31. Warm Heart

242 30 0
                                    

"Malika..."

Mark melambai dari kejauhan sebelum Malika masuk ke gate. Lelaki itu menyerahkan satu kotak muffin pada Malika dan tersenyum.

"Gue sedih pas denger Lo mau pindah." Katanya dengan nafas tersengal.

"Tapi mau bagaimana lagi. I hope you are doing well and living a good life there."

Malika tersenyum lalu menjabat tangan Mark.

"Thanks Mark."

Mark lalu menatap Haechan dan berpamitan sebelum dia pergi.

"Di makan ya muffin nya."

Sepeninggal Mark, Haechan berpamitan pada Malika untuk pergi ke toilet, tapi hingga jadwal terbang Malika tiba, Haechan belum juga kembali. Padahal Malika sangat ingin berpamitan dengan lelaki itu sebelum dia terbang.

"Haechan kemana sih...?" Malika resah.

Petugas bandara sudah menyuruhnya masuk tapi Haechan belum juga muncul.

Dengan berat hati gadis itu pergi. Memasuki pesawat dengan perasaan yang tidak karuan.

"Rese' banget si Haechan. Kenapa Lo ga  nungguin gue pergi sih Chan..?" gumam Malika ketika dia sudah duduk di kursi pesawat.

"Jahat Lo Chan."

"Masa sih gue jahat?"

Malika terkesiap. Matanya melotot sempurna dengan tubuh yang membeku menatap sosok lelaki yang baru duduk di sampingnya.

"Lee Haechan..???" gumamnya.

Malika tiba-tiba panik.

"Lo kok bisa masuk? Heh!! habis ini pesawatnya berangkat cepat turun." Malika mendorong lengan Haechan tapi lelaki itu tetap diam.

"Kenapa turun? Kan gue penumpang juga."

"Hah??"

Mata Malika masih melotot. Dia menatap Haechan bingung.

"Gue mau ikut Lo ke indonesia. Kita akan kuliah di kampus yang sama." Haechan tersenyum lembut seperti seorang malaikat yang mencoba menghibur sosok rapuh di sampingnya.

"Jangan bercanda."

"Gue serius. Gue ga tega biarin Lo sendirian."

"Chan... Ga perlu sejauh ini.."

"Waaah muffin dari bang Mark kayaknya enak. Gue  minta satu yah .. "

Haechan berusaha mengalihkan topik agar Malika tidak membahas tentang kepergiannya.

Sebenarnya sejak dia mendengar kalau Malika akan pindah Haechan sudah memikirkan ini, hanya saja saat itu dia belum yakin. Tapi seseorang kembali mengetuk perasaannya dan akhirnya membuat Haechan yakin kalau dia harus ikut pergi.

Flashback

"Gue ga bisa biarin dia pergi sendirian."

Chenle melepaskan bola basket yang sejak tadi dia mainkan. Lelaki itu menoleh pada Haechan yang menghampirinya di lapangan basket  belakang rumah.

"Haruskah gue ikut dia ke Indonesia?"

Chenle masih diam. dia menatap Haechan dengan pandangan ragu, lalu berjalan ke pinggir lapangan dan duduk di sana. Haechan mengikutinya. Mereka duduk bersebelahan.

Ketegangan di antara mereka tempo hari sepertinya sudah menguap. Haechan sudah mendengar tentang perjodohan Chenle, dan lelaki itu mencoba memaklumi posisi Chenle.

"Se-sayang itu Lo sama Malika?" Chenle menatap lurus pada pepohonan di kebunnya yang termakan gelapnya malam.

"Iya."

"Kalau gitu....." Chenle menarik nafas dalam.

"Tolong jaga dia buat gue. Tolong bahagiakan dia, dan sembuhkan lukanya."

Haechan tersenyum getir. Dia menggeleng dengan tawanya yang terkesan dipaksakan.

"Gue bisa jagain dia. Tapi untuk menyembuhkan lukanya...... " Haechan menjeda ucapannya dan menatap Chenle,

"Gue ga yakin."

Flashback end

Haechan sengaja tidak memberitahu Malika karena takut gadis itu akan merasa tidak enak dan menyuruhnya untuk tidak ikut.
Dan juga kedatangan Mark ke bandara bukan cuma  untuk memberikan salam perpisahan tapi juga untuk membawakan koper Haechan secara diam-diam.

"Lee Haechan..." Dua sudut bibir Malika turun kebawah, gadis itu benar-benar tersentuh dengan apa yang Haechan lakukan padanya.

Malika mendekat dan memeluk Haechan sangat erat.

"Jangan sedih lagi ya, gue akan pastikan Lo baik-baik aja dan selalu tersenyum."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Several Shades Of Beauty | Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang