19. Pelukan Teman

698 39 3
                                    

"Elya, apa ada masalah sampai kamu ingin keluar dari pekerjaan ini?" tanya Pak Satya menatap Elya dengan lekat.

"Gak ada, Pak. Saya hanya ingin keluar dari pekerjaan."

"Apa yang kamu lakukan setelah keluar?"

"Tidak ada, saya hanya ingin istirahat," jawab Elya.

"Elya, ada masalah dengan rekan kerja? Kamu bilang saja, saya akan bantu carikan solusi. Bagaimana pun juga, kamu sudah lama bekerja di sini, kami akan merasa kehilangan kalau kamu benar-benar pergi," ucap Pak Satya.

Elya mengangguk-anggukkan kepalanya. Elya juga berat pergi dari perusahaan tempatnya bekerja, ada teman-temannya yang selama ini sudah baik padanya, tetapi Bariqi, Elya sudah berada di titik terendahnya untuk terus menolelir sikap Bariqi kepadanya.

"Pak, saya hanya butuh tanda tangan bapak untuk menyetujui pegunduran diri saya. Saya harap Pak Satya mau menandatanganinya," ujar Elya.

"Kalau itu keputusan kamu, saya tidak bisa apa-apa selain membiarkan kamu pergi. Di mana pun nanti kamu bekerja, saya harap kamu bisa berkembang di sana. Menjadi koki hebat seperti yang kamu cita-citakan. Suatu saat kalau kamu ingin kembali, kembalilah, kami tetap menerima kamu," ucap Pak Satya.

"Terimakasih, Pak," ujar Elya. Ia pikir akan sulit mendapatkan tanda tangan Pak Satya, tetapi Pak Satya membiarkannya keluar dengan mudah.

"Tetapi kamu gak bisa keluar begitu saja. Besok saya akan cari orang untuk menggantikan posisi kamu sebagai asisten Chef Bariqi. Kamu baru bisa keluar setelah satu bulan dari asisten baru itu datang untuk serah terima pekerjaan," jelas Pak Satya.

"Baik, Pak. Terimakasih atas pengertiannya, saya pamit kembali kerja dulu, ya," ucap Elya.

"Iya, silahkan," jawab Pak Satya. Elya bergegas bangkit dari duduknya, gadis itu mengangguk pelan dan pergi dari sana,

Tatkala Elya membuka pintu ruangan Pak Satya, Elya melihat seorang pria berdiri di sana.

"Elya, kita harus bicara," ucap Bariqi. Elya menggelengkan kepalanya tanda tidak mau bicara, gadis itu pergi dari hadapan Bariqi.

"Elya, ada yang harus kita bicarakan," ucap Bariqi tidak mau menyerah.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan, chef," jawab Elya berlari tergesa-gesa menuju dapur. Bariqi memijat pelipisnya dengan pelan. Elya berubah drastis untuk saat ini.

Bariqi tidak menyangka kalau Elya akan mengajukan pengunduran diri. Ia pikir Elya hanya sekadar marah dan bisa dibujuk, tetapi dugaannya salah besar. Elya benar-benar akan keluar dari pekerjaan dan Pak Satya menyetujuinya. Bariqi sudah terbiasa dengan Elya, Bariqi tidak bisa membayangkan bagaimana sepi harinya saat tanpa Elya.

Hal yang paling Bariqi sesali adalah, saat ia berkata sembarangan pada Elya. Jelas-jelas Bariqi tahu Elya luar dalam, gadis itu tidak pernah dekat dengan laki-laki mana pun, tidak pernah punya pacar dan sangat sulit ditaklukkan. Tidak terhitung berapa banyak staf hotel yang menyatakan suka sama Elya, salah satu dari mereka tidak ada yang diminati Elya, tetapi Bariqi dengan sembarangan mengatakan Elya murahan. Hanya karena marah sesaat, membuat Bariqi melukai perasaan Elya.

Jam istirahat telat tiba, semua staf dapur berada di ruang istirahat untuk makan atau sekadar menyelonjorkan kakinya. Kalau biasanya Elya akan berkumpul bersama Vino untuk saling bertukar makanan, tetapi kini berbeda.

Elya berada di pojok ruangan sembari memakan biskuit yang ia bawa. Tatapan Elya tampak kosong, banyak yang dipikirkan gadis itu sampai gadis itu tidak fokus.

Bariqi duduk di samping Vino dan Luis, pandangan pria itu tidak lepas dari Elya, pun dengan dua pria di sampingnya.

"Yang aku takutkan bukan Elya keluar dari pekerjaan, melainkan gadis ceria itu berubah menjadi pendiam," cicit Vino dengan pelan.

Galanga ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang