7. Dinner

2.4K 185 1
                                    

Hay semua 👋👋

[ JANGAN LUPA VOTE ]

semoga suka dan senang dengan ceritanya!!

HAPPY READING!!

**
"Kamu itu angin, yang datang lalu pergi begitu saja."

- Satria Putra Herdika

💐💐

Dipta begitu pun dengan Mikael kini berada di sebuah kafe, keduanya sedang melakukan dinner yang di suruh kedua orang tuanya, awalnya Mikael menolak ajakan Dipta, namun, Dipta memaksanya al hasil Mikael mengiyakannya saja.

“Permisi, Mas, Mba, mau pesan apa?” tanya seorang pegawai kafe menghampiri meja mereka.

“Mau makan apa?” tanya Dipta menoleh ke arah Mikael  yang sibuk memainkan ponselnya.

“Hum spageti sama es teh aja Om.” jawab Mikael tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.

“Spageti 2 sama es teh nya juga 2.” ucap Dipta.

“Baik, tunggu sebentar ya.” ucap pegawai tersebut pergi dari hadapan Mikael dan Dipta setelah menerima pesanan mereka.

“Mikael.” panggil Dipta.

“Iya kenapa?” tanya Mikael lagi dan lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.

“Saya bicara sama kamu, Mikael.” ucap Dipta mulai kesal dengan Mikael.

“Iya iya Om ini kan kita lagi bicara.” ucap Mikael masih terpokus dengan ponselnya.

Helaan nafas kasar keluar dari mulut laki-laki itu, beranjak dari duduknya, tangannya merebut ponsel Mikael dari genggamannya.

“Yah Om! Balikin ponsel saya dong!”

Mikael berusaha mengambil ponselnya, namun, ia urungkan niatnya sebab ponselnya di masukan ke jas milik Dipta.

Mikael mendengus kesal menatap laki-laki itu. “Dasar babi.” gumamnya.

“Kamu tuli?” tanya Dipta.

Mikael memutar bola mata malas. “Om itu bego atau gimana? Kalau saya tuli mana mungkin saya bisa jawab panggilan Om.” ujar Mikael, sudah jelas Mikael tidak tuli, aneh-aneh saja laki-laki di hadapannya ini.

“Saya sudah peringati, panggil saya Ip jangan Om lagi.” ucap Dipta mulai merasa lelah selalu memperingati gadis ini.

Mikael hanya cengengesan menatap laki-laki itu. “Hehe... Maaf gua lupa.”

“Padahal usia masih muda, masa udah lupa, banyak dosa emang.” sindir Dipta.

“Eh mak–“

Ucapan Mikael terpotong kala pesanan mereka sudah tiba. “Mas, Mba silahkan.” ucapnya.

“Makasih Mba.” ucap Mikael dan pegawai tersebut tersenyum membalasnya.

Dipta begitu pun Mikael mulai memakan hidangan kafe itu. Keadaan sangat hening begitu memulai makan.

“Ip, pernikahan kita bentar lagi ya?” tanya Mikael memulai topik.

“Hm.”

Mikael mendengus sebal mendengar jawaban deheman dari Dipta.


×


Mikael dan Dipta sudah selesai dengan acara dinnernya, keduanya sudah dalam perjalanan pulang. Mikael masih saja merasa kesal, sendari tadi Dipta terus mendiamkannya.

“Nih Om tumben diemin gua, biasanya paling aktif buat gua marah.” batin Mikael melirik wajah laki-laki itu.

Mikael yang sendari tadi terdiam sembari memandang jalanan, ekor matanya melihat sebuah taman yang begitu cantik dengan pemandangannya.

“Eh Ip, bisa berhenti di taman situ dulu gak? Plis.” mohon Mikael seraya menunjuk sebuah taman yang tampak sepi namun terlihat hangat jika di pandang.

Dipta perlahan-lahan melambatkan mobilnya, menoleh ke arah taman yang di tunjuk oleh Mikael.

Deg

“Kesana ayo, mau gak? Keliatan nyaman tau itu tamannya, mau gak?” tanya Mikael takut akan ekspresi Dipta akan menolaknya.

“Pulang saja, ini sudah larut.” ujar Dipta.

“Plis kesana dulu ya? Boleh ya?” mohon Mikael sambil memperlihatkan ekspresi wajah lucunya yang mampu membuat Dipta melihatnya sangat gemas.

Dipta menggeleng, menghilangkan perkataan dari pikirannya. “Pulang saja, ini sudah malam, nanti Mimih sama Pipih kamu nyariin.” ucap Dipta kekeh dengan pendiriannya masih tidak mengizinkannya untuk pergi ke taman tersebut.

“Ih gamau gamau! Ayo dong ke sana dulu!”

“Saya bilang pulang ya pulang, jangan ngebantah, bisa kan?” ucapnya dengan nada mulai meninggi, Mikael terdiam, pertama kalinya ia di bentak oleh seseorang. Percaya sebobrok dan sebarbarnya Mikael, jika sudah di perlakukan seperti ini, dirinya akan merasa sedih.

Mikael menundukkan kepalanya, isakan kecil keluar dari mulutnya. “Padahal cuman pamit bentar aja gak boleh.” cicitnya.

“Maafkan saya Mikael, karena masa lalu saya kamu menjadi korbannya.” batin Dipta.

Dipta menolak ajakan Mikael, karena taman itu  mengingatkan dirinya kepada Gina.

Flassback on

Kedua pasangan di tengah langit malam kini berjalan seraya tangan mereka bergandengan. “Ip sayang ke taman sana ayo?” tanyanya Gina seraya menunjuk sebuah taman di hadapannya.

“Ini udah malem sayangku, emangnya kamu gak pengen pulang?” tanya balik Dipta.

“Um sebentar doang kok, ke sana ya?” bujuk Gina.

“Ah baiklah sayang, ayo kita ke sana.” ucapnya hanya bisa pasrah, jika tidak di kabulkan kekasihnya ini akan marah.

“Hehe... sayang kamu deh.” ucapnya sangat antusias.

“Mana nih hadiahnya?” tanya Dipta sembari mengetuk-ngetuk pipinya.

Cup

Gina mengecup pipi laki-laki itu. Senyum lebar terlihat dari wajah laki-laki itu, menggandeng kembali tangan pacarnya.

Keduanya mulai berjalan ke arah taman tersebut, mendudukan dirinya di kursi yang ada di taman itu.

“Ip cantik ya bintang nya?” ujar Gina menatap bintang-bintang di atas langit sana.

“Iya cantik.” ucapnya sembari menatap Gina.

“Gin.” panggil Dipta.

“Iya?” tanya Gina, membalikkan tubuhnya untuk menghadap laki-laki itu.

“Kenapa dari banyaknya wanita, cuman kamu yang aku mau?” tanya Dipta mendapatkan gelengan dari Gina.

“Karena kalau hati ini,” ucap Dipta menggantungkan kalimatnya, meraih tangan Gina menempelkannya ke dadanya. “Karena kalau hati ini mau nya kamu, sebanyak apa pun wanita di luar sana, kalau aku maunya kamu pasti aku tetap milih kamu.” ucapnya melanjutkan.

Gina terkekeh dengan ucapan Dipta. “I love you my boy.” ungkap Gina.

“I love you more my girl.”

Flassback off

Mikael menoleh ke arah Dipta yang masih terdiam. “Kenapa gak jalan?” tanya Mikael dengan nada sangat pelan.

Dipta menoleh ke arah Mikael masih dengan keadaan yang menundukkan kepalanya.

“Maafkan saya, Mikael.” ujar Dipta kala merasa bersalah sudah menyakiti hatinya.

Mikael mengusap air matanya, menegakan kembali pandangannya ke depan.

“It’s okay.”

“Yaudah kenapa lo diem aja?” tanya Mikael terheran.

Dipta menatap ke arah Mikael yang seperti enggan menatapnya kembali, ucapannya kembali lo-gua yang berarti dia sangat marah walau pura-pura sudah tidak marah kepadanya.

“Iya kita pulang.”

PRADIPTA || RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang