Rumah besar itu masih tampak sunyi tanpa penghuni bahkan setelah sang surya telah beranjak naik. Jumlah pelayan di dalam rumah itu dapat dihitung jari. Jauh dari ekspektasi rumah besar kebanyakan yang akan diramaikan oleh banyaknya pelayan rumah. Sepiring sarapan disajikan di atas meja makan, sesuai permintaan sang tuan rumah.
Berbeda dengan Yoshi yang memakan sarapannya di meja makan, Jihoon justru memilih menyantap sarapannya di meja dapur. Satu pelayan yang mengurus dapur itu hanya bicara sekali ketika menanyakan apa yang ingin Jihoon makan. Jihoon mulai terbiasa dengan kesunyian rumah itu.
Sudah semingguan Jihoon tinggal di sana, namun tak ada yang bisa ia lakukan selain duduk diam di dalam kamar atau dapur. Yoshi tak pernah bicara dengannya atau memberitahunya apa yang harus ia lakukan. Yoshi benar-benar memperlakukannya seperti sebuah barang berharga yang bagusnya hanya dijadikan sebagai pajangan yang kemudian akan dilupakan.
Jihoon meletakkan sendok kecil yang ia gunakan untuk mengaduk seduhan kopi di dalam cangkir putih. Jihoon tak biasa mengkonsumsi kopi karena masalah keuangan dan lambungnya, toh masih ada teh yang harganya lebih terjangkau olehnya. Ia sengaja membuat kopi itu untuk Yoshi. Selama melihat Yoshi setiap pagi, ia tahu Yoshi selalu meminum secangkir kopi sebelum berangkat kerja. Ia sudah bilang pada pelayan yang biasa siapkan kopi untuk Yoshi agar membiarkan ia yang membuat kopi tersebut.
Jihoon menarik nafas dalam untuk menenangkan dirinya dari rasa takut berhadapan dengan Yoshi. Pelan-pelan, Jihoon berjalan mengendap, lantas letakkan secangkir kopi itu di atas meja makan di sebelah Yoshi. Yoshi hanya melirik kopi itu, lalu mendongak pada Jihoon yang masih berdiri di sebelahnya.
"Ini apa?"
Jihoon tersentak, gelagapan tiba-tiba karena tak paham dengan pertanyaan yang Yoshi ajukan. "Itu, kopi... aku yang membuat ini, aku hanya ingin berterima kasih padamu karena sudah mengizinkanku bertemu lagi dengan adikku." Melihat Yoshi yang hanya diam dan tak hiraukan dirinya, Jihoon jadi berpikir bahwa Yoshi tidak menyukai tindakannya.
"Jika tidak—
Jihoon terkejut kala Yoshi menahan lengannya yang berniat mengambil kembali kopi buatannya. Jihoon berniat menyingkirkan kopinya karena ia pikir Yoshi tidak mau meminumnya.
"Tinggalkan saja di situ."
Cengkramannya pada tangan Jihoon delpas. Jihoon lantas mengangguk dan pergi dari sana setelahnya meninggalkan kopi buatannya. Ia memperhatikan dari kejauhan, ingin tahu apakah Yoshi akan benar meminumnya atau tidak. Yoshi hampir tidak menyentuh kopinya, namun ketika ia akan beranjak pergi ia sempatkan rasakan kopi buatan Jihoon tersebut. Lidahnya mengecap rasa dan tegukan selanjutnya menyusul sampai kopi itu habis tak tersisa.
Dari sana Jihoon tahu, selayaknya seorang manusia pada umumnya, Yoshi juga masih memiliki perasaan. Sifat dinginnya hanya digunakannya sebagai perlindungan dari sesuatu yang Jihoon sendiri juga belum tahu apa.
-- ♡ --
"Pak, anda harus datang ke acara yang diadakan oleh nenek anda sore ini. Acara itu mengumpulkan seluruh anggota keluarga." Giselle kembali mengingatkan Yoshi pada jadwalnya dengan keluarganya sore ini ketika mereka baru saja keluar dari ruang rapat.
Yoshi mendengus. Ia sudah seperti dicekoki oleh kegiatan itu sejak pagi tadi karena Giselle terus saja mengingatkannya untuk datang. Salahnya sendiri memang karena pernah meminta Giselle untuk terus mengingatkannya akan hal itu karena ia pasti akan lupa atau pura-pura tak ingat untuk menghindari acara tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Subjektif [ yoshihoon ]
FanfictionB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Pertama kalinya menghadapi dunia, tetapi semesta kerap pertemukannya dengan duri beracun yang begitu ingin matikan langkahnya. Jika hidup dengan label kepemilikan orang lain adalah jalan terbaik, maka di sanalah ia akan...