22. Rasa Kecewa Seorang Kakak

675 47 2
                                    

Bariqi menatap jendela kereta api yang menampilkan kerlap-kerlip lampu jalanan yang ia lewati. Selama dua puluh delapan tahun Bariqi hidup, Bariqi sudah mengenal banyak wanita. Mulai dari wanita baik, polos, naif, dan berbagai jenis sifat lainnya. Namun, ia baru menemukan sosok wanita yang sangat istimewa di hatinya. Wanita itu terlihat biasa saja, tetapi Bariqi tidak bisa jauh-jauh dari wanita itu.

Elya Rembulan, gadis yang namanya sudah tertancap permanen di hati Bariqi. Dengan siapapun Bariqi dekat, tetap nama Elya yang terus menjadi pemenangnya. Sekarang, Bariqi harus melepaskan gadis itu. Entah dalam waktu sebentar atau dalam waktu yang lama. Harapan Elya kembali ke Sunflowers sangat sedikit, setelah apa yang ia lakukan, Bariqi tidak tahu pasti apa Elya akan kembali.

Bahu Bariqi bergetar, pria itu menangis dalam diam. Bariqi sudah berusaha menengadahkan kepalanya agar tidak ada air mata yang jatuh. Namun, Bariqi sudah tidak mampu lagi, pria itu menangis karena perempuan bernama Elya.

Sepanjang perjalanan dari Tulungagung ke Stasiun Kota Baru, air mata pria itu terus berjatuhan. Tidak peduli banyak orang yang menatapnya, tidak peduli banyak orang yang menjadikannya buah bibir, rasa sakit yang dibendung Bariqi sudah meminta dilepaskan.

Hujan deras terus mengguyur bumi, hingga Bariqi sampai di Stasiun Kota Baru, derai air mata dari kelopak mata Bariqi tidak kunjung kering. Pria itu tidak peduli meski hujan sangat deras, ia menerjangnya untuk menuju ke mobil yang terparkir di seberang jalan.

Tidak berbeda jauh dengan Bariqi, Elya pun demikian. Gadis itu diam di atas becak, hujan rinti-rintik membasahi sebagian kakinya. Masih Elya ingat jelas pelukan Bariqi yang sangat erat di tubuhnya, pun dengan air mata Bariqi yang membasahi pundaknya. Siapa bilang Elya tidak berat meninggalkan pria itu. Awalnya Elya ingin pergi yang jauh agar Bariqi tidak melihatnya lagi, tetapi ini kali pertamanya ada seorang pria yang menangisi kepergiannya. Di sudut hati Elya, ada perasaan tidak tega. Hati perempuan memang lebih lembut dari laki-laki. Sudah berulang kali Elya disakiti Bariqi, tetapi saat melihat Bariqi menangis, Elya tidak kuasa menahan kesedihannya.

“Mbak, pulang kampung, ya?” tanya tukang becak sekadar basa-basi.

“Iya, Pak,” jawab Elya.

“Wah, pasti seneng banget ya ketemu keluarga di rumah,” ujar tukang becak lagi.

Elya tidak membalas ucapan tukang becak itu. Elya tidak tahu pasti apa kedatangannya disambut orang rumah. Mengingat uang yang ia bawa hanya sedikit.

Tidak berapa lama, Elya sampai di gang depan rumahnya. Perempuan itu menyeret dengan tidak semangat tas berisi barang-barangnya. Setelah memberikan uang pada tukang becak, gadis itu menuju rumahnya, melewati gang kecil yang hanya bisa dilewati satu motor.

“Eh Elya, baru datang El?” tanya tetangga El menyapa gadis itu.

“Iya, Mbak,” jawab Elya mengusung senyumnya.

Setelah berbasi-basi kecil, Elya segera pulang ke rumahnya. Elya mengetuk rumahnya yang tertutup rapat.

“Bu, Ibu!” panggil Elya mengetuk pintu rumahnya.

Suara pintu terbuka membuat Elya bisa melihat perempuan paruh baya yang sangat ia rindukan. Ibunya berdiri di hadapannya, Elya segera mengulurkan tangannya untuk menyalami sang ibu.

“Loh Elya, kenapa bawa tas besar?” tanya Arumi menatap tas yang dibawa anaknya.

“Bu, aku sudah nggak kerja lagi di sana,” jawab Elya.

“Terus rencana kamu ke depan apa? Mau kerja di mana?” tanya Arumi.

“Aku baru pulang loh, Bu. Ibu gak ingin aku masuk?” tanya Elya pelan.

Galanga ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang