Dokter bilang darahnya rendah. Pening di kepalanya yang secara berulang kali muncul itu adalah pertanda yang selalu diabaikan. Walaupun tahu bagaimana kondisinya saat ini namun Yoshi tetap tak mau ambil pusing mengenai bagaimana ia harus menjaga kesehatannya setelah ini. Omongan dokter sudah macam angin lalu yang terlupakan sedetik kemudian. Ia benci rumah sakit. Tak pernah sedikit pun ia sudi untuk dirawat di rumah sakit mana pun. Kematian ayahnya dulu jadi awal ketidaksukaannya pada sistem rumah sakit.
Sore itu Yoshi berkemas. Penampilannya kembali dirapikan lepaskan seragam pasien setelah dua hari dipaksa bermalam dan berganti kenakan pakaian casual biasa yang nyaman. Suara pintu yang diketuk membuatnya menoleh tak sabaran, namun harus dapatkan kecewa tepat setelah pintu dibuka. Jaemin berdiri di ambang pintu dengan tatapan bingung. "Ada apa?"
Yoshi kerutkan kening heran, lantas menengok ke arah belakang punggung Jaemin, mencari keberadaan seseorang yang sudah ditunggu kemunculannya sejak tadi pagi. Jaemin ikut menoleh ke belakang, takutnya ada seseorang yang menunggu di belakangnya namun tak ada siapa pun di sana. "Apa ada sesuatu?" Tanyanya kemudian kembali menatap Yoshi.
"Kau datang sendiri?"
Mendengar pertanyaan itu membuat Jaemin jadi makin tak mengerti. "Iya. Memangnya seharusnya saya datang dengan siapa?" Tanyanya balik.
Yoshi balas menatap datar pada Jaemin yang baginya kini tidak bekerja dengan benar. "Jihoon? Kemana dia."
Jaemin mendengus. Baru ia ingat bahwa bosnya yang sebelumnya selalu bersikap dingin itu kini sudah jadi budak cinta yang tak mau jauh dari pujaan hatinya.
"Tadi pagi saya sudah mengantar Jihoon kemari. Apa anda tidak bertemu dengannya?" Heran Jaemin dapati situasi saat ini. "Tadi pagi saya hanya mengantar Jihoon kemari dan langsung pergi lagi karena ada yang harus diurus di kantor." Jaemin berusaha jelaskan dengan gamblang.
"Dia tidak datang sejak pagi." Yoshi termenung pikirkan kemana perginya Jihoon yang ternyata harusnya sudah ada di sini sejak tadi pagi, namun sampai sekarang pun tak ada tanda-tanda kedatangan pria manisnya itu.
"Bagaimana dengan Jeongwoo, apa dia masih di panti?"
Pertanyaan itu membuat Jaemin jentikkan jari teringat akan sesuatu. "Ah, benar. Hari ini Karina akan membawa Jeongwoo ke rumahnya. Jika Jihoon tidak di sini, kemungkinan dia pergi ke panti untuk membantu Jeongwoo pindah." Terang Jaemin lagi dengan bangga karena akhirnya temukan juga di mana kemungkinan Jihoon berada.
Yoshi berdecak kesal. "Kenapa Karina harus membawanya hari ini?! Kenapa tidak kemarin saja atau besok sekalian?! Dasar!" Semakin kesal, Yoshi beranjak keluar dari kamar inapnya, tak hiraukan Jaemin yang kebingungan dan berakhir ikuti saja apa mau bosnya itu.
-- ♡ --
Kamar kecil itu tampak lebih ribut dari biasanya. Suara ribut ocehan dari bibir kecil Minjeong tak ada hentinya ketika tangan-tangan pendeknya membantu memasukkan seragam sekolah Jeongwoo ke dalam tas besarnya. Minjeong terus berceloteh tentang rencana yang akan dilakukannya bersama Jeongwoo setelah Jeongwoo pindah tinggal bersamanya nanti. Gadis lima tahun itu memiliki begitu banyak yang ingin dilakukannya bersama Jeongwoo yang setelah ini akan jadi kakaknya.
Haruto di sisi lain, sebagai teman sekamar Jeongwoo yang sudah merasa jauh lebih dekat dengan Jeongwoo daripada siapa pun, ia sejak tadi tak hentinya beri nasehat pada Jeongwoo tentang bagaimana caranya hidup sendiri seolah ia sudah pernah rasakan jadi orang dewasa. Jihoon yang duduk di tepi ranjang Jeongwoo hanya bisa tersenyum melihat bagaimana anak-anak kecil itu kini menjelma jadi orang dewasa yang sok tahu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Subjektif [ yoshihoon ]
أدب الهواةB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Pertama kalinya menghadapi dunia, tetapi semesta kerap pertemukannya dengan duri beracun yang begitu ingin matikan langkahnya. Jika hidup dengan label kepemilikan orang lain adalah jalan terbaik, maka di sanalah ia akan...