Bagian 2

1.8K 275 21
                                    

Ruangan penuh alat-alat olahraga itu terlihat sepi, namun masih bisa terdengar jelas samar-samar suara pukulan. Kaki-kaki jenjangnya yang dibalut celana kain hitam panjang ditambah sepatu fantofel mahal yang mengkilap melangkah dengan sombong menghampiri satu-satunya sumber suara di ruangan tersebut. Jas hitamnya ia rapikan lagi sebelum bertemu sang atasan yang kini masih sibuk memukul karung tinju.

Melihat wajah kacau atasannya yang begitu merah itu menandakan masih ada begitu banyak rasa kesal yang ingin dilampiaskannya pada sasaran tinjunya. Barang kali pria kelahiran Mei itu sudah berkutat dengan karung tinjunya selama dua jam lebih jika melihat dari rambutnya yang basah kuyub oleh keringat.

Na Jaemin, pria berjas rapi tersebut meringis membayangkan bagaimana kondisi tangan atasannya yang sudah sejak tadi digunakan memukul. "Eeh... Tuan Yoshi...?" Jaemin memanggil dengan ragu karena takut akan menimbulkan kekesalan lainnya bagi atasannya itu jika diganggu.

Panggilan itu akhirnya membuatnya menghentikan pukulan. Rambut hitamnya yang basah itu ia sugar ke belakang, buat keringatnya menetes membasahi lantai matras. "Kau dapat aksesnya?" Tanyanya kemudian seraya mulai lepaskan kain yang membalut tangannya agar tidak terluka ketika memukul samsak tadi.

Jaemin berdecak, lantas berucap, "jangankan akses ke pasar gelap, koneksi untuk bertemu dengan mafia paling ditakuti di dunia ini saja mudah bagi saya." Ucapnya penuh bangga menyombongkan kebolehannya dalam mencari informasi dan koneksi.

Sedangkan Yoshi, sang atasan, justru masa bodoh. Setelah melepas kain tinjunya Yoshi segera beranjak dari ruangan pengap tersebut dan dengan tak acuh meninggalkan Jaemin yang langsung ambil langkah untuk ikuti Yoshi tanpa tunggu perintah.

Bekerja dengan Yoshi membuatnya harus peka terhadap banyak hal. Yoshi tak banyak bicara, buat atasannya itu juga jarang berikan perintah langsung namun akan langsung mengamuk begitu ada yang sesuai dengan keinginannya yang padahal juga tak pernah ia suarakan hal seperti apa yang ia inginkan. Boleh dikata Yoshi adalah orang yang arogan. Jiwa kompetitifnya juga tinggi melebihi menara Tokyo jika kata Giselle, sekretarisnya di kantor.

Jaemin menunggu di depan pintu begitu Yoshi memasuki kamarnya. Jaemin hanya berdiri diam selama menunggu Yoshi yang mungkin sedang membasuh diri untuk bersiap pergi.

    

-- ♡ --

      

Dalam perjalanan panjang menuju tempat terlarang itu Yoshi hanya terdiam seraya menatap ke luar jendela mobil yang disetir langsung oleh Jaemin. Semakin jauh mobil melaju maka semakin jarang pula lampu penerang jalanan yang terlihat. Jalanan jadi tampak semakin gelap mencekam. Tak akan ada hal menarik di luaran sana selama perjalanan namun entah bagaimana Yoshi justru terpaku dengan pemandangan luar sana.

Ketika pepohonan di pinggir jalan sudah mulai terlihat lebih berjarak dan jalanan yang dilewati tampak lebih halus, akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan besar yang hanya diterangi oleh pencahayaan tamaram dan dijaga ketat oleh banyak pengawal berbadan besar, namun ada juga badannya kurus seperti Jaemin.

Mobil mulai melambat, lantas berhenti ketika kaca mobilnya diketuk. Tempo ketukan pada jendela mobil semakin cepat kala Yoshi tak juga membuka jendela mobilnya. Jaemin lantas membuka jendela di sampingnya dan memanggil seseorang yang berdiri sedikit lebih jauh darinya. Pria yang lebih kurus dari yang yang lain itu terlihat membuka penutup wajahnya kala melihat orang yang dikenalnya datang.

"Jaem, aku kira kamu masih besok datangnya." Ucapnya dengan senyum ramah di wajah tampannya.

"Gak, Pak bos minta sekarang. Aku bisa langsung masuk aja kan?" Balas Jaemin seraya berikan isyarat dengan tangannya menunjuk pada Yoshi yang duduk kursi penumpang di sampingnya. Berusaha katakan bahwa Yoshi tak suka diganggu saat ini dan agar biarkan ia lewat tanpa harus ada pemeriksaan.

Subjektif [ yoshihoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang