8. Mahar

2.1K 171 0
                                    

Hayy semua 👋👋

[ JANGAN LUPA VOTE ]

semoga senang dan betah sama ceritanya

..

HAPPY READING!!

💐💐

Mikael keluar dari mobilnya Dipta setelah sampai di depan kampusnya, Dipta pun ikut keluar yang membuat Mikael terheran. “Ngapain sih pake segala ikut keluar?” tanya Mikael menatap sinis wajah laki-laki itu.

“Ini kampus saya, Mikael.” jawab Dipta dengan nada sedikit sombong.

“Hah apa? Gua gak salah denger kan ini?”

“Hm.”

“Ih yang bener dong kalau jawab!”

“Astaga, iya Mikael ini kampus saya.” jawab Dipta kesal.

“Wish keren banget lo Pak.” bangga Mikael sembari memberikan tepuk tangan heboh kepadanya.

“Pak?” beo Dipta.

“Iya Bapak, gua panggil Pak aja kalau lagi di kampus ye, lo kan bisa jadi dosen gua.” jelas Mikael.

Dipta hanya menggelengkan kepalanya. “Suka-suka kamu aja.” pasrahnya.

Mikael melirik Dipta di sebelahnya, hendak pergi dari sana, namun, ia mengurungkan niatnya, tiba-tiba sesuatu terlintas dari benaknya yang menjadi tanda tanya pertanyaan di sepanjang perjalanan.

“Eh bentar-bentar deh.”

“Kenapa?” tanya Dipta menatap Mikael datar.

“Kenapa lo bisa tahu gua kuliah di sini?” tanyanya terheran, Mikael bahkan tidak memberitahunya sama sekali, dan kebetulan juga, pemilik kampus ini adalah Dipta.

“Saya beserta Mamah saya dan Ibu kamu, punya rencana buat daftar in kamu di kuliah ini,” Dipta menggantungkan kalimatnya, mengembuskan nafasnya keluar. “Karena saya ke pikiran dengan kamu, jadinya saya beli kampus ini sebagai mahar saya untuk nikah nanti, dan setelah besok pernikahan kita terjadi, kampus ini akan resmi menjadi milik kamu.” lanjutnya.

“Mahar? Milik gua?” beo Mikael tercengo dengan perkataan Dipta barusan.

“Pak, lo di sini kagak bohongi gua kan?” tanya Mikael memastikan.

“Saya tidak bohong, Mikael.”

“OMG BAGAIMANA BISA INI? DI USIA GUA YANG SEKARANG BISA PUNYA KAMPUS SEGEDE INI?” teriaknya mampu mengundang perhatian orang-orang sekitar.

Dipta menutup lubang telinganya, teriakan gadis itu sangat membisingkan.

Mikael tersenyum horor ke arah Dipta, mengayun-ayunkan tangannya ke kiri dan ke kanan.

Dipta menatap curiga Mikael, sepertinya gadis itu meminta sesuatu. “Kenapa?” tanya Dipta.

“El janji kok Ip, gak bakal pake kata lagi lo-gua, serius.”

Mendengar perkataan Mikael barusan pasti ada maksud di baliknya. “Ni bocah kalau lagi ada maunya baikin gua.” batin Dipta.

“Bilang aja mau apa? Nanti saya kabuli.” ucapnya membuat senyum Mikael mengembang lebih lebar.

“Benaran?”

“Iya benar.”

“Undang Jeno ya nanti pas pernikahan kita?”

Wajah Dipta berubah datar. “Enggak.” tolaknya mampu membuat senyum Mikael luntur.

“Yeh dasar lo babi udah gua baiki malah ngelunjak!” hardik Mikael lantaran kesal dengan tolakan Dipta, padahal Dipta sendiri tadi bilang akan mengabulkannya.

Drett drett drett

Dipta merogoh sakunya untuk melihat siapa yang menelefonnya di pagi hari.

“Halo.”

“Halo Pak.”

“Saya cuman ingin kasih tahu, Bapak datang ke kantor sekitar jam berapa ya?” tanya sekretaris Dipta di seberang sana.

Dipta menatap arloji jam tangan yang melekat di tangannya. “Sebentar lagi mungkin, memangnya ada apa?”

“Ini Pak, hari ini klien meminta meetingnya di majuin, karena beliau sebentar lagi mau berangkat ke Filiphina

“Ah baiklah bentar lagi saya ke sana.”

Dipta memutuskan panggilan teleponnya kembali memasukkannya ke dalam sakunya.

Mikael masih diam di tempat, matanya menatap laki-laki itu tajam.

Dipta menoleh ke arahnya, membalas tatapan tajam dari Mikael. “Ngapa lo? Mau gua colok tu mata?”

“Sial ni bocah ganas bener.” batin Dipta membalasnya dalam diam.

Dipta melenggang pergi dari hadapan Mikael. Mengacuhkan gadis itu.

Mikael mendengus sebal menatap kepergian mobilnya Dipta.

“Dasar babi!” umpatnya seraya menampilkan jari tengah ke arah spion kaca mobil Dipta.

Dipta yang melihat itu dari kaca mobil hanya terkekeh kecil. “Lucu juga lo kelihatannya.” gumam Dipta tersenyum kecil.

××


BRUKK

Mikael yang terpokus dengan ponselnya pun tak sengaja menabrak seseorang, membuat buku yang di genggam orang itu berjatuhan ke lantai.

“Eh sorry ya, gua gak liat jalan barusan.” ucapnya meminta maaf kepada orang yang di tabraknya.

“Oh iya gapapa kok.” ucap perempuan itu.

Mikael membantu membereskan buku-buku yang di buat jatuh olehnya.

“Maka sih udah ba–“ ucapan perempuan itu terpotong begitu melihat siapa yang di hadapannya.

“LO GINA?”

“Mikael?”

“Gina, ini beneran lo kan?” tanya Mikael masih tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat sekarang.

Gina mengangguk antusias. “Iya ini gua, El.” jawabnya seraya keduanya berpelukan.

Mikael melepaskan pelukannya. “Gina, sumpah gua kangen sama lo.” ujar Mikael menggenggam tangan gadis itu.

Gina adalah sahabat Mikael semasa di SMP, keduanya menjalin hubungan dekat sebagai seorang sahabat. Namun, persahabatan mereka tiba-tiba putus begitu saja saat Mikael sekolah di luar kota oleh orang tuanya, semenjak itu Mikael begitu pun Gina tidak saling berkontak di sosial media, keduanya benar-benar seperti putus hubungan.

Gina membalas genggaman tangan Mikael. “El, plis gua masih gak menyangka bakal ketemu lo di sini.” ucapnya menahan tangisan air mata yang hampir jatuh, Mikael sudah di anggap seperti keluarga sendiri oleh Gina.

“Apalagi gua Gin, gua serasa mimpi lagi tau.”

“Lo gak mimpi El, lo sama gua bener-bener ketemu sekarang.”

“Ah serius? Astaga gua terharu banget ini.” ucapnya seraya mencubit pipi Gina karena tidak percaya.

Gina tertawa terkekeh dengan sahabatnya itu. “Ya Allah El, gereget banget lo ama gua.” ucap Gina.

Mikael tersenyum lebar. “Yaudah, sekarang gua gak bisa lama-lama, ada kelas soalnya, gapapa kan?” Gina mengangguk.

“Nanti kita ketemu di kantin oke? Oh oke.” pungkasnya tanpa memedulikan jawaban Gina apa.

Mikael melenggang pergi dari hadapan Gina. Gina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mengetahui sifat Mikael yang tidak pernah berubah sama sekali.


××


Dipta menghela nafas lega setelah berkas-berkas yang ada di mejanya sudah selesai. “Ah syukur deh beres juga ni berkas.” ucapnya seraya menutup pulpennya kembali.

“Yuhu Dipta!” panggil seseorang.

“Masuk, tidak di kunci.”

Ceklek

Helaan nafas kasar muncul dari mulut laki-laki itu saat kedatangan Gean ke ruangannya. Terkadang, Dipta suka merasa kesal saat kedatangan Gean, Gean hampir setiap hari mengunjungi kantornya, entah dia sedang apa di lingkungan sekitar kantornya.

“Nggak punya kerjaan banget lo, setiap hari datang ke kantor orang.” ketus Dipta menatap Gean datar.

Gean membalas tatapan datar dari temannya itu. “Eleh gausah kepedean lo met, gua kebetulan aja lewat kantor lo, sekalian lah mampir sambil silaturahmi.” jelasnya.

“Masa kebetulan hampir setiap hari.” nyinyirnya.

“Eh bambang! Lo ribet in amat cuman gua mampir.” ucapnya geleng-geleng.

“Serah.”

💐💐

Bersambung....

09 september 2022

JANGAN LUPA VOTE + SPAM SEBANYAK BANYAKNYA


-TBC-
                                                                                   

PRADIPTA || RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang