35. Gara-gara Jalan

553 39 5
                                    

Bariqi, Putri, Aan, Galang dan beberapa teman Bariqi kini berada di ruang tamu. Prasetyo menatap Bariqi dengan tatapan garangnya. Pria paruh baya itu sungguh tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Bariqi. Otak anaknya daripada baiknya, lebih banyak buruknya.

"Jelaskan kepada ayah!" titah Prasetyo pada Bariqi.

"Jelasin apa?" tanya Bariqi kikuk.

"Masih tanya lagi. Hari ini kamu sudah menyusahkan banyak orang. Kamu nyuruh aku bawa pasukan, aku sudah bawa, tapi setelahnya kamu gak balas pesanku. Harusnya kalau mau digerebek jangan di kamar, di teras biar banyak yang tahu," oceh Aan.

Mendengar itu membuat Prasetyo makin murka. Anak dan teman anaknya sama saja. Putri menjewer telinga Aan sedikit kencang, "Sudah ibu bilang jangan sesat kayak Bariqi, malah kesesatan kamu nambah-nambah!" tegur Putri. Aan mengangguk sembari mengaduh kesakitan.

"Bariqi, yang kamu lakukan ini salah. Kamu mau menjebak Elya? Yang ada kamu malah mempermalukan dia. Sebagai laki-laki, kamu harus bisa menjaga marwah seorang perempuan. Tadi kalau bukan ayah yang menghalangi mereka, menurutmu apa yang akan terjadi sama kamu, hah?" tanya ayah Bariqi bertubi-tubi. Pria itu memelototi anaknya yang terlihat sama sekali tidak bersalah. Anaknya sangat bebal.

"Bariqi, kalau dinasehati orang tua tuh didengerin!" pekik Putri yang sudah kesal.

"Aku dengerin kok, Bu. Tapi ya itu, keluar lagi dari telinga kiri," jawab Bariqi.

"Gini kok mau nikah. Dinasehati orang tua saja kamu cengengesan. Nanti dilempar sama mertua kamu baru tahu rasa," kata Prasetyo.

"Tenang saja, Yah. Calon mertuaku tukang mabuk, kok. Nanti aku ajak mabuk bareng," jawab Bariqi.

Prasetyo dan Putri menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa karena lemas mendengar jawaban dari Bariqi. Tidak tahu harus menasehati Bariqi dengan cara apa lagi.

"Yah, untuk dua hari ke depan aku mau libur. Aku mau kencan," kata Bariqi menepuk pundak ayahnya. Pria itu langsung pergi dari acara persidangan mendadak.

"Heh, mau kemana?" tanya Prasetyo setengah berteriak.

"Tidur, besok akan ada hari yang panjang," jawab Bariqi.

Bariqi tidak peduli kalau orang tua dan teman-temannya masih berada di sana. Besok Bariqi akan mengajak Elya jalan-jalan, dia harus mengistirahatkan tubuhnya agar besok tetap vit.

"Bu, Pak, aku pulang dulu. Makasih makanannya, makasih juga rokoknya," ucap Aan merogoh saku celananya dan menunjukkan rokok bermerk yang harganya lumayan mahal.

Prasetyo ingin menendang bocah itu sekarang juga. Tadi Prasetyo menyuruh Aan membelikan dua pres rokok, dan Aan mengambil satu pack yang katanya ongkos beli.

Setelah kepergian teman-teman Bariqi, Putri menatap suaminya, "Ini nih kelakuan anak kamu. Persis kayak kamu," hardik Putri menusuk-nusuk kening suaminya.

"Bagian jeleknya saja kamu bilang anakku. Kalau Bariqi pas baik kamu puji-puji dia anak kamu," ejek Prasetyo.

"Karena memang dari dulu aku baik," jawab Putri.

"Sikap percaya diri kamu itu yang nurun pada Bariqi. Punya anak satu saja kayak produk gagal begini," umpat Prasetyo menarik bantal sofa dan memukulkan pelan ke pundak istrinya.

"Kalau produk gagal, kamu yang harus disalahkan. Kamu sebagai yang goyang dan aku yang jadi wadah. Jadi semua salah kamu!" hardik Putri lagi.

Prasetyo kicep, dia memilih diam dari pada kembali disalahkan lagi oleh Putri. Dalam hati dia mengumpati kenapa wanita tidak pernah mau mengalah. Kalau masalah berdebat, pasti maunya menang sendiri.

Galanga ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang