Saat di kandangnya sendiri, Bariqi bagai singa yang siap mengaung kapan saja. Di dapur tempatnya bekerja, siapapun yang salah, tidak akan luput dari amukan Bariqi. Namun, saat ini Bariqi harus menciut di hadapan ibu Elya. Sejak kedatangannya, ibu Elya menatap Bariqi dengan tajam.
Bariqi menjadi serba salah di sini, tetapi dia bukanlah pria cupu yang mundur begitu saja. Ibu Elya menatapnya dalam diam, membuat Bariqi menerka-nerka apa yang sebenarnya dipikirkan perempuan yang terlihat masih muda itu.
Bariqi membuka bibirnya ingin berbicara, tetapi terhenti saat seorang pria paruh baya memasuki rumah.
"Loh ada tamu. Teman kamu, Raf?" tanya Rahman menatap Bariqi sembari mengusung senyum.
Bariqi langsung berdiri, pria itu mengulurkan tangannya pada Rahman yang langsung disambut baik oleh pria itu.
"Aku pacare Elya, Pak," ujar Bariqi memperkenalkan diri.
Bariqi yakin kalau pria itu adalah ayahnya Elya. Saat bersama ayah Elya, Bariqi akan lebih sat-set, tidak peduli bila nanti Elya marah.
"Pacarnya Elya? Silahkan duduk, Nak. Anak mana? Sudah lama sampai?" tanya Rahman masih dengan senyum ramah. Bariqi sedikit lega saat ayah Elya menyambutnya dengan baik.
"Rumahku Batu, Pak. Rekan kerja Elya. Kebetulan kemarin aku mengajak Elya jalan-jalan ke Surabaya, sekarang mampir ke sini," jelas Bariqi.
"Oh begitu. Elya di mana?" jawab Rahman sekaligus bertanya pada istrinya.
"Lagi buatin minum," jawab Arumi ketus.
"Elya, buatin kopi yang enak. Sama kipasnya di bawa ke sini. Pacar kamu orang Batu, pasti tidak terbiasa dengan hawa Tulungagung yang panas," teriak Rahman.
"Iya," jawab Elya seraya berteriak.
Di dapur, Elya cepat-cepat membuatkan kopi dan membawakan makanan ringan untuk Bariqi sebelum ibunya si pemilik lambe pedas melukai perasaan Bariqi. Sebenarnya menurut Elya, ibunya dan Bariqi kalau disandingkan cocok, karena mereka sama-sama mempunyai lambe pedas. Kalau mau bertengkar, pasti seru karena sama-sama tidak ada yang mau mengalah.
"Sudah lama pacaran sama Elya?" tanya Arumi dengan nada yang tidak bersahabat.
"Baru kemarin lusa, Bu. Tapi kami sudah kenal baik selama tiga tahun. Kedatangan ku hari ini bukan semata untuk main. Kalau diizinkan, aku akan melamar Elya dan membawa keluargaku datang," ujar Bariqi mengutarakan niatnya.
Elya yang baru sampai di ruang tamu pun langsung membulatkan matanya. Bahkan tangannya yang memegang nampan pun bergetar. Untungnya ada Rafa yang langsung mengambil alih nampan tersebut. Elya seolah tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Bariqi dan dia bagai musuh bebuyutan, sekali sama-sama jatuh cinta mainnya sangat brutal.
"Elya, duduk sini!" titah Rahman menarik tangan anaknya dan mendudukkan di sampingnya.
"Elya, ada yang melamar kamu. Bagaimana? Kamu mau, kan?" tanya Rahman.
"Ta ... tapi, Yah. Kan aku masih kecil," cicit Elya.
"Umur dua puluh tahun bukan lagi usia kecil. Sudah boleh menikah. Siapapun yang melamar kamu, ayah akan senang asal baik. Tapi, ayah nggak akan memaksa kamu. Tinggal kamu maunya bagaimana," jelas Rahman.
"Enggak!" sentak Arumi.
"Aku sudah bilang sama Elya dari dulu, kalau anak pertama harus membantu orang tuanya. Elya masih punya adik yang menjadi tanggungannya," sahut Arumi yang membuat Bariqi menatap perempuan itu.
"Rafa minta sekolah di penerbangan, biayanya sangat mahal. Menikah bisa lain kali, tetapi pendidikan nggak bisa diputus begitu saja. Begini, ya, Mas, aku nggak mau menutupi apapun yang terjadi di sini. Memang beginilah keadaannya, Elya yang membiayai sekolah adiknya," jelas Arumi kepada Bariqi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galanga Chef
Roman d'amourBariqi Galanga, seorang executive chef yang sangat galak. Dalam satu bulan, pria itu bisa berganti asisten delapan belas kali. Saking galaknya, banyak orang yang angkat tangan dengan pria itu. Hingga, Bariqi tertarik dengan seorang gadis yang bekerj...