14

12.5K 1.1K 42
                                    

"Tante bisa nggak sih nggak terus-menerus nyalahin saya sama Mas Barra? Ini semua takdir Tante! Sebagai wanita saya juga butuh pengakuan, kenapa saya terus menerus di salahkan di sini! Tante bisa mikir nggak sih kalau Arnata perempuan yang sempurna sebagai seorang istri, Mas Barra tidak akan pernah tergoda dengan saya! Mas Barra mengatakan dia mencintai Arnata, lalu apa namanya lima tahun kebersamaan kami! Tolong terimalah takdir ini Tante, jangan cuma menyalahkan."

Aku benar-benar tercengang dengan betapa tidak tahu malunya seorang Rembulan, entah atas nama cinta atau apapun, hubungan seorang pria dan wanita akan terputus dan haram saat salah satunya menikah, lha ini, dia sudah mau di jadikan istri simpanan tanpa sepengetahuanku, dan sekarang dia meminta dunia maklum atas kesalahannya?

Waaah, Daebak!!! Aku harus angkat topi untuk urat malunya yang sudah putus loss doll tanpa ada sambungannya lagi, entah apa yang ada di otak suamiku ini hingga seumur hidup mampu berteman hingga berbagi ranjang dengan manusia seperti rembulan.

Tapi sepertinya kali ini Mas Barra pun sudah kehilangan kesabarannya, dari wajahnya yang menegang penuh peringatan dia melihat ke arah Rembulan. "BULAN, TUTUP MULUTMU!! JANGAN MEMBUAT KEADAAN SEMAKIN KERUH! KITA ITU BERSALAH, LAN! KENAPA SIH KAMU INI SELALU MENYALAHKAN ORANG LAIN? KENAPA KAMU BERUBAH SEPERTI INI?"

Sungguh dalam kondisi normal, jika aku yang mendapatkan tatapan kemarahan dan suara tinggi Mas Barra seperti sekarang ini sudah pasti aku akan menciut ngeri, namun mental baja seorang pelakor memang luar biasa. Alih-alih terdiam Rembulan justru menantang ke arah semua orang yang ada di ruangan ini, khusus kepadaku Rembulan bahkan berdesis jijik, hal yang membuatku semakin mual dan ilfeel kepadanya.

"AKU TIDAK PERNAH MERASA BERSALAH DENGAN SIAPAPUN, APALAGI KEPADA ARNATA KARENA SEDARI AWAL KAMU ITU MILIKKU, MAS! ARNATA HANYA ORANG ASING YANG MEREBUT KAMU DAN SEGALANYA DARIKU. JIKA DIA BUKAN ANAK SEORANG JAKSA AGUNG, AKU YAKIN KAMU JUGA TIDAK AKAN SUDI MENIKAHI PEREMPUAN MANJA YANG HANYA TAHU MENENGADAHKAN TANGAN!"

"Bulan kamu itu...." Tangan Mas Barra sudah terangkat, nyaris saja melayang menampar Rembulan jika saja Ibu tidak menahan tangan Mas Barra, aku kira Ibu hendak menghentikannya, namun ternyata aku keliru karena ibu mertuaku justru mengambil alih menampar Rembulan hingga wajahnya berpaling.

"Dasar perempuan tidak tahu malu! Di sini saya tidak membela anak saya yang sama busuknya seperti kamu, tapi saya membela seorang istri yang bersusah payah mendukung suaminya hingga di atas status mapan tapi dengan teganya kalian khianati! Kamu tahu Bulan, kamu merasa kamu yang paling berjasa untuk Barra, tapi percayalah, jika Barra hanya menjadi suamimu dia hanya akan menjadi seorang yang merengek karena dunia tidak adil kepadanya seperti yang selalu dia keluhkan dan kebiasaannya menyalahkan keadaan tanpa mau berkaca ada di bagian mana salahnya! Selama ini yang membuatmu hidup nyamanmu menjadi seorang simpanan adalah rezeki Arnata sebagai seorang istri!" Selama ini aku tidak pernah melihat Ibu mertuaku marah, beliau adalah sosok yang sabar terhadap anak-anaknya bahkan beliau menganggapku layaknya anak kandung beliau sendiri namun sekarang aku benar-benar melihat bagaimana murkanya beliau dan berjanji dalam hati tidak akan membuat beliau marah. "Dan sekarang tanpa tahu malu kamu meminta kami semua memaklumi kebusukanmu dan Barra? Pikirkan jika anak perempuanmu yang ada di posisi Arnata? Kamu mau memaklumi semua ini, hah?"

Sungguh aku benar-benar tidak bisa menahan senyuman kemenanganku mendapati Rembulan kehilangan semua kata-kata saat Ibu mertuaku membalasnya dengan telak, wajahnya yang cantik kini tampak mengerikan karena kekalahan.

Merasa tidak bisa menjawab semua kalimat tersebut, kini Rembulan beralih ke arahku yang duduk manis masih dengan senyuman yang tersungging di bibirku, sungguh ekspresiku sekarang benar-benar membuat Rembulan menggeram semakin marah, mungkin dia berharap aku akan menangis Bombay meratapi nasib yang dia kalahkan namun kenyataannya dia yang di tampar bolak-balik oleh takdir.

"Ini semua salahmu, Arnata! Simpan senyummu yang menyebalkan! Kamu menikmatikan aku dan Mas Barra di salahkan seperti ini?! Haaah, dasar perempuan tidak berguna." Tidak terima dengan segala ketenangan yang aku tunjukkan, Rembulan merangsek hendak menyerangku, hal yang sama sekali tidak terduga dan nyaris saja melukaiku jika Genta dengan kecepatan yang kembali membuatku kagum tidak menghentikannya dan membuat Mas Barra terpaku karena kalah cepat.

Dari punggung lebar dan tegap seorang Genta aku mendengar bagaimana dia mengancam Rembulan yang kini di sentaknya dengan keras. "Berani kamu menyentuh kakak iparku seujung kuku saja kamu akan membayarnya dengan mahal, Jalang! Lagi pula bagaimana bisa perempuan sepertimu menjadi seorang ibu, sikapmu bahkan begitu memalukan di hadapan anakmu sendiri, dari tadi teriak-teriak nggak jelas tanpa tahu malu mengumbar aib sendiri sama sekali nggak mikir anakmu yang dengar semuanya. Jika otakmu bekerja dengan normal tentu kamu bisa mikir jika dari tadi bahkan kakak iparku sama sekali tidak menjelekkan kalian berdua sementara dia yang paling berhak untuk marah kepada dua manusia terkutuk seperti kalian!"

Rembulan menggerung tidak terima, dengan kekuatan yang sama sekali tidak aku sangka, dia berhasil mendorong Genta untuk minggir, sosok Rembulan yang ada di dalam ingatanku pun lenyap musnah karena sosoknya kini begitu mengerikan, telunjuknya terarah kepadaku penuh kemarahan.

"Arnata, di mana semua ucapanmu yang berkata jika kamu menerima pernikahan kedua Mas Barra, hah? Di mana semua janjimu yang kamu ucapkan ke Mas Barra untuk memberikan keluarga utuh pada Arisa? Kami berdua menagih janjimu, Sialan! Lihat bagaimana kamu tersenyum sekarang, kamu menikmati kan bagaimana aku dan Mas Barra di salahkan."

Sialan? Aku kembali berdecak, sungguh kata-kata yang amat sopan dari seorang yang membawa kesialan, dan Mas Barra akan tahu betapa sialnya dia memungut sampah, "Bukan salahku Rembulan jika orang-orang menghakimi kesalahan kalian, sudah bagus aku tidak langsung menyeret kalian ke kantor polisi! Dengan hadirnya anak kalian itu sudah lebih dari cukup untuk menjerat kalian dalam pasal perzinahan, lengkap dengan aduan PNS yang tidak boleh menikah siri, aku bisa membuat hidup kalian berdua berada di dalam neraka seketika, tapi apa aku melakukannya? Tidak, bukan?"

Aku berdiri tanpa melepas pandanganku kepada Rembulan, memberi isyarat pada Mitha untuk memberikan hadiah yang aku siapkan untuk istri dan Maduku yang tengah mengamuk tidak karuan ini, di mataku sekarang ini yang aku lihat hanyalah aku dan dirinya, seorang wanita yang tidak tahu malu dan sudah menghancurkan hidupku.

Masih dengan senyuman manis yang sangat kontras dengan kemarahan Rembulan aku mengulurkan map tersebut kepadanya.

"Aku bahkan menyiapkan hadiah untuk kalian, Rembulan. Bukalah."

Luka dan ObatnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang