Untung cuma luka kecil." Kata Sean.

Bibir Julia mengerucut mendengarnya. "Udah tua Om, jangan marah-marah terus."

"Ck, ayo berdiri. Masih bisa jalan kan?" Sean mengulurkan tangannya.

Julia mengangguk. "Masih kok." Perempuan itu menerima uluran tangan Sean.
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang