43. Katakan Mencintaiku!

384 35 11
                                    


Bariqi mengetuk-ketuk ujung jari di pahanya. Suasana sangat canggung saat antara dirinya dan Elya tidak ada yang membuka suara. Bagaimana mau membuka suara, sejak tadi mood Elya tidak baik. Setelah menyiram kopi di wajah adiknya, ibu Elya mengusir Elya untuk pergi. Bahkan semua baju Elya juga dikeluarkan oleh ibunya.

Ayah Elya mencegah Elya pergi, tetapi Elya pun kukuh pergi. Elya bilang akan kembali bekerja di tempat semula. Bariqi senang Elya akan berada di dekatnya lagi, tetapi di sisi lain, Bariqi sangat iba Elya harus mendapatkan perlakuan tidak baik dari ibunya.

Meski Bariqi tidak merasakannya secara langsung, tetapi Bariqi tahu betul betapa sakit hatinya Elya saat diusir oleh ibunya sendiri. Kalau bisa, Bariqi menghajar ibu dan adik Elya, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena bagaimana pun ibu Elya tetaplah orang tua.

"Maafkan aku," cicit Elya setelah lama diam.

Saat ini Elya dan Bariqi tengah berada di kereta api untuk perjalanan ke Kota Batu. Sebentar lagi sampai di stasiun Kota Baru, dan baru satu patah kata yang keluar dari bibir Elya.

"Kenapa minta maaf?" tanya Bariqi.

"Karena aku, kamu harus melihat pertengkaran di rumahku," jawab Elya.

Bariqi menarik tangan Elya, pria itu mengelus tangan sang kekasih dengan lembut. Tidak hanya itu, Bariqi juga membawa tangan Elya ke bibirnya. Ciuman lembut Bariqi berikan kepada Elya. Seutas senyum tersungging di bibir Elya, dia merasa nyaman saat Bariqi mencium punggung tangannya.

"Kenapa kamu tidak pernah cerita apapun padaku?" tanya Bariqi menatap lekat manik mata Elya.

Elya hanya menggeleng pelan, Bariqi beralih menangkup wajah Elya, memaksa sang kekasih untuk menatapnya.

"Elya, aku tidak peduli bagaimana latar belakang keluarga kamu. Tapi aku sangat peduli dengan perasaan kamu. Sekarang ada aku yang akan berada di sampingmu, berjalan bersamamu dan melindungimu. Aku tidak akan membiarkan orang lain menyakiti kamu. Mulai sekarang, apapun yang terjadi sama kamu, dan apapun yang kamu rasakan, kamu wajib memberitahukan semua kepadaku!" ujar Bariqi bertubi-tubi.

Elya menatap lekat mata Bariqi, menyelami kebohongan pada kekasihnya. Namun, yang ada hanya kejujuran. Elya mengangguk, perempuan itu mengelus tangan Bariqi yang masih menangkup wajahnya.

"Aku tidak ingin kamu datang ke rumahku karena ini. Sifat ibuku ya begitulah. Selalu adikku yang dibela," cicit Elya.

"Elya, kamu perempuan, kamu kerja harus buat nyenengin kamu sendiri. Bukan maksud aku ngajarin kamu jelek untuk tidak membalas budi ibumu, tetapi kamu juga wajib memprioritaskan kamu sendiri. Makan enak, jalan-jalan, nongkrong sama teman-teman sebaya kamu, kamu harus melakukannya," oceh Bariqi.

"Teman sebayaku di tempat kerja hanya Vino dan Luis, besok aku nongkrong sama mere-"

"Nggak!" sentak Bariqi dengan cepat menyela ucapan Elya.

"Lah tadi katanya harus nongkrong sama teman sebaya, mereka teman sebayaku," kata Elya.

"Ya nggak cowok juga kali, Sayang. Kan ada teman-teman cewek," ujar Bariqi.


"Aku nggak punya teman cewek, temanku hanya Dewa sebelum kenal sama Luis dan Vino."

"Aku cabut ucapanku. Nggak ada ceritanya nongkrong sama mereka, lihat kamu sama mereka saja aku sudah empet," maki Bariqi.

"Cemburuan banget, Pak," ledek Elya.

"Kamu cemburuan juga," ejek Bariqi tidak mau kalah.

"Siapa yang cemburuan? Aku biasa saja tuh. Saat lihat kamu sama cewek-cewek lain, memangnya aku pernah marah? Nggak, kan?"

"Oh ... nggak marah, ya? Ya sudah aku telfon Cici sekarang buat jemput aku di stasiun. Pasti dia senang banget," ucap Bariqi merogoh hp di saku celananya. Buru-buru Elya menahan tangan Bariqi.

"Nggak boleh hubungin Cici!" pekik Elya bersungut-sungut.

"Lepasin!" titah Bariqi menatap tangan Elya yang memegang erat tangannya.

"Nggak," jawab Elya.

"Lepasin, Elya!" desis Bariqi.

"Nggak mau." Elya berucap kukuh.

"Aku mau ambil hp."

"Nggak boleh kalau itu buat hubungin Cici!" tegas Elya.

"Katanya nggak cemburu. Kenapa sekarang melarangku menghubungi Cici?" tanya Bariqi menaikkan sebelah alisnya.

Elya masih bersungut-sungut, bibir gadis itu melengkung ke bawah, hampir mewek gara-gara Bariqi. Memang benar sedingin apapun cewek, segalak apapun cewek, dia akan menjadi dirinya sendiri saat bertemu dengan orang yang membuatnya nyaman. Sama halnya Elya sekarang, dulu benteng pertahanan Elya sangat tingi, tidak membiarkan siapapun mendekatinya, tetapi sekarang, Elya sudah bucin akut dengan Bariqi.

"Jangan hubungi Cici!" rengek Elya memelas. Elya tidak ingin Cici menjemput Bariqi karena Elya takut Bariqi akan fokus pada gadis itu, secara antara Elya dan Cici lebih cantik Cici.

"Katakan kalau kamu cemburu!" titah Bariqi menggoda Elya. Elya diam, gadis itu hanya menatap Bariqi.

"Cepat, katakan kamu cemburu dan kamu mencitaiku!" titah Bariqi.

"Kamu kan sudah tahu kalau aku cinta sama kamu," jawab Elya.

"Aku pengen dengar lagi. Aku akan merekamnya," ujar Bariqi melepas tangan Elya. Pria itu menarik hpnya dan mengotak-atik untuk mencari menu kamera.

Bariqi mengarahkan kameranya pada Elya, Elya berusaha menutup kamera belakang Bariqi.

"Ayo, Elya! Katakan kalau kamu cemburu dan kamu mencintaiku!" titah Bariqi semakin gencar menggoda Elya.

"Nggak mau," jawab Elya.

"Ya sudah aku hubungi Cici," ancam Bariqi.

"Iya iya ... aku cemburu saat kamu sama cewek lain apalagi Cici. Aku cinta sama kamu, Mas," aku Elya sedikit kencang.

Bariqi tergelak melihat wajah Elya yang sangat lucu di kamera. Pria itu menyimpan video pengakuan cinta dari sang kekasih. Bariqi akan menyimpannya baik-baik dan tidak akan menghapusnya.

"Hishh nakal," hardik Elya menarik tangan kiri Bariqi dan menggigit tangan pria itu dengan kencang. Bariqi menahan teriakannya karena takut mengganggu penumpang lain.

Padahal mereka sudah mengganggu penumpang lain, lebih tepatnya penumpang yang tepat berada di hadapan mereka. Bangku kereta ini hadap-hadapan, dan dua orang yang berhadapan dengan mereka adalah dua gadis yang jomblo. Dua gadis itu sejak beberapa menit lalu melihat kebucinan sepasang kekasih di hadapannya. Rasanya pengen terjun saja dari kereta, tetapi masih sayang nyawa.

Setelah memastikan videonya tersimpan, Bariqi kembali mengotak-atik hpnya. Elya menatap curiga pada Bariqi. Apalagi saat Elya mendengar suara nada menunggu panggilan.

"Kamu menelfon siapa?" tanya Elya mendekatkan kepalanya ke hp Bariqi. Namun, Bariqi sedikit menghindar.

"Kamu menelfon siapa?" tanya Elya lagi saat Bariqi tidak menjawab.

"Aaa ... Mas, kamu telfon siapa?" Elya merengek dan mencoba mengambil alih hp Bariqi.

"Duduk yang benar, Elya!" titah Bariqi.

"Aku mau dengar kamu menelfon. Pasti kamu nelfon Cici," tuduh Elya.

Elya berdiri, gadis itu ingin meraih hp Bariqi. Bariqi mengangkat hpnya tinggi-tinggi. Elya tidak menyerah, dia tetap ingin merebut hp Bariqi, tidak Elya biarkan Bariqi menghubungi perempuan lain. Namun, karena tidak hati-hati, Elya jatuh menimpa tubuh Bariqi. Karena tidak bisa menyangga keseimbangan tubuhnya, Bariqi pun ikut limbung, tersungkur dari kursi yang empuk menuju ke bawah.

Suara bedebum terdengar sangar kencang, pun dengan suara salah satu penumpang, "Pak keamanan, ada keributan di gerbong tiga!" teriak penumpang itu. Bertepatan dengan kereta yang sudah sampai di stasiun Kota Baru, Bariqi segera membantu Elya bangun.

Dengan cepat Bariqi mengambil tas Elya dan menarik tangan kekasihnya untuk pergi dari sana sebelum diadili oleh staf keamanan. 

Galanga ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang