08-In Love

4.8K 110 1
                                    

Hai, sebelum baca tolong vote dulu ya 🌟
.
.

Kedua sudut bibir Sean terangkat untuk yang kesekian kalinya setelah mengingat malam panjang yang telah dilewatinya bersama Adara.

Tidak pernah sekalipun terbayang dibenak Sean kalau lelaki itu akan menjadikan Adara miliknya seutuhnya dalam waktu sesingkat ini. Tapi Sean tidak menyesalinya, mereka berdua sama-sama menikmati apa yang telah terjadi tadi malam.

"Enghh.."

Sean menunduk untuk melihat Adara dengan tubuh telanjangnya sedang meringkuk dalam dekapan hangatnya.
Tangan Sean terulur untuk mencubit pipi Adara dengan gemas, membuat perempuan itu menggeliat dan membuka matanya secara perlahan.

"Daddy..." Wajah Adara kembali merona, mengingat apa yang sudah mereka lakukan tadi malam.

"Good morning, babe." Ucap Sean.

Adara berdehem. "Morning to, Daddy."

Sean tersenyum melihat Adara yang menunduk malu. "Kenapa hm? Mau ngulang yang tadi malem?" Tanya Sean.

Adara melotot lalu memukul dada Sean yang bilang. "Ngga mau! Daddy buas banget, itunya aku sampe sakit sekarang." Jawab Adara.

Sean mengecup kening Adara. "Maaf ya, semalem Daddy terlalu semangat. Sampe lupa kalau ini pengalaman pertama kamu, Sorry."

"Ngga papa, Dad. Daddy ngga usah minta maaf, aku aja suka." Ucap Adara dengan cepat.

Sean tertawa pelan mendengarnya. "Mau mandi sekarang?"

Adara mengangguk. "Mau, tapi gendong."

"As you wish, Babe." Sejurus kemudian Sean bangkit dan membopong tubuh Adara yang masih tertutup oleh selimut ke dalam kamar mandi.

"Daddy kenapa ngga pakai celana dulu?!" Adara berteriak nyaring.

"Kelamaan Adara kalau Daddy pakai celana dulu. Sekarang kamu berendam dulu biar enakan badannya, Daddy mau masak dulu buat sarapan kita." Kata Sean.

"Daddy!" Adara menutup kedua matanya saat Sean dengan santainya berjalan keluar dengan tubuh yang telanjang.
.
.

Setelah berendam cukup lama dan membersihkan tubuhnya yang lengket, Adara melangkahkan kakinya dengan sedikit tertatih ke dapur.

Perempuan itu dapat melihat Sean sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

"Duduk disini, Adara." Sean menarik mundur salah satu kursi sebelum Adara mendudukinya.

"Makasih, Dad." Kata Adara lalu mulai menyantap makanan didepannya.

"Pelan-pelan dong makannya." Sean mengusap sudut bibir Adara lalu kembali tertawa pelan melihat perempuan itu makan dengan lahap.

Sean tersenyum puas, tidak sia-sia lelaki itu belajar memasak dari Ibunya hingga Sean bisa memasak makanan yang lezat untuk orang yang disayanginya.

Setelah selesai sarapan, Sean mengajak Adara ke atap rumah. Sean sudah menyiapkan beberapa macam jenis bunga yang akan ditanam di atap rumahnya ini.

"Kapan Daddy nyiapin semua ini?" Tanya Adara sambil mengangkat salah satu pot kecil yang ada didepannya.

"Dua hari yang lalu," Jawab Sean.

"Oh," Tatapan Adara beralih pada jajaran pot berisikan bunga mawar berbagai warna dan juga tulip. "Bunganya cantik."

Sean tersenyum lalu mengangkat tangannya ke udara, menghalangi sinar matahari yang menyoroti wajah Adara yang sangat cantik. "Bunga itu indah, yang cantik itu kamu."

Adara tidak bisa menahan senyumnya, perempuan itu mengalihkan wajahnya ke arah lain agar Sena tidak melihat wajahnya yang sudah merona.

"Daddy nyiapin semua ini buat kamu, Daddy tau kamu suka sama bunga. Jadi kamu bisa rawat bunga-bunga ini disini." Kata Sean.

Adara memekik senang, ia langsung memeluk Sean dan mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu.

"Cuma makasih doang? Ngga ada yang lain?" Tanya Sean dengan senyum menggoda.

Kening Adara mengerut. "Daddy mau apa lagi? Aku kan udah bilang makasih."

"Malem ini—"Sean mendekatkan wajahnya disisi wajah Adara dan berbisik, "Daddy mau kamu lagi."

Kedua mata Adara membulat, dengan cepat tangannya melayang memukul dada Sean. "Dasar Pervert!"

Sean tertawa, lelaki itu menahan tangan Adara untuk merasakan debaran jantungnya yang menggila.

"Bisa kamu rasakan, kan? Jantung Daddy selalu berdegup kencang kalau lagi sama kamu." Sean berucap lembut, kedua matanya menatap Adara dengan lekat.

"Iya, aku tau." Adara tersenyum lalu memutar tubuhnya dan berjongkok untuk menyusun ulang pot-pot berisi bunga didepannya.
.
.

Avian yang sedang asik bermain Playstation harus terganggu dengan suara bel yang berbunyi nyaring diseluruh ruangan.

Dengan wajah kesal lelaki tampan itu berjalan ke arah pintu. Seketika wajah tampannya berubah menjadi berbinar setelah tahu siapa yang menekan bel membabi-buta itu.

"Mama? Papa? Kalian kapan sampenya?" Tanya Avian sambil memeluk kedua orang tuanya.

"Barusan, gimana ujiannya lancar?" Tanya Saka—Papa Avian.

"Lancar, Pa. Bentar lagi juga acara pelulusan." Jawab Avian. Lelaki itu duduk di sofa, diikuti kedua orangtuanya.

"Kalau kabar Adara, gimana?" Tanya Anna—Mama Avian.

Avian menyisir rambutnya yang menutupi kening lalu memeluk erat tubuh Anna. "Kabar Adara baik, aku juga udah ngasih tau semuanya ke dia. Ternyata om Sean masih tutup mulut soal identitas Adara." Jawab Avian.

Saka mengangguk pelan. " Bagus deh kalau yang ngasih tau itu kamu, jadi kalian berdua bisa deket kan?" Tanya Saka.

"Iya Pa," Avian mengangguk. Memang benar dirinya menjadi lebih dekat dengan Adara setelah Avian memberitahu tentang asal usul perempuan cantik itu yang sebenarnya.

"Sebenernya buat apa sih Mama sama Papa nyuruh aku ngomong semua itu ke Adara? Padahal aku bisa jagain dia sebagai teman tanpa harus ngasih tau dia." Kata Avian.

Saka tersenyum. "Mau kamu ataupun lelaki bernama Sean itu ngga berhak jagain Adara karena Papa udah nyiapin lelaki yang pantas buat Adara."

"Maksudnya?" Tanya Avian tidak mengerti.

"Mama sama Papa udah jodohin Adara sama Julio, bentar lagi juga mereka berdua mau tunangan." Kata Anna.

"Dijodohin? Sama Julio?"

Anna mengangguk. "Iya, kamu juga kenal kan sama Julio? Dia adiknya Julia."

"Mama sama papa yang bener aja jodohin Adara sama tuh bocah tengil!" Avian berteriak kesal.
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang