06-A Fact

5K 137 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.

Senang rasanya bisa kembali bersama dengan seseorang yang sangat kita sayangi, itulah yang saat ini sedang dirasakan oleh Adara.

Dua bulan sudah berlalu sejak dirinya masuk rumah sakit. Dan sejak saat itu juga sikap dan perlakuan Sean kepadanya berubah. Bisa dibilang Sean mendadak menjadi lelaki yang romantis dan juga sedikit—pervert.

Pernah satu hari, saat Adara sedang belajar ditemani oleh Sean. Bukannya membantu Adara, lelaki itu justru membuat Adara tidak bisa fokus karena terus menciumi lehernya.

Seperti sekarang, Sean tidak henti-hentinya menggoda Adara yang sedang belajar untuk ujian nasional besok pagi.

Adara berusaha fokus, tapi Sean justru menampilkan wajah konyolnya yang mau tidak mau membuat Adara tertawa.

Untuk sesaat, Sean terpaku melihat Adara yang sedang tertawa dengan wajah bahagia. Sean menatap lekat kedua mata Adara yang menyipit—bagian tubuh Adara yang paling Sean sukai. Karena mata itu, adalah milik Lucy—mendiang istrinya.

"Dad, udah dong. Jangan pasang wajah kayak gitu lagi. Aku harus belajar supaya lulus dengan nilai yang paling besar." Kata Adara.

Sean tersenyum lalu mengacak rambut Adara gemas. "Jangan terlalu dipaksain, Dear. Daddy ngga mau kamu sakit karena belajar terlalu keras. Kalau kamu sakit, nanti siapa yang nemenin Daddy hm?"

Adara bergidik ngeri. "Udah sana ah aku mau belajar!" Perempuan itu mendorong tubuh Sean agar keluar dari kamarnya.

"Oke oke Daddy keluar, semangat belajarnya." Kata Sean.
.
.

Adara membuang nafas lega setelah selesai mengisi soal ujian mata pelajaran terakhir. Ia berjalan beriringan bersama Julia ke gerbang, dan berpisah di sana karena Julia sudah dijemput Julio.

Sementara itu Adara memilih untuk mengistirahatkan otaknya dengan pergi ke taman kota. Sean tidak bisa menjemputnya karena lelaki itu sedang ada urusan dikantornya.

"Adara!"

Adara tersentak kaget saat mendengar teriakan namanya, ia menoleh ke belakang lalu mendapati Avian—teman satu kelasnya.

Kening Adara mengerut heran, untuk apa teman plus ketua kelas menyebalkan ini menemuinya?

"Lo ngapain?" Tanya Adara saat Avian duduk disampingnya.

"Duduk lah," Avian menjawab.

Adara memutar bola matanya jengah. "Iya gue liat, maksudnya ngapain lo ada disini Aviano?" Tanya Adara.

Avian tersenyum lalu menatap Adara dengan lekat. "Seminggu lagi lo ulang tahun yang ke sembilan belas tahun, kan?" Lelaki itu bertanya.

"Tau dari mana lo?" Adara menyipitkan matanya.

Avian menepuk dadanya bangga. " Gue ini adek lo, udah pasti tau lah."

"Hah? Maksud lo?"

"Ck, karena om Sean ngga kasih tau lo yaudah gue aja yang ngasih tau. Tapi lo jangan dulu potong omongan gue, ya? Soalnya ini tuh penting banget." Kata Avian.

Meskipun tidak mengerti dengan apa yang Avian maksud, Adara menganggukkan kepalanya.
.
.

Pukul sebelas malam, Sean baru saja sampai dirumah. Lelaki itu membuka jas serta dasi yang dipakainya lalu melemparnya ke sembarang arah.

"Sean.."

Sean yang baru saja duduk di sofa, mengalihkan pandangannya menatap Adara. Ini kali pertama Sean mendengar Adara memanggil namanya.

"Kenapa sayang?"

Adara mendekat lalu berdiri disamping sofa yang Sean duduki. "Seminggu lagi aku ulang tahun."

Sean mengangguk. "Iya, Daddy tau. Kamu mau hadiah apa dari Daddy, hm?"

"Aku boleh minta hadiahku sekarang ngga?" Tanya Adara.

Alis Sean menekuk heran, "Sekarang?"

Adara mengangguk. "Bukan barang, atau apapun itu tapi kejujuran Daddy."

"Kejujuran Daddy? Yang kamu maksud itu apa, Adara?" Sean bertanya dengan lembut.

Adara menarik nafas dalam-dalam. "Aku mau, Daddy jujur sama aku tentang identitas aku yang sebenernya. Kasih tau aku siapa itu Saka dan Anna." Kata Adara.

Tubuh Sean menegang saat mendengar dua nama yang Adara sebutkan. "Dari mana kamu tau nama—"

"Aviano, adik aku." Adara menyela ucapan Sean.

Sean mendesis lalu mengusap wajahnya pelan.

"Tolong kasih tau aku, Dad. Aku mau denger semuanya dari Daddy, sekarang juga." Adara duduk di samping Sean.

Sean menghela nafas lalu menatap Adara dengan lekat. Padahal Sean akan memberitahu Adara tentang kebenaran identitas perempuan itu saat Adara sudah dewasa nanti, tidak diumurnya yang masih belum menginjak angka sembilan belas.
Tapi sialnya Avian malah membocorkan rahasianya, ingatkan Sean untuk menendang bokong Avian saat mereka bertemu nanti.

"Dad?"

"Oke, Daddy kasih tau. Waktu Daddy umurnya delapan belas tahun, Daddy nikah sama pacar Daddy yang namanya Airin. Daddy baru aja lulus SMA dan langsung kerja di kantor Papa. Terus istri Daddy hamil, usia kandungannya bahkan belum enam bulan tapi istri Daddy malah kecelakaan, mobil yang istri Daddy bawa menabrak taksi yang kamu tumpangi."

"Ngga ada yang selamat, kecuali kamu yang waktu itu masih berumur sepuluh tahun. Karena kecelakaan itu, kamu hilang ingatan dan mengalami kebutaan. Disini, Adara—"Sean menyentuh kedua mata Adara yang terpejam."—Mata ini adalah mata yang didonorkan istri Daddy buat kamu."

"Ngga ada yang bisa Daddy dan Mama hubungi waktu itu. Karena ngga ada pilihan, akhirnya Daddy yang jadi wali kamu. Tapi setelah Daddy cari tau informasi tentang kamu, Daddy tau satu fakta lagi."

"Kalau kamu masih memiliki orang tua, mereka adalah Saka dan Anna yang udah buang kamu di panti asuhan."

"Mereka buang aku ke panti asuhan?" Tanya Adara tidak percaya.

Sean mengangguk. "Kamu ngga diharapkan di keluarga mereka karena yang mereka mau itu seorang anak laki-laki, bukan perempuan. Waktu dirumah sakit juga Daddy ngga sengaja ketemu sama Saka dan Anna yang lagi periksa anak laki-laki mereka—Aviano."

"Kenapa Daddy ngga pernah jujur tentang hal ini sama aku dari dulu?" Tanya Adara.

"Daddy masih nunggu waktu yang pas buat ngasih tau kamu, tapi berhubung Avian udah ngomong, terpaksa Daddy bilang sekarang." Jawab Sean.

Adara memasang raut wajah sedih. Perempuan itu memeluk Sean dengan erat. "Aku seneng ternyata masih punya orang tua yang utuh, meskipun aku udah di buang sama mereka."

Sean mengangguk sambil mengelus kepala Adara dengan penuh kasih sayang. "Kamu ngga benci sama Daddy? Daddy udah rahasiain hal ini dari kamu." Tanya Sean.

Adara mendongak dan menggeleng. "Aku ngga marah sama sekali. Aku sayang sama Daddy, cinta sama Daddy. Gimana bisa aku marah?" Adara tertawa pelan.

Sean membuang nafas lega. Tadinya lelaki itu takut sekali kalau Adara akan membencinya atau lebih parahnya lagi pergi darinya.

"Kita bisa menikah kan, Dad? I'm not your real daughter." Kata Adara.

Sean tersenyum. "Of course."
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang