21-Anger

2.3K 65 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.

Kehidupan rumah tangga tidak semudah yang Adara kira. Apalagi semenjak menikah, Sean lebih posesif kepadanya.

Tak jarang mereka berdua bertengkar karena hal sepele, tetapi justru pertengkaran itu membuat mereka berdua semakin mesra.

Seperti sekarang, Adara pergi ke kantor Sean untuk meminta izin kepada lelaki itu untuk bertemu dengan penerbit yang akan membukukan ceritanya.

Tetapi belum selesai bertanya, Sean sudah melarangnya.

"Kamu itu lupa atau gimana, Adara? Sekarang lagi marak kasus penculikan lalu diperkosa sebelum dibunuh, kamu mau menjadi korban selanjutnya?" Tanya Sean.

Adara menggelengkan kepalanya, Ia memainkan kesepuluh jari tangannya dengan takut. Sean berkata benar, sekarang sedang marak berita itu tetapi kota ini luas, jadi Adara rasa kalau hal seperti itu tidak mungkin menimpa dirinya.

"Tapi aku pergi sama supir, Sean."

Sean menghela nafas lalu menyentuh kedua bahu Adara. "Tunggu sebentar oke? Aku yang anterin kamu."

"Tapi jangan lama-lama, janji temunya sebentar lagi." Kata Adara.

"Iya sayang," Sean mengacak rambut Adara dengan gemas.
.
.
.
Adara cemberut saat membaca pesan yang Sean kirim. Lelaki itu harus kembali ke kantor karena Ayah mertuanya mengadakan meeting dadakan.

Dengan terpaksa Adara pulang sendiri setelah bertemu dengan penerbit yang akan membukukan ceritanya.

Sekarang Adara bingung, ia pulang naik apa? Untuk naik kendaraan umum pun merasa takut akibat kasus yang sedang marak itu.

Berjalan kaki? Resikonya lebih besar mengingat hari sudah mulai sore dan arah ke rumah melewati jalan raya tanpa perumahan.

Menelpon Supir? Astaga kenapa Adara sampai lupa?!

Perempuan itu kembali mengambil ponselnya untuk menghubungi supir pribadinya.

Baru saja Adara menempelkan ponsel ditelinganya, tetapi seseorang sudah lebih dulu menarik paksa ponsel miliknya.

"Sialan! Jambret!" Adara berteriak bersamaan dengan motor yang melaju cepat didepannya.

Mencoba mengejarpun tidak bisa karena jambret itu sudah menjauh.

"Argh!" Adara mengusap wajahnya kasar. Itu adalah ponsel kesayangan dan didalamnya banyak sekali kenangannya bersama Sean, tetapi harus raip ditangan jambret.

Adara menghela nafas, dengan langkah pelan menyusuri trotoar jalan. Berharap Sean kembali untuk menjemputnya atau tidak seseorang yang Adara kenal datang untuk menawari tumpangan.

Tin! Tin!

Adara mengerutkan kening begitu motor sport berwarna biru Berhenti disampingnya.

Perawakan lelaki yang mengendarai motor tersebut cukup besar, membuat Adara was-was.

Adara sudah siap untuk berlari, atau tidak mengayunkan tas mahalnya untuk memukul lelaki tersebut jika berbuat macam-macam.

Tetapi sebelum itu terjadi, Adara melongo setelah melihat wajah lelaki itu.

"Julio! Kangen!"

Julio tertawa saat Adara dengan manjanya memeluk tubuhnya.

"Sejak kapan lo ada disini? Bukannya lo lagi kuliah di Kanada?" Tanya Adara.

"Lagi libur, makanya gue ke sini. Sekalian mau temu kangen sama lo, sama Avian." Jawab Julio.

Adara mengangguk paham. "Mumpung lo ada disini, anterin gue pulang dong!" Kata Adara.

"Dikasih apa nih kalau anterin lo pulang? Cium? Atau?" Julio menaik-turunkan kedua alisnya menggoda.

"Aku lapor Sean—"

"Iya, iya, astaga. Main lapor suami aja, ayo naik." Kata Julio.

Adara tertawa lalu menaiki motor Julio. "Berangkat, Pak ojek!"
.
.

Sean bersedekap dada melihat Adara yang baru saja turun dari motor sport dihalaman rumah.

Sean tidak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki itu karena penerangan yang kurang ditambah rambut lelaki tersebut menutupi dahinya.

"Hati-hati dijalan!"

Sean mendengus mendengar ucapan Adara. Sean berdehem dengan cukup keras, membuat Adara tersentak kaget dan langsung berbalik.

"S-sean?"

Adara memejamkan matanya. Kenapa harus gagap seperti ini?!

Berusaha santai, Adara melanjutkan langkahnya dengan senyum tipis dibibir. Berharap Sean tidak akan marah karena Ia terlambat.

"Dari mana aja? Jam tujuh lewat delapan belas menit baru sampai di rumah." Suara Sean yang dingin membuat Rachel merinding.

"M-maaf, Sean. A-aku tadi habis makan malam-"

"Dan lupa kalau dirumah ada suami yang nunggu istrinya buat makan malam bareng." Sean mendekat.

Adara menggigit bibir bawahnya, kerongkongannya sudah terasa panas. "Sean, aku minta maaf. Tadi sore aku ketamu—"

"Jadi ini yang kamu lakukan selama aku pergi kerja? Dengan alasan nemuin penerbit tapi nyatanya kamu nemuin lelaki lain, pakai acara dianter pulang segala." Kata Sean dengan sarkas.

Air mata Adara menetes begitu saja, ia hendak berkata tetapi tertahan karena Sean menarik pergelangan tangannya lalu membawa Adara masuk ke dalam rumah.

"Sean sakit!" Adara meringis saat punggungnya membentur dinding.

Sean menyeringai, tangannya bergerak mencengkeram rahang Adara.

"Nangis hm? Apa ini yang bisa kamu lakukan setelah ketahuan selingkuh?!"

Adara menggelengkan kepalanya. "A-aku ngga selingkuh, tolong jangan jangan kayak gini, Sean."

"Terus siapa lelaki tadi hah?! Dia udah berani nyentuh rambut dan pipi kamu! Kenapa kamu ngga nolak? Apa kamu sekarang udah jadi perempuan murahan yang mau di—"

Plak!

Adara terisak, tangannya menggantung di udara setelah melayangkan satu tamparan dipipi Sean.

"S-sean, maaf. A-aku ngga bermaksud nampar kamu, cowo yang tadi sama aku—Aw! Sean, lepasin!" Adara mencengkeram tangan Sean yang menjambak rambutnya.

"Berani kamu nampar aku, Adara? Kamu harus diberi hukuman!" Sean membawa Adara ke dapur.

Adara menggelengkan kepalanya begitu Sean mengarahkan garpu pada wajahnya.

"Jangan, Sean. Aku mohon jangan!"

Sean tertawa pelan. "Aku harus hilangin cantik diwajah kamu, sayang. Supaya lelaki diluaran sana ngga berani liat wajah kamu."

"Sean, jangan!"
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang