14-Remove Traces

1.7K 64 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.
Tiga hari sudah berlalu. Senyum Adara kembali mengembang perempuan itu terbangun dari tidur. Bagaimana tidak? Hal pertama yang Adara lihat setiap membuka mata adalah pemandangan wajah Sean yang sangat menggemaskan ketika tidur.

Tapi jauh dihati terdalam Adara, perempuan itu masih merasa bersalah. Bayang-bayang Saka saat menyentuh tubuhnya kembali berputar jelas diingatnya.

Haruskah Adara memberitahu Sean tentang hal ini? Apa yang akan Sean lakukan jika sudah mengetahuinya? Adara sama sekali tidak bisa berfikir jernih sekarang.

Lama termenung membuat Adara tidak menyadari kalau Sean sedang memandanginya. Lelaki itu tersenyum melihat wajah Adara yang sangat menggemaskan.

Tapi senyuman Sean luntur saat melihat cairan bening jatuh begitu saja dari mata Adara.

"Hei, sayang ada apa? Kenapa nangis?" Sean menangkup kedua sisi wajah Adara.

Adara menggelengkan kepalanya. Mulutnya terus mengatakan tidak apa-apa namun hatinya berkata lain yang membuatnya kembali menangis.

"Ssttt, jangan nangis sayang. Bilang sama Daddy, jangan diem aja." Ucap Sean dengan lembut.

"D-dad," Suara Adara tertahan di tenggorokan, perempuan itu menunduk dengan tubuh yang bergetar.

"Adara, look at me. Tell me what made you cry like this, babe." Kata Sean.

Adara menggigit bibir bawahnya gusar,  ia takut Sean akan marah padanya atau yang lebih parahnya lagi akan membencinya jika Sean tahu apa yang telah terjadi.

"Adara?" Sean mengangkat wajah Adara agar menatapnya.

"A-aku, badan aku—dia nyentuh aku dimana-mana." Setelah berkata dengan susah payah, Adara menjatuhkan kepalanya ke pundak Sean dan kembali menangis.

Kening Sean mengerut karena tidak mengerti dengan apa yang Adara katakan.

"Dad, dia nyentuh a-aku dimana-mana pas malem itu."

Rahang Sean mengeras, menyentuh—dalam artian—tidak mungkin kan?

"Dia siapa yang kamu maksud, Adara?"  Tanya Sean.

Adara menahan isak tangisnya, "Papa."

"Brengsek!" Kedua tangan Sean mengepal disisi tubuhnya, "Dimana keparat itu nyentuh kamu?" Tanya Sean.

"S-semua, dia juga ngeluarin sesuatu didal—ah!"

Adara memekik kaget saat Sean membanting tubuhnya untuk kembali terbaring.

"Daddy.." Tangan Adara bergetar melihat mata Sean yang berkabut gairah dan juga amarah.

Lelaki itu meletakkan wajahnya diceruk leher Adara lalu menyesap kuat kulit lembutnya membuat perempuan itu mengerang.

"Dad, maafin aku—ah! Waktu itu aku cuma bisa bayangin muka Daddy, aku ngga sadar kalau dia bukan—hmmphh.."

Ucapan Adara terpotong karena Sean membungkamnya dengan ciuman yang dalam dan bergairah.

Mata Adara ikut terpejam, perempuan itu menerima dengan senang hati saat Sean menyentuhnya dimana-mana, menghapus jejak keparat yang sudah berani menyentuh tubuhnya.
.
.

Avian baru saja keluar dari kamar tamu sambil mengucek kedua matanya, rambut lelaki itu masih berantakan menandakan kalau Avian baru saja bangun tidur.

Avian melirik jam dinding, sudah pukul sepuluh siang tapi Avian tidak melihat Adara ataupun Sean diruangan tengah maupun ruangan tamu, mungkin masih istirahat pikirnya.

Baru saja Avian mengambil gelas untuk membuat kopi saat bel rumah berbunyi dengan nyaring.

"Iya sebentar!" Dengan langkah tergesa Avian berjalan mendekati pintu dan membukanya.

"Loh, Julia? Ada apa?" Tanya Avian.

"Gawat, Avian. Gawat!" Julia berseru dengan wajah panik.

Kening Avian mengernyit, "Gawat apanya?"

"Gue mau dijodohin sama anak temen Ibu gue, Avian!" Kata Julia.

"Dijodohin?" Tubuh Avian menegang, hatinya seperti terkena sesuatu yang sangat menyakitkan.

"Iya, makanya gue kesini mau minta bantuan."

"Bantuan apa?" Tanya Avian tidak mengerti.

Julia tersenyum. "Kalau gue punya cowo, Ibu ngga akan jodohin gue. Nah, gue mau minta tolong sama Om Sean buat jadi pacar pura-pura gue. Lo bantu gue ya buat ngomongnya, please..."

Avian menahan nafas untuk beberapa saat lalu menatap Julia dengan lekat. "Pacar pura-pura? Kenapa harus Om Sean? Gue juga bisa bantu lo kalau cuma jadi pacar pura-pura." Kata Avian.

Julia berdecak. "Gue maunya Om Sean yang jadi pacar pura-pura gue."

"Lo suka ya sama Om Sean?" Tanya Avian penuh curiga.

Julia menggeleng cepat. "Ngga lah, cuma—cuma ya pokoknya harus Om Sean! Lo mau kan bantu gue?"

Avian menunduk, menatap tangan kirinya yang sedang digenggam oleh Julia. Dengan berat hati Avian mengangguk, "Oke gue bantu."
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang