05-A Wish

5.7K 147 0
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.

Sean benar-benar marah. Ia marah kepada dirinya sendiri karena tidak bisa mengatakan fakta yang sebenarnya dan tidak bisa mengakui perasaannya sendiri.

Saat Sean mendengar suara pecahan yang sangat nyaring, tubuhnya menegang, takut kalau Adara nekat melakukan hal yang berbahaya.

Dan dugaan Sean benar. Saat lelaki itu turun ke bawah, ia melihat Adara yang sedang melukai dirinya sendiri.

Sean kalap. Ia hanya bisa meneriaki nama Adara saat mata cantik perempuan itu terpejam. Dengan perasaan yang kalut, Sean langsung membawa Adara ke rumah sakit. Dan sekarang, perempuan itu belum juga sadar sejak kemarin malam.

"Maafin Daddy, Adara." Sean berucap pelan.

Semalaman Sean menangis di samping Adara yang tidak sadarkan diri. Bahkan Sean belum sempat berganti pakaian ataupun makan. Sean tetap setia menggenggam tangan Adara dan terus meminta maaf.

"Daddy mohon, tolong bangun sayang." Sean menciumi punggung tangan Adara.

"Sean.."

Sean merasakan seseorang menyentuh bahunya, lelaki itu menoleh lalu mendapati Monica yang sedang tersenyum tipis ke arahnya.

"Sean, kamu belum makan—"

"Aku ngga mau makan," Sean menyela ucapan Monica kemudian kembali menatap Adara.

"Kamu harus makan, Sean. Kalau kamu ikut sakit juga, siapa yang jagain Adara? Aku udah nyuruh Kalingga buat pesenin makanan di kantin, kamu bisa susul dia sekarang." Kata Monica.

"Aku ngga mau ninggalin Adara sendirian disini."

"Aku yang jagain Adara, kamu bersihin badan kamu dulu terus ke kantin buat makan, jangan sampai kamu tumbang juga."

Akhirnya Sean mengangguk. Lelaki itu membersihkan dirinya dulu sebelum pergi ke kantin rumah sakit.
.
.

Setelah mengisi perutnya, Sean kembali keruang inap Adara. Senyum di bibirnya terbit saat melihat Adara sudah sadar dan sedang berbicara dengan Monica. Sean juga dapat melihat raut tidak suka yang Adara layangkan kepada Monica.

"Kamu udah bangun, sayang?" Sean mendekat.

Monica berdiri lalu pamit pergi karena memiliki banyak urusan.

"Daddy minta maaf, Adara." Sean duduk di samping brankar dan menggenggam tangan Adara.

"Kamu seperti ini karena Daddy. Tolong maafin Daddy, Adara. Daddy janji, kalau kamu udah sehat lagi, Daddy akan penuhi semua hal yang kamu mau." Kata Sean dengan tatapan mata yang lembut.

"Semua hal, Dad?" Adara bertanya.

Sean mengangguk, "Anything."

"Kalau yang aku mau itu nikah sama Daddy dan milikin Daddy, apa Daddy akan penuhi kemauan aku itu?" Tanya Adara.

Sean terdiam sesaat sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Daddy serius?"

"Iya, Daddy ngga mau kehilangan kamu." Ucap Sean.

Adara mengulum senyum dan menahan diri agar tidak berteriak. Perempuan itu mengusap wajah Sean dengan lembut. "Daddy sayang ngga sama aku?" Tanya Adara.

"Sayang, sayang banget." Jawab Sean.

"Terus kapan kita nikah Dad?" Adara kembali bertanya dengan antusias.

"Tunggu kamu sembuh dulu ya, nanti kita bicarain lagi." Kata Sean.

Adara mengangguk. Perempuan itu memejamkan mata saat merasakan ibu jari Sean mengusap wajahnya dan turun menyentuh lehernya yang diperban.

"Sakit banget?" Sean bertanya.

"Hm, sakit banget." Jawab Adara.

"Daddy ngga nyangka kamu bakal senekat ini sampai lukain diri sendiri. Janji sama Daddy, ini yang pertama dan terakhir kali kamu sakitin diri sendiri kayak gini. Oke?"

Adara tersenyum kemudian mengangguk. "Iya Dad, aku janji."

"Good girl," Sean mengusap kepala Adara dengan penuh kasih sayang.

"Selamat siang."

Adara dan Sean menoleh ke arah pintu, melihat seorang Dokter tampan yang memasuki ruangan dengan senyum manis.

"Saya periksa dulu ya."
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang