19-Better

1.5K 62 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.
Avian mendengus kesal lantaran Sean tidak mengangkat panggilan darinya. Padahal Avian akan memberitahu Sean kalau kedua orangtua lelaki itu sudah sampai.

"Tante Ratu! Om Devan! Disini!" Avian melambaikan kedua tangannya begitu sosok yang ditunggu terlihat.

"Kamu Avian?" Ratu membuka kaca mata hitamnya lalu menatap Avian dari atas hingga bawah.

Avian mengangguk, "Iya Tan."

"Keturunan Mendiang Saka emang ngga usah diragukan lagi. Kamu tampan, pasti Adara juga cantik." Ratu tersenyum, membayangkan wajah cantik calon menantunya itu.

"Adara cantik banget malahan, makanya Om Sean suka. " Kata Avian.

"Kapan terakhir kita ketemu sama dia, sayang?" Devan bertanya.

Ratu tampak berfikir. "Mungkin sekitar Enam tahun yang lalu? Dia ngga pernah ikut kalau Sean pergi ke Prancis." Jawab ratu.

"Avian, Sean dimana?" Tanya Devan.

"Itu masalahnya, Om Sean ngga jawab panggilan dari Avian, padahal Om Sean udah tahu kalau hari ini Om sama Tante pulang." Jawab Avian.

Ratu berdecak, "Bener-bener anak itu. Cepat Avian, kita kerumah sekarang. Tante udah ngga sabar mau jewer telinga anak ayam itu!"

"Siap Tante!"
.
.

"Astaga, Adara! Kenapa Taeyong mati sebelum Nara nyatain perasaannya? Padahal Taeyong nunggu waktu dimana Nara luluh dan jatuh cinta ke dia, tapi kenapa harus mati dulu? Aku jadi kasian ke Nara."

Adara tertawa geli mendengar komentar Sean setelah lelaki itu membaca salah satu ceritanya.

Sejak dua jam lalu Sean fokus pada laptopnya hanya karena penasaran dengan cerita yang Adara buat.

"Itu karma namanya, Nara nyesel karena selama Taeyong hidup dia ngga pernah nganggep Taeyong ada padahal statusnya Suami Nara. Setelah Taeyong benar-benar pergi, Nara baru sadar. Perasaan, dan pentingnya Taeyong bagi dirinya."

Sean menutup laptopnya lalu dengan tiba-tiba memeluk Adara.

"Daddy kenapa?" Tanya Adara.

"Daddy beruntung banget ngga kayak Nara. Dulu Daddy pernah ngga nganggep cinta kamu itu ada, tapi sekarang kamu adalah segalanya bagi Daddy. Daddy mohon, jangan pernah tinggalin Daddy sampai kapanpun."

"Aku ngga akan pernah ninggalin Daddy, aku janji." Adara mengusap kedua pipi Sean yang entah kapan sudah berlinang air mata.

"Daddy pegang janji-"

"Yang benar aja, Sean. Kamu bisa nangis?" Seseorang memotong ucapan Sean.

"Ibu?!" Sean segera menghapus air matanya lalu berdiri.

Kedua lengan Ratu menyilang didepan dada. "Sean, Sean. Jadi ini alasan kenapa kamu ngga jemput Ibu sama Ayah dibandara?"

Sean melihat jam dinding lalu menepuk keningnya, "Sean lupa Bu."

Ratu berdecak, ia mendekati Adara yang berdiri disamping Sehun.

Adara gugup sendiri saat Ibu Sean membingkai wajahnya, ia melirik Sean tetapi lelaki itu mengedikkan bahu.

"Kamu cantik banget, Adara."

"I-Tan...Eum..Tan-"

"Ibu, panggil aku Ibu. Sebentar lagi kamu juga jadi anak Ibu, sayang." Ratu menyunggingkan senyum.

Adara tersenyum, "Ibu juga cantik."

"Oh ya Sean, kenapa kamu nangis tadi?" Ratu menatap Sean.

Sean mendekatkan bibirnya ditelinga sang Ibu, "Rahasia." Lelaki itu langsung mengaduh karena Ratu memukul punggungnya.

"Sakit, Bu." Mengerucutnya bibir Sean membuat Adara tertawa, jarang sekali Sean bertingkah seperti ini.

"Liat itu, Adara. Baru juga pukulan kecil tapi udah ngaduh kesakitan, dasar lemah." Kata Ratu dengan senyuman mengejek.

Sean mendengus tidak suka saat Ibunya itu mengatainya lemah, tidak tahu saja kalau anak semata wayangnya ini begitu kuat, kuat main diranjang.

"Jangan dengerin Ibu, kamu sendiri yang udah rasain betapa kuatnya aku saat kita berci-mph"

Ucapan Sean tertahan karena tangan Adara membungkam mulutnya.

"Eum, a-aku sama Sean mau kebawah. Ibu mau tetap disini?" Tanya Adara.

Ratu menggelengkan kepalanya, "Ibu laper. Kamu bisa masak kan? Tolong buatin makan siang ya sayang."

Adara menggigit pipi bagian dalam, ia bingung harus menjawab apa. Masalahnya adalah Adara tidak bisa memasak!

"Ngga usah diragukan lagi, Bu. Masakan yang Adara buat enak banget." Sean berbicara dengan entengnya.

Adara menatap tajam lelaki itu. "Sean.."

"Yaudah, kita kebawah yuk." Ratu menggandeng lengan Sean dan Adara.
.
.

Adara menggigit bibir bawahnya melihat reaksi Ibu Sean yang baru saja menyuapkan sesendok sup kedalam mulutnya.

Rasanya seperti menunggu pengumuman kelulusan saat sekolah dulu.

"Mm, Enak juga. Kamu belajar masak dari Sean?" Tanya Ratu.

"Tapi Ra, selama gue tinggal disini belum pernah liat lo mas—aw!" Avian meringis ketika Adara menginjak kakinya.

Adara tersenyum. "Iya Bu, Sean yang udah ngajarin aku."

Sean mengulum senyum mendengar kebohongan Adara, bagaimana mau belajar memasak kalau perempuan itu saja ogah menapakkan kaki dilantai dapur.

Beruntung Sean sedang berbaik hati siang ini, jadi bantuannya membuat Adara dapat menyelesaikan masakannya yang sempat berantakan.

Setelah selesai makan siang, Ratu dan Devan undur diri karena ingin beristirahat. Berbeda dengan Sean dan Adara yang sedang membereskan piring-piring kotor sedangkan Avian sudah duduk santai didepan televisi.

"Sialan Avian, bukannya bantu malah santai-santai." Adara Menggerutu dengan tangan yang berkerja mencuci piring.

Sean terkekeh, lelaki itu mengeringkan piring-piring yang sudah Adara cuci.

"Kita romantis juga ya? Berduaan sambil menyuci piring." Kata Sean diselingi tawa.

Adara mengulum senyum, perempuan itu membersihkan tangannya lalu hendak melangkah tetapi Sean sudah lebih dahulu menarik pergelangan tangannya hingga punggungnya membentur dinding.

"Daddy..." Adara mendorong dada Sean saat lelaki itu mengungkung tubuh kecilnya.

Sean tersenyum dan menunduk untuk mencium Rachel tetapi—

"Ehem, dapur berasa milik berdua ya?  Misi semuanya, cowo ganteng mau lewat dulu."—Avian dengan wajah tengilnya berjalan melewati Adara dan Sean

Wajah Adara merona, perempuan itu mendorong Sean lalu berlari mengejar Avian.
.
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang