10

1K 104 19
                                    


Taeyeon membuka pintu kamar Mark perlahan, sudah tiga hari sejak kejadian itu, Mark enggan keluar dari kamarnya. Pria itu hanya tidur, menyembunyikan tubuhnya di bawah selimut. Mark juga menolak pihak sekolah dan polisi yang ingin meminta pernyataan Mark menjadi saksi.

" Mark..makan dulu yok, perut kamu kosong dari kemarin" Taeyeon duduk di pinggir tempat tidur Mark, mengelus pelan kepalanya.

Mark hanya diam, menggelengkan kepalanya lemah. Jangankan untuk makan, menelan segelas air saja sulit bagi Mark.

" Bunda suapin mau? Itu bunda bikin kimchi Jjigae masakan kesukaan kamu"

Mark terdiam, itu tidak hanya makanan favoritnya, tetapi makanan favoritenya dan Haechan. Tangis Mark pecah seketika, ia benar benar tidak kuat. Haechan tidak meninggalkan apapun , bahkan sepatah katapun, Haechan tidak mengucapkan apapun sebelum meninggalkan dirinya.

Melihat Mark yang menangis terisak, Taeyeon hanya bisa mengelus pelan pundak Mark. Siapapun yang mengenal Mark dan Haechan, pasti tau seberapa dekat kedua orang itu. Haechan mengakhiri hidupnya, tepat di depan mata Mark, tentu saja itu sangat melukai hati Mark dan tidak ada sepatah katapun yang dapat mengobati luka Mark saat ini.

.

.

.

.

.

Mark membuka matanya, di depan matanya ia melihat Haechan yang tengah berdiri di tembok, bersiap untuk menjatuhkan tubuhnya bebas. Melihat itu Mark berusaha berteriak mengejark Haechan, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak dan suaranya tidak keluar.

Kemudian, tiba-tiba saja ia mendengar suara dirinya yang tengah memaki nama Haechan. Mark memalingkan pandangannya, menatap sumber suara. Ia bisa melihat dirinya yang tengah memaki Haechan, mengatakan bahwa pertemanan mereka selesai dan meminta Haechan untuk mati.

Mark terduduk, menutup kedua telinganya. Suaranya yang memaki Haechan untuk mati terus menerus terputar di kepalanya, seolah menghantuinya.

Nafas Mark terengah, kembali membuka matanya, ternyata semua itu hanya mimpi. Tapi apa yang baru saja ia mimpikan bukanlah sebuah mimpi. Mark benar-benar memaki Haechan saat itu, benar benar menyumpahi anak itu untuk Mati bahkan untuk pertama kalinya melayangkan tinjunya pada sahabatnya itu. Mark kembali menangis terisak, dialah yang menyebabkan Haechan meninggal, ia yang meminta pria itu untuk mati dan saat ini, tidak ada yang bisa Mark lakukan selain menyesal atas apa yang terjadi padanya.

.

.

.

.

Polisi menghela nafasnya panjang, menatap sendu pria muda yang tampak menyedihkan di depannya menyerahkan diri.

" Aku yang membunuhnya, Karna aku dia lompat seperti itu, tolong tahan aku, aku sudah membunuh orang"

Ucap Mark lagi, entah sudah berapa kali Mark mengucapkan kalimat itu pada polisi, tapi tidak satupun dari mereka yang menahan Mark. Mark benar benar kehilangan akal, ia bisa gila jika tidak menebus kesalahannya.

" Sudahlah Nak.. kau pulang saja, jika memang kau merasa bersalah dengan temanmu, maka hiduplah." Ucap polisi itu menepuk pelan pundak Mark dan menuntun Mark untuk keluar ruangan.

Air mata Mark kembali mengalir, Mark tau, polisi itu tengah menyemangatinya, untuk tetap hidup, agar tidak mengecewakan Haechan diatas sana. Tapi bagi Mark, kalimat itu seperti sebuah hinaan, sebuah tamparan keras, karena jika Mark benar benar menyesal, maka hiduplah dalam penyesalan itu hingga ia menjemput ajalnya, hanya itu yang bisa Mark lakukan, untuk menebus kesalahannya pada Haechan. Tapi sungguh Mark tidak sanggup, ia lebih memilih untuk ikut mengakhiri hidupnya menjemput Haechan, dari pada ia hidup dalam penyesalan dan belum sempat meminta maaf dengan baik pada Haechan.

[Complete] What If....|| MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang