Extra Part II

2.4K 67 0
                                    

"Aaaa Dlew ini puna akuu!"

"Puna Dlew buan puna leaa!"

"Om Apii iyat dlew culi puna aku!"

"Aaaa leaa lepasin!"

"Ck!"

Avian berdecak lalu merubah posisinya menjadi duduk. Laki-laki tampan itu berdiri dengan berkacak pinggang, memperhatikan keponakan kembarnya yang sedang memperebutkan pensil warna.

"Om apiii iyat dlew!"

"Ini puna dlew yah om Apii."

Avian meringis gemas mendengar ucapan Andrea dan Andrew yang belepotan. Meskipun menyebalkan, anak kembar yang baru berusia tiga tahun ini sangat menggemaskan jika sudah berbicara.

"Kenapa hm? Rea cuma mau pinjem pensil warna punya Drew, kenapa ngga dikasih pinjem?" Tanya Avian dengan lembut.

Andrew menggeleng lalu mendekati Avian yang sudah duduk bersila. "Ini puna dlew, nda boleh di ambil." Kata Andrew.

"Cuma di pinjem sebentar, abis itu juga di kembaliin lagi sama Rea. Nanti Rea nangis loh kalau ngga dikasih pinjem sama kamu."

Andrew menunduk, menatap kedua tangannya yang menggenggam beberapa pensil warna. Lalu tatapan mata bulat itu beralih kepada Andrea yang sedang menatapnya juga.

"Tu aja!" Andrew melempar dua pensil warna ke arah Andrea yang langsung disambar dengan ceria oleh anak kecil itu.

"Maacih dlew!" Kata Andrea.

Avian tersenyum kemudian mengusap kepala Andrew. "Ngantuk ya?" Tanya Avian saat melihat Andrew menguap.

"Mama mana?" Andrew mendongak.

"Mama sama Papa kamu kan masih ada urusan, kalau udah beres pasti jemput kalian kesini." Kata Avian.

"Mau Mama!" Andrew melempar pensil warna dalam genggaman tangannya lalu mulai menangis.

Avian menghela nafas kemudian berdiri dengan kedua tangan yang menggendong Andrew.

"Suut jangan nangis, bentar lagi juga Mama kamu pulang. Udah anak ganteng jangan nangis." Avian menepuk pelan punggung Andrew, berharap tangisan keponakannya itu berhenti.

"Om apiii mauu!"

Avian menunduk saat Andrea mendekat dengan kedua tangan yang mengulur kearahnya. "Aduh Rea ngegambar aja ya, Om Api gendong Drew dulu." Kata Avian.

"Ah mau!" Andrea melompat-lompat lalu menarik kaki Andrew, membuat anak laki-laki menjerit histeris.

"Eh eh kenapa ini pada nangis?"

Avian menoleh lalu bernafas lega saat melihat Adara dan Sean. "Lama banget sih kondangannya, ini si Drew udah nanyain sampe nangis gini." Kata Avian.

Adara tertawa pelan melihat wajah Avian yang kesal. "Itung-itung latihan ngurus anak aja sih, makasih ya Om Avii."

"Halah udah sana bawa pulang, gue mau tidur."

Adara mengangguk. "Dadah dulu dong sama Om Api." Perempuan itu mengangkat sebelah tangan Andrew.

"Dadah Om!" Andrea yang berada dalam gendongan Sean melambaikan tangannya.

"Udah, sekarang kita pulang ya." Sean keluar lebih dulu, disusul Adara dibelakangnya.

"Tidur ya anak Mama yang ganteng yang cantik." Adara mendudukkan Andrew disamping Andrea yang sudah menguap. Perempuan itu mengusap kepala kedua anak kembarnya lalu duduk disamping Sean.
.
.
.

"Anak-anak udah tidur?"

Adara mengangguk kemudian menutup pintu kamar Andrew dan Andrew. Sejak berhenti mengonsumsi asi, kedua anak kembarnya itu sudah Adara biasakan untuk tidur sendiri dikamar yang sudah disiapkan.

"Kenapa? Keliatannya lemes banget." Adara mengusap rambut Sean yang menghalangi kening.

"Kangen kamu, pengen cuddle." Sean menarik tubuh Adara mendekat lalu memeluknya erat.

"Yakin cuma cuddle? Aku udah selesai datang bulan loh." Adara berbisik.

"Kalau gitu lebih dari cuddle, Rea bilang dia mau adik perempuan." Kata Sean lalu mengangkat Adara seperti koala.

Adara tertawa pelan. "Kapan Rea bilang gitu?" Perempuan itu mengusap leher Sean dengan sensual.

"Ngga tau, aku lupa." Sean membaringkan Adara diranjang lalu mengungkung tubuh kecil istrinya itu.

"Pasti kamu yang mau, bukan Andrea."

Sean mengangguk lalu menyerukan wajahnya diceruk leher Adara. "Let's make a baby again."

"Sshh..Sean." Adara menarik wajah Sean lalu menyatukan bibir mereka.

Karena ajaran Sean, sekarang Adara sudah lihai dalam permainan lidah dan juga memuaskan Sean. Adara yang tadinya malu-malu berubah liar saat sudah berurusan dengan ranjang.

"Pelan-pelan, sayang." Sean menggigit bibir saat Adara mendorong tubuhnya untuk bertukar posisi dan menyatukan tubuh mereka.

Adara menumpukan kedua tangannya di dada bidang Sean lalu mulai bergerak pelan. "Ah...Sean dalem banget sshhh."

Adara mendongak ketika Sean menyentuh pinggulnya lalu bergerak cepat mengejar pelepasan. Perempuan itu tidak bisa berhenti mendesah, sampai akhirnya merasakan sesuatu yang hangat keluar didalam rahimnya.

Nafas Sean memburu. Laki-laki itu menarik wajah Adara mendekat untuk mencium bibirnya. "I love you, ronde kedua lagi untuk adik si kembar."

Belum sempat Adara berucap, Sean sudah lebih dulu menukar posisi dan kembali menggerakkan pinggulnya dengan cepat.
.
.

Between Us [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang