29

928 72 13
                                    

2052

Mark menggesekkan kedua tangannya, sambil sesekali menghembuskan nafasnya pada tangannya, memberikan hawa panas. Padahal langit masih terang, tapi sepertinya udara musim dingin mengalahkan panasnya cahaya matahari. Mark akhirnya tiba di kota kelahiran ayahnya, tempat dimana Ayahnya juga diistirahatkan, Mark tidak tau bagaimana sosok ayahnya itu, ia hanya tau nama serta wajah Ayahnya. Ayahnya meninggal saat dirinya berada di dalam kandungan ibunya, sehingga Mark tidak sempat mengenal siapa ayanya itu.

" Ke alamat ini ya pak.." Ucap Mark setelah keluar dari bandara dan masuk ke dalam taksi, melihatkan ponselnya, sebuah alamat rumah duka yang dikirimkan oleh ibunya.

Mark sempat tinggal di kota kelahiran ayahnya ini saat ini saat ia kecil, hanya saja saat ia berumur 4 tahun ia pindah ke luar negeri bersama dengan ibunya dan tidak pernah kembali lagi, terakhir kali Mark mengunjungi makam ayahnya saat ia lulus dari SMA dan berlibur, itu pun hanya sebentar, sehingga tidak banyak memori yang tersimpan di dalam kepalanya. Mark yang merasa sudah terlalu lama tidak mengunjungi makam Ayahnya memilih untuk mengunjungi ayahnya, terlebih lagi, ia kini berumur 24 tahun, ia sudah bekerja dan menghasilkan uang sendiri, sehingga tidak perlu memikirkan tiket pesawat karena tidak perlu lagi meminta uang pada ibunya.

" Iya Mah, udah Mark bawa... iya... bunga matahari kan? Yaudah Mark tutup dulu ya... nanti Mark telfon lagi"

Ucapnya melalui telepon, hari ini adalah hari peringatan kematian Ayahnya, Mark sebenarnya ingin kembali ke kota ini setidaknya beberapa hari sebelum peringatan kematian ayahnya, hanya saja, ia tidak bisa mendapatkan tiket yang pas dan terpaksalah Mark mengambil tiket dan sampai tepat di hari peringatan kematian Ayahnya, karena itu setelah dari bandara Mark langsung menuju ke makam ayahnya.

Mark masih ingat, sejak kecil, ibunya selalu menceritakan bahwa Ayahnya itu sangat menyukai bunga matahari, karena itu salah satu wasiat ayahnya untuk membawa bunga matahari jika ingin mengunjungi makamnya.

Mark membungkuk pelan saat memasuki salah satu ruangan di rumah duka, pasalnya di depan makam ayahnya, seorang gadis juga tengah mengunjungi makam seseorang. Mark berdiri di depan makam ayahnya, meletakkan satu buket bunga matahari yang ia beli sebelum berkunjung kesini, kemudian merapatkan kedua tangannya dan berdoa.

Mark tersenyum tipis, melihat foto pernikahan Ayah dan Ibunya yang ada disana, Ayahnya tersenyum sangat cerah. Mark masih ingat saat ibunya menceritakan hal yang paling ibunya benci dari ayahnya itu adalah senyumannya, pasalnya senyumannya sangat indah dan cantik, dan Mark mengakui itu. Mark kembali tersenyum menatap nama Ayahnya,

Lee Donghyuck

Mark tidak mengenal sebesar apa sosoknya, ibunya mengatakan Ayahnya itu adalah seorang kepala dokter di rumah sakit yang cukup besar di kota ini, Ibunya juga mengatakan Ayahnya itu sangat ramah dan dermawan. Mark masih menyayangkan Ayahnya yang pergi begitu saja karena serangan jantung, Mark belum sempat belajar banyak dari ayahnya itu,tapi setidaknya Mark masih merasa ayahnya bersamanya. Mark sedikit merapikan syal merah peninggalan ayahnya. Ibunya menceritakan Ayahnya benar benar menjaga dan merawat Syal itu, karena Ayahnya bilang, ingin memberikan syal itu pada anaknya kelak nanti.

"Aku memakainya sekarang ayah...Aku merawatnya dengan baik" Ucap Mark pelan tersenyum tipis, masih bisa mencium bau parfum vanila lembut dari syal itu, parfum kesukaan ayahnya.

Iya ibu, nanti Haechan langsung pulang.

Mark menolehkan pandangannya, melirik gadis yang yang berdiri saling memunggungi dibelakangnya tengah berbicara di telfonnya. Atensinya teralihkan pasalnya gadis itu memanggil dirinya dengan sebutan Haechan, Mark masih ingat, Ibunya mengatakan bahwa Haechan adalah nama panggilan ayahnya dan hanya orang orang tertentu yang boleh memanggil ayahnya dengan sebutan itu.

[Complete] What If....|| MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang