28. Peringatan Kedua

235 31 0
                                    

Guguran salju siang itu memblokir cahaya matahari. Bahkan secercah pun tak diizinkan untuk menyapa bumi yang membeku.

Mendung kala itu membuat malam ini terasa semakin suram. Malika banyak merenung dan menyendiri, mengintrospeksi dirinya dan terus menyalahkan perasaannya. 

Kemalangan rasanya tak memberinya jeda untuk bernafas. Setelah kemarin bertemu dengan tunangan Chenle, kini gadis itu harus menghadap pada seseorang yang lebih berpengaruh.

Malika di bawa dengan  mobil mewah, menuju sebuah mansion classic yang Malika tau menjual jiwanya pun tak akan bisa menyamai harga hunian itu.

Gadis itu berjalan di belakang maid. Dengan pakaiannya yang sederhana membuat Malika sadar betul akan statusnya sebagai seorang rakyat jelata.

Seorang wanita yang masih tampak cantik duduk dengan anggun di dalam taman kaca indah dengan berbagai macam tanaman bunga. Jalan setapak kecil yang Malika lalui menghubungkannya pada gazebo indah dengan 2 buah kursi yang saling berhadapan.

Wanita itu tersenyum ketika menatap Malika. Jauh sekali dari bayangan Malika. Dia juga tidak menduga akan di sambut dengan senyuman selembut itu.

"Selamat malam." Malika menunduk dalam untuk menunjukkan kesopanannya dan Yuri hanya menganggukkan kepala untuk membalasnya.

"Duduk lah..."

Malika mematuhinya.

"Nona Jasseline, Aku yakin kau sudah tau kenapa aku memintamu datang." Yuri menuangkan secangkir teh untuk Malika dan menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit Malika baca.

Maksudnya... Yah.. dia tersenyum, wajahnya lembut dan ekspresinya tampak ramah. Tapi Malika tidak tau apa yang ada didalam otak Yuri. Malika ingat jika wanita itu berada di kubu berlawanan dengannya.

"Iya."

Yuri kembali tersenyum. Tatapannya tenang tapi ucapan berikutnya cukup tajam.

"Aku tidak mau di anggap berlaku jahat dan membuat mimpimu hancur hanya gara-gara masalah putraku..."

Yuri memberi jeda, melihat dengan intens setiap perubahan wajah Malika.

" ... Untuk itu aku akan memintamu dengan sopan untuk pergi dari negara ini. Aku akan membiayai kuliahmu ke negara manapun yang ingin kau tuju asal bukan disini, dan aku juga memberimu kompensasi atas kerugian yang kau alami. "

Malika tau ini akan terjadi. Bahkan Shushu sudah membahasnya kemarin. Kedua tangan Malika mengepal, dengan air mata yang coba dia tahan. Gadis itu memaksakan senyumannya.

"Aku... Sudah memikirkan ini dengan serius. Aku akan kembali ke negaraku. " Jelas Malika.

Yuri kembali tersenyum. Menggertak gadis itu tak sesulit yang dia kira.

"Tapi aku tidak akan menerima sepeserpun dari anda karena aku bukanlah pengemis. Keluargaku masih mampu membiayai kuliahku."

Yuri mengangkat alisnya,

"Aku memaksa."

Malika menatapnya. Mencari tau apa kemauan wanita itu.

"Aku yang membuatmu harus keluar dari Shanghai, jadi aku akan bertanggung jawab dengan biaya pendidikanmu kedepannya. "

"Tidak.. aku... "

"Kumohon, terimalah agar aku tidak merasa bersalah. "

Malika bertukar pandang dengan Yuri. Sekarang dia benar-benar bingung. Wanita itu jelas-jelas mengusirnya, tapi dia juga menawarkan kemurahan hati untuk Malika.

Malika tidak mengerti, sebenarnya Yuri ini masuk kategori orang dengan peran antagonis ataukah protagonis?
Bagaimana bisa seseorang memiliki 2 vibes berlawanan semacam ini?
Seperti ada kolaborasi yang seimbang antara devil dan angel dalam diri Yuri.

🌱🌱🌱🌱


"Gue ga pernah ijinin Lo masuk kamar gue." Chenle berujar ketus, lelaki itu membanting tas nya ke lantai dan menatap Shushu marah.

"Chenle, sudah 3 bulan kita ga ketemu masa kamu ga kangen?"

Chenle tersenyum sinis,

"Lo itu bodoh atau apa? Sejak awal pun gue ga pernah menaruh perasaan sama Lo. Sadar diri dong."

"Aku ga peduli. Ada atau tidak nya perasaanmu untukku, toh pada akhirnya kita akan tetap menikah. "

"Keluar !!"

Shushu tak mengindahkan perintah Chenle. Gadis itu menghampiri ranjang Chenle dan duduk disana.

"Kamu ga mau tau apa yang akan mamamu lakukan dengan si dekil itu? "

Chenle mendadak diam. Menatap Shushu dengan rahang ya yang mengeras. Dia begitu muak mendengar kikikan tawa Shushu yang terdengar menjijikkan di telinganya.

"Mama akan mencabut beasiswanya lalu mengembalikan gadis itu ke negara asalnya." Shushu tertawa penuh kemenangan.
Dia benar-benar senang melihat respon Chenle.

"Kamu ga tau kan?"

Chenle mengumpat dalam hati. Kedua tangannya mengepal. Dia kesal karena tidak bisa melakukan apapun. Bukan berarti dia tidak bisa menentang ibunya hanya saja akan lebih baik jika hanya ibunya yang turun tangan dari pada keluarga Shushu yang turun tangan.

Setidaknya Yuri masih memiliki nurani sementara keluarga Shushu tidak. Mereka mungkin tidak hanya akan menyingkirkan Malika tapi bisa saja menghancurkan keluarga Malika tanpa ampun.

Chenle tidak ingin gegabah. Tapi perasaannya ingin bersikap egois. Dia tidak ingin Malika pergi bahkan jika dia bisa dia ingin kabur bersama Malika ke dunia terpencil dimana hanya ada mereka berdua.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Several Shades Of Beauty | Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang