Sabtu pagi. Sang surya sudah tampak sombong di luar sana, dahului dua insan yang biasanya bangun lebih dulu sebelum matahari muncul di timur. Sepasang kekasih itu betah saling memeluk dengan mata terpejam. Satunya masih terlelap, namun yang satu hanya sekedar memejam menanti kekasihnya bangun dan lepaskan pelukan eratnya pada pinggangnya itu.
"Yoshiya, Yoshi Yoshi..." Tangannya sesekali menepuk punggung orang didepannya, berusaha membangunkannya. "Kamu libur kan?" Pertanyaan itu seperti tak dihiraukan. Yoshi hanya mengerang tak berarti dan justru semakin merangkul Jihoon erat.
"Yoshi, ayo bangun..." Tepukannya pada punggung telanjang Yoshi semakin keras, memaksa yang masih terlelap itu untuk segera bangun. Yoshi berakhir melepas pelukannya dan berbalik membelakangi Jihoon, kembali tidur. Jihoon berdecak, kesal juga karena Yoshi malah kembali tidur.
Selimutnya ia sibak, lantas turun dari ranjang. Jihoon berjalan memutari ranjang besarnya itu guna hampiri Yoshi di sisi lain ranjang. Selimut yang sedikit tersibak itu ia naikkan kembali untuk menyelimuti Yoshi. Jihoon berjongkok, matanya fokus menatap wajah lelap Yoshi. Tangannya mengusap lembut sisi wajah kekasihnya yang sepertinya masih kelelahan itu. Senyumnya terulas, kemudian berikan satu kecupan singkat di kening Yoshi, lalu bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Selesai dengan acara mandinya, Jihoon lantas mematut diri di depan cermin meja rias yang berada di samping ranjangnya setelah tadi mengganti pakaiannya. Jihoon sedang menyisir rambutnya saat satu lengannya yang menggantung bebas itu tiba-tiba digenggam. Jihoon menoleh, dapati Yoshi yang baru saja membuka mata.
"Kamu mau kemana, hm?" Suaranya keluar dengan serak, tanyakan rasa herannya melihat Jihoon yang rapikan diri di sabtu pagi. Jihoon meninggalkan sisirnya ke atas meja, kemudian tekuk lututnya sejajarkan tingginya dengan Yoshi yang masih betah berbaring.
"Kenapa? Aku gak mau kemana-mana."
"Terus kenapa kamu dandan pagi-pagi gini..." Yoshi menyipitkan mata, berusaha perjelas pandangannya yang sedikit kabur. Kantuk di kedua matanya membuat pikirannya yang masih setengah tertidur itu jadi linglung. "Ah... Aku lupa kalau kamu memang setiap hari selalu cantik."
Jihoon tertawa kecil mendengar penuturan dengan nada lesu itu. "Bangun dulu makanya, kamu ini." Yoshi hanya tersenyum, dan semakin lebar senyumnya saat rasakan bibir lembut Jihoon menyentuh pipinya.
"Coba cium sini." Telunjuknya menyentuh bibirnya, isyaratkan pada Jihoon bahwa lebih baik cium dirinya di bibir bukan di pipi.
"Gak mau," balas Jihoon masih sedikit tertawa. "Paling gak sikat gigi dulu sana, mandi sekalian kalau perlu. Jangan tiduran terus mentang-mentang ini sabtu ya."
Yoshi kembali hanya ulas sebuah senyum tipis. Satu tangannya masih genggam jemari tangan kanan Jihoon, di jari manisnya, di mana terdapat sebuah cincin yang sejak dua tahun lalu disematkan di sana sebagi tanda janji, serupa dengan miliknya. Meskipun bukan sebuah pernikahan yang sah, namun setidaknya cincin itu adalah tanda adanya sebuah ikatan.
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu alihkan perhatian. "Kan, ayo bangun. Kamu juga harus sarapan. Aku keluar duluan ya, jangan balik tidur lagi." Jihoon segera bangkit, kemudian pergi menuju pintu tinggalkan Yoshi yang hanya membalas dengan sebuah anggukan samar. Ketika pintu dibuka, seorang gadis kecil berusia tujuh tahun berdiri di depan pintu dengan senyum manisnya.
"Papa!"
"Hai sayang. Udah bangun dari tadi?" Jihoon menutup pintu kamarnya, kemudian menggandeng tangan kecil putri kecilnya yang tahun lalu diangkatnya dari panti bersama Yoshi. Naeun namanya. Seorang gadis kecil manis yang tinggal di panti asuhan sejak bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Subjektif [ yoshihoon ]
FanfictionB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Pertama kalinya menghadapi dunia, tetapi semesta kerap pertemukannya dengan duri beracun yang begitu ingin matikan langkahnya. Jika hidup dengan label kepemilikan orang lain adalah jalan terbaik, maka di sanalah ia akan...