23-Craving

1.7K 64 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.

Sean belum pernah merasa sebahagia ini. Mengingat dulu Adara pernah hamil dan mereka tidak menyadarinya membuat Sean tahu bagaimana perasaan suami saat mengetahui kalau istrinya itu sedang hamil.

Terlebih saat Dokter mengatakan kalau Adara mengandung bayi kembar. Membuat seorang Sean exited untuk memberitahu orang terdekatnya kalau Adara sedang hamil bayi kembar.

"Akhirnya semua usaha kita membuahkan hasil, sayang." Sean mengecupi punggung tangan Adara yang berada di genggamannya.

"Tapi Sean, selama ini aku ngga rasain gejala kehamilan." Kata Adara.

Sean terkekeh lalu mencubit hidung Adara. "Itu semua karena aku yang rasain."

Sontak mata Adara membulat. "Serius? Kamu?"

Sean mengangguk. "Waktu itu aku pernah ngidam pengen banget makan buah nanas. Untung aja Theo baik hati, dia mau aku suruh buat cari buahnya."

"Pantes aja waktu itu Theo bawa dua buah sekaligus kekantor, ternyata buat kamu." Adara tertawa saat mengingat kejadian itu.

"Terus akhir-akhir ini aku sering mual, sakit kepala sama ngga nafsu makan." Kata Sean dengan bibir yang mengerucut.

Adara tertawa pelan, kedua tangannya memainkan pipi Sean. "Ututu....Kasian banget suamiku ini."

Cup!

Sean membenamkan wajahnya dilekuk leher Adara setelah mengecup bibir perempuan itu.

"S-sean, jangan sekarang." Adara mendorong dada Sean karena lelaki itu menyiumi lehernya.

"Maaf, aku ngga bisa nahan diri kalau dideket kamu." Ucapan Sean sukses membuat Adara merona, perempuan itu menarik selimut lalu menutupi seluruh wajahnya.

"Gemes banget."
.
.

Ting! Tong! Ting! Tong!

Adara tersenyum saat mendengar bel yang berbunyi nyaring diseluruh ruangan. Dengan langkah riang Adara mendekati pintu dan membukanya.

"Kangen banget sama lo."

Avian tertawa pelan lalu mengacak rambut Adara. "Lo atau ponakan gue yang kangen, hm?" Tanya Avian.

Adara mendongak. "Gue lah." Jawabnya dengan bibir yang mengerucut.

Avian mengangguk paham lalu membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan perut Adara yang mulai membesar. "Ponakan om Avi mau jajan ya? Ini om Avi bawa banyak makanan." Kata Avian lalu tertawa pelan.

"Ayo masuk, gue udah laper." Kata Adara seraya menarik Avian.

"Lucu juga ya lo kalau lagi bunting gini, nggak ada seksi-seksinya lagi." Ucap Avian dengan nada mengejek.

Adara mendengus. "Kata siapa nggak seksi? Suami gue aja bilang kalau gue itu berkali-kali lipat seksi kalau lagi hamil."

Avian tertawa lalu menaruh makanan yang dibawanya ke atas meja. "Kenapa ngga bang Sean aja sih yang disuruh beli? Gue kan lagi nongkrong sama temen-temen, malah disuruh kesini." Kata Avian.

"Gue kan lagi ngidam, Avian. Pengen dibawain makanan sama lo, bukan Sean. Lo ga kasian sama calon ponakan lo ini?" Adara mengusap perutnya.

"Iya iya, udah nih sekarang makan. Abisin semuanya jangan sampai tersisa, gue mau tidur dulu." Lelaki itu berdiri.

"Ih nanti dulu, Avian. Lo jangan kemana-mana, disini aja sambil suapin gue. Inget ini yang mau calon keponakan lo tau, bukan gue." Ujar Adara dengan senyum tipis.

Avian memutar bola mata jengah lalu kembali duduk. "Oke gue suapin."
.
.

"Tadi siang Avian kesini?" Tanya Sean seraya duduk diatas ranjang.

Adara mengangguk pelan. Perempuan itu mendekati Sean dan memeluknya erat. "Sean.."

"Hm?" Sebelah tangan Sean mengusap pipi Adara yang tembam.

"Mau cium." Kata Adara.

"Cium? Sini, aku cium." Sean menangkup wajah Adara lalu memberi kecupan di keningnya.

"Ih bukan dicium sama kamu." Adara mengusap keningnya lalu duduk.

Kedua alis Sean menekuk. "Loh? Kamu mau dicium siapa, hm?" Sean bertanya lembut.

"Theo." Jawab Adara dengan pelan.

"Apa?!" Sean menutup bibirnya saat sadar telah berteriak. Lelaki itu mengusap kepala Adara yang menunduk. "Hei sayang, kenapa nangis?"

"Mau dicium Theo, sekarang. I-ini bukan aku yang mau, tapi dedek bayinya." Adara mengusap ingus yang keluar lalu menatap Sean dengan berlinang air mata.

"Liat aku, jangan Theo ya? Aku aja yang cium atau ngga Avian aja, gimana?" Tanya Sean.

Adara menggeleng. "Ngga mau, cuma mau dicium sama Theo. Ngga boleh ya? Padahal yang maunya dedek bayi tapi kok ngga boleh sih?"

Sean memejamkan mata sesaat. Mana mau lelaki itu membiarkan Adara dicium oleh lelaki lain, Sean tidak terima. Tapi sekarang Adara justru mengidamkan hal tersebut, bagaimana ini?

"Sean jahat! Ngga sayang dedek bayi!" Kata Adara lalu turun dari ranjang.

"Tunggu dulu Adara, kamu mau kemana?" Sean mengikut Adara yang keluar kamar.

"Mau ke kamar Avian, minta dia bawa Theo kesini." Jawab Adara.

Sean menghela nafas lalu menyentuh kedua pundak Adara. "Sekarang udah malem, sayang. Ngidam yang lain aja ya? Jangan mau dicium Theo." Kata Sean.

"Emangnya kenapa lalu aku dicium Theo?" Tanya Adara dengan sebal.

"Aku cemburu, Adara. Aku turutin semua hal yang kamu mau tapi kalau buat yang seperti ini, aku ngga bisa biarin kamu. Yang lain aja ya?"

Adara menunduk dan kembali menangis. Usia kandungannya sudah menginjak lima bulan, dan baru hari ini Adara merasakan yang namanya mengidam. Sebelum-sebelumnya Adara tidak pernah meminta hal yang aneh-aneh kepada Sean.

"Oke, kamu boleh dicium sama Theo." Kata Sean saat melihat Adara yang hanya diam dengan wajah sedihnya.

"Tapi besok di kantor, bukan sekarang." Sean melanjutkan.

Adara mendongak dengan senyum mengembang. "Serius? Aku boleh dicium Theo?"

Sean mengangguk. "Tapi cuma satu kali ya."

Adara mengangguk lalu memeluk Sean. "Yey besok dicium Theo!"
.
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang