Alan melepaskan stetoskop nya setelah ia selesai memeriksa tensi ayahnya lagi. Sementara Vania mengambil nampan berisi mangkuk bekas makan Marko yang sejak tadi ada di atas meja.
"Dokter udah kasih tahu semuanya. Tinggal Papa mau nurut atau nggak. Tensi Papa masih tinggi. Jadi sebaiknya gak perlu ngurusin kerjaan dulu," ucap Alan sambil merapikan alat tensinya.
"Apalagi ngurusin rumah tangga anaknya yang baik-baik aja," lanjut Alan kemudian beranjak dari duduknya dan berdiri di hadapan Vania.
"Begitu kamu memutuskan untuk hidup sama dia, urus dia dengan baik. Kontrol obatnya," ucap Alan menatap Vania dengan tegas.
"Bukan cuma kontrol keuangannya," lanjut Alan melangkahkan kakinya keluar kamar.
Vania menggigit bibirnya menahan kesal.
"Lihat kan? Anak itu kurang ajar banget. Itulah kenapa aku gak pernah mau punya anak! Dibesarkan baik-baik, tapi gak tahu diri!" omel Vania batal membawa nampan tersebut.Sementara itu, Alan kembali menuju kamarnya. Entah kenapa hari ini terasa sangat berat sekali baginya.
"Sha," panggil Alan menghampiri Sasha yang masih mengatur barang-barangnya di sofa, termasuk bantal dan selimut.
"Lo ... Masih tidur di sofa nanti malem?" tanya Alan.
"Iya," jawab Sasha singkat.
"Kok di sofa? Lo gak tidur sama gue aja?" tanya Alan seketika membuat Sasha menoleh padanya.
"Kenapa gue harus tidur satu tempat tidur sama Lo?"
"Karena ... Lo istri gue."
Sasha menahan napasnya. Ia menganggukkan kepalanya sementara kedua matanya terlihat berair.
"Iya. Gue kan istri Lo. Harus nurutin semua mau Lo sama keluarga Lo kan?" ucap Sasha sambil mengambil bantal dan selimutnya lagi dari sofa lalu menaruh nya di atas tempat tidur Alan dengan kesal.
"Nanti malem gue tidur di sini. Sekarang gue mau keluar dulu," lanjut Sasha hendak pergi. Tapi Alan menahan tangannya.
"Kenapa lagi? Gue ngelakuin salah lagi?" tanya Alan berusaha sabar karena sikap berubah-ubah Sasha.
"Lo bener. Orang kaya gue ... Lama-lama cuma akan dimanfaatin banyak orang, dibohongin terus."
"Maksudnya apa sih, Sha? Siapa yang bohongin Lo? Siapa yang manfaatin Lo?" tanya Alan bingung.
Sasha tak menjawab, ia melepaskan tangannya dari Alan kemudian berjalan menuju pintu kamar.
"Sha, kalau ada masalah tuh dibicarain bukan Lo kabur kaya begini. Lo udah dewasa kan?" ucap Alan seketika membuat Sasha kembali menutup pintu dan berbalik menghadap Alan.
"Lo yang manfaatin gue sama Oma, sama orang tua gue juga!"
Alan mengerutkan keningnya bingung. Ia tahu ke arah mana Sasha bicara, tapi kenapa dia berpikir kalau Alan juga terlibat? Jelas-jelas ia pun korban.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED TO BE YOURS
RomanceAlan tak pernah membayangkan kalau ia akan dilamar oleh gadis kecil seperti Sasha. Padahal gadis yang baru menginjak usia 19 tahun itu dengan jelas menolak perjodohan mereka sebelumnya. Sasha sendiri merasa ingin menghardik diri sendiri ketika ia m...