24. Good Person

258 29 0
                                    

Hari minggu memang selalu menjadi hari yang di nantikan sebagian pasangan. Berjalan-jalan di tengah kota, makan dan ngobrol sembari bergandengan tangan. Siapapun yang berstatus single akan menatap iri pada momen itu.

Namun hari minggu ini sedikit berbeda. Cafe Ningning sepi pengunjung karena diluar sedang ada badai salju. Ini salah Malika yang tidak memperhatikan ramalan cuaca pagi itu. Jika tau begini akan lebih baik dia diam di kamarnya, berbaring di bawah selimut tebalnya yang nyaman.

Malika menghela nafas. Duduk menghadap jendela dengan secangkir kopi susu panas yang menghangatkan telapak tangannya.
Haechan menghampirinya kemudian. Lelaki itu membawa 2 piring waffle dengan sirup maple di atasnya.

"Gue traktir." Katanya.

Malika hanya mengangguk. Tatapannya begitu sendu menatap sesuatu yang tidak jelas di luar sana. Rautnya tampak lesu dengan mata sembab yang cukup kentara.

"Apa yang terjadi?? Apa dia nyakitin Lo?"

Malika tak bergeming. Hanya helaan nafasnya saja yang menjawab semua kekhawatiran Haechan.

"Chan.." Malika tidak mengalihkan tatapannya dari jendela. Menatap embun putih yang bergumul di luar karena di terpa angin.

"Hmm??"

" Temenin gue cari kosan dong."

Haechan menautkan alisnya. Lelaki itu sedikit merendahkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Malika lebih dekat.

"Kenapa? Bukannya Lo udah nyaman di dream house?" Haechan kembali menegakkan tubuhnya lalu ikut menatap keluar jendela.

"Lagipula Lo kan pacaran sama Chenle, apa ga sayang tinggal jauhan?"

Malika langsung menatap Haechan.

'siapa yang nyebarin gosip kalau gue pacaran sama Chenle?'

"Gue ga pacaran sama dia." Tegas Malika. Haechan kembali menatapnya.

"Kita cuma dekat tapi ga sampai sejauh itu. Lagipula Chenle punya tunangan. "

Malika menatap kosong ke arah kepulan asap yang menguar dari permukaan cangkirnya.
Hatinya terasa kembali perih tatkala otaknya kembali mengingat fakta ini.

"Hah?? Chenle tunangan?"

Malika tidak ingin memperjelas itu. Haechan mendengus, lelaki itu tak habis pikir.

"Bisa-bisanya dia deketin cewek lain saat dia sendiri udah tunangan."

Haechan mengepalkan tangannya geram. Pandangannya kembali menatap wajah sedih Malika.

"Dia cantik, dia dari keluarga terpandang. Dilihat dari sudut manapun dia lebih cocok berada di samping Chenle. Harusnya gue sadar diri sejak awal."

Satu persatu air mata Malika mulai jatuh. Gadis itu menggigit bibirnya dengan keras, berusaha sekuat tenaga agar tidak terisak.

"Chenle cuma datang buat main-main, harusnya gue ga perlu bawa-bawa perasaan gue dalam permainannya. Harusnya juga gue tau diri buat ga berharap lebih."

Haechan beranjak dari kursinya. Dia berdiri di depan Malika dan menunduk untuk memeluk gadis itu. Biarlah pakaiannya basah karena air mata, asalkan itu bisa meringankan sedikit rasa sakit Malika.

Malika terisak dalam pelukan Haechan. Gadis itu tak bisa lagi membendung kesedihannya seorang diri. Ini bukan pertama kalinya bagi Malika menangis di depan Haechan dan hanya di depan Haechan lah dia bisa menunjukkan air matanya.

Haechan melepas pelukannya begitu Malika lebih tenang. Lelaki itu menyodorkan waffle yang tadi dia buat untuk Malika.

"Makan dulu, biar ga sedih."

Dia tau kebiasaan Malika. Dulu Malika suka melampiaskan kesedihannya dengan makan dan Haechan akan selalu ada untuk menemaninya makan. Haechan selalu ada saat Malika bersedih dan butuh sandaran.

'lika, andai aja Lo tau, yang gue kasih ke Lo itu bukan sekedar waffle biasa tapi juga ada hati gue disana.'

Haechan menatap Malika yang menyuap wafflenya dengan sesekali menyeka air mata. Sejujurnya dia juga sakit hati melihat gadis itu menangis.

"Gue bantu Lo cari kos lain. " Haechan mengusap punggung tangan Malika. Dia berusaha tersenyum.

"Jangan nangis lagi, gue ga bisa liat Lo sedih."

ʕ⁠ ⁠ꈍ⁠ᴥ⁠ꈍ⁠ʔʕ⁠ ⁠ꈍ⁠ᴥ⁠ꈍ⁠ʔʕ⁠ ⁠ꈍ⁠ᴥ⁠ꈍ⁠ʔ

Malika pulang sedikit larut. Sebenarnya dia tidak ingin pulang tapi dia tidak tega memaksa Haechan untuk membawanya berputar-putar di pusat kota. Haechan pasti sudah lelah, dan itu membuat Malika sedikit merasa bersalah padanya.

Malika selalu merepotkan Haechan. Sejak masih SMP dulu hubungan mereka sangat dekat. Haechan sangat baik padanya, setiap kali Malika sedih, Haechan akan selalu ada disana untuk menghiburnya. Bahkan setelah sekian tahun berlalu, lelaki itu ternyata masih memiliki sayap malaikatnya, dan mengambil peran penting dalam hidup Malika.

Ruang tamu tampak remang-remang, sebagian penghuni mungkin sudah tidur karena ini hampir tengah Malam.

Malika berjalan lesu ke arah tangga dan sedikit menoleh ketika melewati dapur. Karina ada disana sedang beradu argumen dengan Jeno.
Keduanya terlibat percekcokan yang cukup serius hingga membuat Malika berempati.

"Ga usah ikut campur masalah orang lain karena Lo juga punya masalah sendiri."

Haechan yang berjalan di belakangnya merangkul pundak Malika. Lelaki itu menuntun Malika menaiki tangga.

"Jeno ga akan main tangan kan?"

Haechan mengedikkan bahu.

"Dia ga akan mukul cewek. Biasanya setelah cekcok begitu bakal kedengeran desahan-desahan aneh di dapur. Lebih baik Lo ga usah keluar kamar sampai pagi."

"Kok Lo tau sih? Lo pernah ngintip ya?"

Langkah kaki Haechan berhenti di pertengahan tangga, dia menatap Malika datar.

"Iya. Dan gue jadi ga bisa tidur sampai pagi."

"Mesum Lo."

"Bukan gue yang mesum tapi mereka aja yang ga tau tempat."

Malika sedikit terkekeh. Perasaannya terasa lebih ringan dari sebelumnya. Haechan tidak pernah gagal menghiburnya, dia sangat tau apa yang Malika butuhkan ketika dia sedang sedih.

Haechan berdiri di depan pintu kamar Malika, menunggui gadis itu sampai dia masuk ke kamarnya.

"Jangan nangis di kamar sendirian, Nanti kuntilanak penghuni kamar mandi Lo bisa keganggu. "

Malika hanya tersenyum menanggapi candaan Haechan.

" Gapapa nanti gue ajakin dia battle nangis." Malika memeluk Haechan sebelum melangkah masuk.

"Makasih udah mau dengerin gue. Selamat malam."

Haechan melambai, bahkan dia masih berdiri di depan pintu kamar Malika ketika gadis itu sudah menutup pintunya.

'gue pikir gue masih punya kesempatan, tapi kayaknya gue telat lagi buat deketin lo.'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Several Shades Of Beauty | Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang