Jihoon duduk melamun di dalam kamarnya. Memeluk lutut. Jihoon menggigit bibirnya sendiri. Sejak pulang dari rumah keluarga Yoshi semalam ia tak bisa tenang. Menggantikan bibirnya, ibu jarinya kini digigitnya tanpa sadar. Hari sudah menginjak siang namun Jihoon belum juga keluar dari ruang pribadinya. Ia takut bertemu dengan Yoshi ketika ia keluar nanti.
Rasanya pasti canggung, untuknya.
Suara pintu yang diketuk sadarkan Jihoon dari lamunannya. Jaemin berdiri di ambang pintu. Menatap heran pada Jihoon yang terlihat tak sadari kedatangannya. Ketika Jihoon akhirnya menoleh padanya barulah Jaemin berjalan masuk walaupun belum dipersilahkan masuk.
"Selamat pagi. Kita jadi bertemu adikmu hari ini?"
Jihoon tersentak atas pertanyaan itu. Ia sampai lupa jika semalam Yoshi memberitahunya bahwa ia boleh pergi menemui Jeongwoo hari ini. Mungkin balasan atas kerja keras Jihoon menyamar jadi perempuan dan harus rasakan sakit di tumitnya semalaman jadi Yoshi memberinya izin bahkan sebelum Jihoon bertanya.
"Jadi, ayo." Jihoon segera bangkit. Sedikit meringis rasakan sedikit nyeri di tumitnya yang belum juga hilang. Setidaknya sudah tidak sesakit semalam.
Jaemin keluar dari kamar lebih dulu. Sebelum Jihoon bertanya padanya, Jaemin sudah lebih dulu menjelaskan bahwa Yoshi lah yang memerintahkannya untuk menemui Jihoon dan membawanya bertemu dengan Jeongwoo.
"Ternyata tuan Yoshi jauh lebih baik dari yang kukira." Celetuk Jihoon tiba-tiba setelah Jaemin selesai dengan ceritanya. Mobil sudah melaju membawanya pergi.
"Kamu tidak akan pernah mengira bagaimana tuan Yoshi yang sebenarnya. Dia bisa jadi begitu berbeda di saat-saat tertentu. Kamu hanya perlu menantikan sisi lainnya yang akan terlihat nanti."
Jihoon tak lagi merespon. Entah kenapa ia ingin tahu lebih banyak mengenai Yoshi. Terutama alasan dibalik kenapa Yoshi rela membelinya dengan harga setinggi itu. Sejauh ini Yoshi hanya membiarkannya begitu saja selayaknya barang tak guna, jadi untuk apa uang 400 juta yang Yoshi keluarkan untuk membelinya?
-- ♡ --
Selain Jihoon, Yoshi juga rasakan kegelisahan yang sama namun berbeda. Bibirnya digigit kuat sampai rasanya bibir itu akan pecah kapan saja jika tidak segera dibebaskan. Giselle yang menunggu di depan meja kerja Yoshi itu hanya bisa menatap aneh bosnya yang kini justru mengacak rambut rapinya jadi berantakan sampai tak berbentuk.
Giselle mengerjap. Sebenarnya ia sedang menunggu sebuah tanda tangan ditorehkan di atas kertas putih yang tadi ia bawakan pada Yoshi atas permintaan bosnya itu sendiri, tapi sampai sekarang Giselle yakin Yoshi bahkan belum selesaikan membaca isi berkas tersebut.
"Maaf Pak, apa ada masalah dengan datanya? Ada yang perlu saya perbaiki?" Giselle segera menegur karena sadar Yoshi tak akan keluar dari lamunannya jika tidak segera disadarkan.
Dan benar saja. Yoshi sempat terlonjak kaget mendengar suara Giselle yang menggema di dalam ruangannya. Yoshi menggeleng pelan, sebelum kemudian kembalikan fokusnya pada pekerjaannya. Yoshi tanpa sadar membaca satu paragraf yang sama berulang kali karena saking tak bisa fokusnya ia.
Brakk
Giselle melompat kaget ketika Yoshi membanting berkas tadi ke atas meja. Ia pikir ada kesalahan fatal dalam data tersebut namun melihat bosnya itu yang kini justru menyangga kepalanya dengan kedua tangan jelas tunjukkan seberapa stress ia saat ini, dan itu bukan karena masalah dalam pekerjaannya.
"Aku pasti sudah gila..." Yoshi bergumam sendirian.
"Ya Pak? Apa ada masalah?" Giselle kembali bertanya. Berdirinya makin tegak siap saat Yoshi mengangkat wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Subjektif [ yoshihoon ]
FanfictionB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Pertama kalinya menghadapi dunia, tetapi semesta kerap pertemukannya dengan duri beracun yang begitu ingin matikan langkahnya. Jika hidup dengan label kepemilikan orang lain adalah jalan terbaik, maka di sanalah ia akan...