21. Kepedihan Yang Nyata

629 50 2
                                    

Elya, Bariqi dan Vino terdiam di hadapan Pak Prasetya yang kini menatap ketiga pemuda itu dengan tatapan yang menuntut penjelasan. Namun, ketiga pemuda itu diam. Elya tidak bisa menahan air mata yang terus mendesak keluar. Beberapa hari ini Elya merasakan jalan hidup yang ia jalani sangat berat, dan kini harus terlibat kasus begini. Bertengkar dengan rekan kerja saja tidak diperbolehkan, tetapi ini sampai adu jotos.

“Ekhem.” Pak Prasetya berdehem pelan. Kini pandangan Prasetya mengarah lurus pada anak semata wayangnya, Bariqi. Bariqi yang ditatap pun memalingkan wajahnya. Enggan memberikan penjelasan.
Pak Prasetya, direktur utama sekaligus owner Hotel Sunflowers adalah ayah Bariqi. Bariqi yakin saat pulang nanti, pasti ayahnya akan memarahinya habis-habisan. Meski tidak banyak yang tahu kalau Bariqi anak dari Pak Prasetya, tetapi sikap Bariqi yang seperti ini sangat membuat malu.

“Bariqi, ada yang mau kamu jelaskan?” tanya Pak Prasetya.

“Tidak ada,” jawab Bariqi.

Brak!

Elya dan Vino tersentak saat Pak Prasetya memukul meja dengan kencang. Elya dan Vino saling berpandangan, tetapi tidak ada suara yang keluar dari bibir keduanya.

“Baiklah kalau tidak ada yang mau bicara. Berikan surat resign, saya akan tanda tangan langsung,” ujar Pak Prasetya.

“Yes.” Elya memekik senang. Semua mata menatap ke arahnya, seketika Elya gelagapan.

“Ini hanya kesalah pahaman biasa antara saya dengan Vino, Pak,” ujar Bariqi yang akhirnya membuka suara.

“Kesalah pahaman apa?”

“Chef Bariqi menghalangi Elya yang akan keluar dari sini, lalu saya merekomendasikan tempat kerja yang baru. Namun, Chef Bariqi marah-marah dan terjadilah aksi pukul.” Vino ikut bersuara.

“Kamu yang mukul aku duluan,” sentak Bariqi tidak terima.

“Kamu yang mancing emosi. Aku sedang berbicara dengan Elya, tapi kenapa kamu ikut-ikutan, hah?”

”Elya asistenku, jadi aku berhak tahu.”

“Hanya asisten, bukan pacar, adik atau pun keluarga. Elya juga manusia, kamu sudah memperlakukan dia semena-mena.”

“Oh, jadi kamu merasa kamu sudah memperlakukannya dengan baik?” tanya Bariqi mengangguk-anggukkan kepala.

“Iya, memangnya kamu yang selalu menyakiti dia.”

“Sialan,” maki Bariqi yang siap meninju lagi rahang Vino. Namun, terhenti dengan gebrakan meja dari Pak Prasetya.

“Kalian kalau mau berantem, silahkan pergi dari ruangan ini!” kata Pak Prasetya tegas.

Bariqi dan Vino terdiam, kendati demikian pandangan mereka masih sama-sama menajam, ingin menghajar satu sama lain.

“Bariqi, Vino, keluar kalian. Saya mau bicara sama El,” ujar Pak Prasetya.
“Tapi Pa-”

“Keluar!” titah Prasetya lagi menatap tajam anaknya.

Bariqi mendengus kesal, pria itu pun dengan cepat keluar dari ruangan Pak Prasetya. Pun dengan Vino, meninggalkan Elya seorang diri di sana. Elya menundukkan kepalanya, ia merasa tidak enak sudah menimbulkan keributan di sana.

“Elya, kamu mengajukan resign, benar?” tanya Pak Prasetya merendahkan nada bicaranya.

“Benar, Pak.”

“Elya, saya tahu itu hak kamu untuk resign. Namun saya menyayangkan kalau kamu keluar begitu saja, sedangkan kamu sudah lama bekerja di sini. Kalau boleh tahu apa masalahnya ada pada bariqi?”

Galanga ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang