Bagian 7

1.4K 227 20
                                    

Pagi hari menyapa. Jihoon tak bisa balas sapaan surya yang biaskan cahayanya menembus gorden dan menyapa wajahnya. Semalaman menahan sakit, ketika akhirnya ia bisa pulas tertidur maka jangka tidurnya akan jadi lebih panjang. Jihoon mengerjap saat rasakan bias matahari mulai terasa panaskan kulitnya.

Matanya ia kucek. Bibirnya meringis menahan sakit. Lagi-lagi berada di sebuah kamar yang asing baginya. Matanya lantas mengedar mencari si pemilik kamar. Bersamaan dengan ia yang baru akan turunkan kaki, pintu kamar terbuka. Yoshi terlihat berjalan dengan langkah cepat setelah melihat Jihoon sudah bangun dari tidur panjangnya.

"Mau apa? Diam saja di situ."

Jihoon urung menurunkan kakinya dan kembali menyelimuti diri. Ia sedikit tersentak ketika Yoshi tiba-tiba membuka selimutnya. Jihoon melebarkan mata, terkejut melihat keadaan kakinya yang terlihat semakin membiru.

Helaan nafas gusar terdengar nyaring. Jihoon beralih menatap Yoshi. Wajah dinginnya mungkin memang membuatnya takut untuk sesaat, namun jika diperhatikan lagi terdapat gurat rasa bersalah dalam garis wajah tampan Yoshi.

"Aku gak papa kok. Aku tahu aku yang salah semalam karena melawan." Jihoon meringis pelan. Walaupun sakitnya terkilir karena jatuh dari tangga tak tertahankan namun ia tak ingin Yoshi terlalu merasa bersalah atas apa yang tidak sepenuhnya merupakan salahnya.

Ceklek

Pintu kembali dibuka. Jaemin berdiri di depan pintu setelah menyapa dan ucapkan selamat pagi. Yoshi hampiri Jaemin. Jihoon tak tahu apa yang mereka bicarakan di sana namun setelah bicara singkat pada Jaemin, Yoshi segera mengambil jasnya dari dalam lemari dan pergi keluar tinggalkan ia dengan Jaemin berdua.

Jaemin segera menghampiri Jihoon, lantas menatap pada pergelangan kaki Jihoon yang membengkak biru. Jaemin menggeleng tak habis pikir.

"Kenapa?" Jihoon bertanya heran begitu melihat raut aneh Jaemin. "Itu terkilir semalam saat aku—

"Iya, saya tahu. Kamu tidak perlu menjelaskan." Jaemin memotong cepat, buat Jihoon mengerutkan keningnya heran namun tak lagi ambil pusing karena mungkin saja Yoshi sudah beritahukan pada Jaemin perkara semalam.

"Kamu kenapa di sini? Gak ikut ke kantor?"

"Saya diminta untuk menjagamu. Apa kamu perlu sesuatu?" Jaemin bertanya sopan. Namun kala tak juga dapat respon dari Jihoon, ia berinisiatif keluarkan salep lebam yang sudah ia siapkan dan berniat untuk mengoleskannya pada pergelangan kaki Jihoon.

"Aku bisa lakukan sendiri." Jihoon menjauhkan kakinya dari jangkauan Jaemin karena merasa tak enak.

"Tidak apa-apa, saya akan lakukan untuk sekarang. Selanjutnya nanti bisa kamu lakukan sendiri." Jaemin tetap kekeh. Tangannya dengan lembut geser kaki Jihoon mendekat dan secara perlahan-lahan mulai oleskan saleb tersebut.

"Saya tidak menyangka tuan Yoshi bisa jadi seliar ini. Seharusnya semalam saya tidak meninggalkannya begitu saja." Jaemin bergumam sendirian, namun masih cukup jelas untuk didengar oleh rungu Jihoon.

"Ini bukan salahnya, jangan bicara begitu. Ini juga salahku karena bertindak sembarangan dan tidak hati-hati." Jihoon kembali menyangkal. Entah kenapa tak ingin Yoshi terlalu disalahkan atas lukanya yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

Jaemin menatap Jihoon dengan alis bertaut, tak mengerti mengapa Jihoon begitu membela atasannya itu. "Kamu tidak merasa telah dirugikan dengan hal ini? Saya tahu kalian mungkin bersenang-senang, tapi tetap saja kamu lebih banyak dirugikan dalam hal ini—

"Maksudnya?" Jihoon memotong. Ia tak mengerti kenapa Jaemin seperti bicara ke arah yang berbeda dengannya. "Semalam aku jatuh dari tangga. Ya walaupun aku jatuh karena tuan Yoshi, tapi kurasa itu juga salahku."

Subjektif [ yoshihoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang