Alan duduk di salah satu kursi tunggu bandara Soekarno Hatta. Di sampingnya, ada satu buah koper berukuran sedang. Tangannya memegang passpor dan dompet. Matanya lurus menatap dompet kulit berwarna cokelat tan itu, sementara lagu Hari Bersamanya milik Sheila On 7 kini sedang ia dengarkan melalui earphone yang menyumpal dua telinganya.
Bukan dompet yang sedang Alan pandangi sebenarnya. Tapi foto yang ada di dalam dompet tersebut. Alan tahu usianya sudah menginjak 28 tahun, tapi rasanya, seluruh memori ingatannya sedang dibawa kembali ke masa-masa SMA dengan perempuan yang berfoto bersamanya. Dan foto itu masih bersemayam di dompet Alan. Tak perduli berapa kali Alan menggonta-ganti dompetnya.
"Om Alan!"
Alan tertegun kaget. Sejurus, ia merasa dirinya sedang tak fokus karena tiba-tiba mengingat lagi sebuah teriakan mengerikan yang terakhir kali ia dengar dua hari lalu. Teriakan gadis aneh yang menyebalkan. Anehnya kenapa suara itu kembali muncul dibenaknya sekarang?
"Om Alan!!!"
Lagi, Alan terperangah. Ia jelas-jelas mendengar panggilan itu. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru bandara untuk memastikan tidak ada gadis berusia 19 tahun bernama Sasha itu di sini.
"Astaga, Om Alan!"
Alan menahan napasnya sambil menekan dompet serta paspor yang ada di tangannya keras-keras berusaha tidak emosi ketika benar-benar melihat Sasha. Si gadis mungil yang jauh lebih pendek darinya. Berbeda dari wajahnya yang imut, aslinya gadis itu sangat aneh, dan menyebalkan.
"Ga usah pergi ke Bali," ucap gadis bertubuh mungil dengan potongan rambut segi sebahu warna hitam yang dikuncir kuda. Hari ini, Sasha memakai kaus polos warna putih dan celana boyfriend jeans,serta sneakers hitam list putih, tak lupa tas kecil yang diselempang di bahunya.
"Om Alan denger ga sih?" tukas Sasha kesal karena sejak tadi Alan tak meresponnya. Dari masker putih yang dipakaihya, jelas terlihat betapa gadis ini sangat terengah-engah.
Sejujurnya, meskipun Alan memakai earphone, ia bukan sedang mendengarkan playlist lagu. Tapi ia mendengarkan radio dari ponsel pintarnya.
"Om -"
Kali ini Alan beranjak dari duduknya di hadapan Sasha dan menghentikan kalimat gadis itu dengan meraih wajah Sasha. Menekannya cukup keras, merasa kesal. Namun tentu saja gadis itu tak bisa melawan tenaga Alan.
"Udah gue bilang jangan panggil Om, Om, Om. Gue bukan Om lo," tukas Alan kesal lalu melepaskan wajah Sasha yang sudah kelihatan memerah karena maskernya sedikit turun. Dan gadis itu pun sudah pengap-pengap.
"Terus mau gue panggil apa? Bapak Alan?"
"Mau ngapain ke sini?"
"Ya nahan lo pergi."
"Ya kenapa?"
"Mau ... Ngajak nikah."
"Hah?"
Sasha menggaruk tengkuknya yang tak gatal sebenarnya. Ia membuka tas kecilnya dan merogohnya dengan gusar. Namun seperti tak menemukan yang dicarinya, Sasha beralih meraba-raba setiap saku celana jeans-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED TO BE YOURS
RomanceAlan tak pernah membayangkan kalau ia akan dilamar oleh gadis kecil seperti Sasha. Padahal gadis yang baru menginjak usia 19 tahun itu dengan jelas menolak perjodohan mereka sebelumnya. Sasha sendiri merasa ingin menghardik diri sendiri ketika ia m...