Bab 29 : Keputusan

25 3 0
                                    

Antrean panjang psikiater yang diisi anak muda seusia mahasiswa ku tidak kunjung usai rupanya. Padahal Rani sudah mengatur jadwal janji temu sebaik mungkin dengan psikiater tempatnya bekerja. Tetap saja tidak ada yang bisa menghindari ledakan pasien.

"Kalian para dosen terlalu banyak memberikan tugas, Mas,"ucap Pram membuatku menghela nafas panjang.

"Tugas itu tidak seberapa kalau dibandingkan zaman kuliah dahulu. Apalagi tugas saya bisa saja diakses dan dikumpulkan dimana saja,"ucapku.

"Aku nggak tau harus berkata apalagi,"ucap Pram membuatku menghela nafas menunduk menatap pantulan besi tempat duduk.

Ingatan ku kembali pada saat aku usai mandi hendak membasuh muka. Aku bisa mengingat dengan baik ketika tes untuk CPNS menjadi dosen pun membuat surat keterangan sehat. Pada keterangan surat itu, netra ku bewarna coklat. Apa mungkin ada suatu kerusakan saat kecelakaan hingga menjadi hitam?

"Pram. Di keluarga kita, semuanya bermata coklat. Apa indikasi medis yang membuat mataku menjadi hitam?"tanyaku penasaran.

Pram tampak berdehem sesekali sembari menatapku sejenak. Tingkah laku anehnya ini sangat tidak sesuai dengan sosoknya yang pecicilan. Bukanlah hal wajar melihat Pram terlihat dingin.

"Bola matamu kemarin mengalami".

"Pasien atas nama Prawira Dirga,"ucap perawat membuatku menghela nafas panjang segera beranjak.

Ruangan hangat tidak terlalu dingin dengan tata ruang yang rapi menyapa mataku sesaat setelah gagang pintu terbuka. Seorang dokter seusia Bunda tersenyum lebar membuatku segera melangkah masuk.

"Mas Wira putranya Bu Khajidah, ya".

Ck.

Aku sudah berusaha mencari rumah sakit lain menjauhi jangkauan Bunda. Nyatanya nama Bunda cukup populer di rumah sakit lain. Bibirku hanya tersenyum hangat membalas pertanyaannya seraya beranjak duduk. Seumur hidup inilah kali pertama dan mungkin terakhir aku akan menemui psikiater.

"Baik, Mas. Boleh diceritakan kendalanya,"tanyanya membuatku mengangguk pelan.

"2 bulan yang lalu saya mengalami kecelakaan, Dok. Cukup fatal hingga koma selama waktu itu. Setelah saya sadar, kepala saya sesekali terasa sakit yang begitu menyengat. Di saat kepala saya sakit, seolah melihat potongan masa yang pernah saya lewati. Nyatanya saya pun tidak pernah mengalaminya di dunia nyata,"ucapku terus terang.

"Apa sosok di dalam bayangan Anda familiar?"tanyanya.

"Tidak, Dok. Saya pun tidak mengenal perempuan itu,"ucapku.

Seharusnya Pram turut masuk ke dalam ruangan untuk menjelaskan barangkali ada ingatan yang sempat hilang akibat kecelakaan. Sayangnya pria itu lebih memilih menunggu diluar membuatku hanya menghela nafas merutuki bayangan entah darimana yang terus menghantui ku.

"Apa yang terjadi didalam bayangan itu?"tanyanya.

"Seperti kehidupan rumah tangga. Hanya saja saya tidak pernah bisa melihat wajahnya secara jelas,"ucapku.

"Baik, Mas Wira. Dari penuturan yang Anda sampaikan, saya bisa menyimpulkan. Apa yang Anda lihat mungkin salah satu potongan ingatan di alam bawah sadar. Mengingat Anda baru saja mengalami kecelakaan, potongan itu akan menjadi sebuah bayangan ingatan yang runtut. Dan saat itulah Anda bisa menemukan maknanya,"ucapnya membuatku mengangguk mengerti.

Jika saja mimpi itu benar, seharusnya aku sudah tidak lagi memikirkan pasangan dan perasaan saat ini. Yang ada aku akan segera pulang untuk menemui istriku. Bahkan dalam potongan bayangan itu saja, dia selalu memperlakukan ku dengan baik entah dalam kondisi senang maupun dipenuhi emosi. Dan tentu saja aku tidak akan sulit untuk memikirkan menjadi sempurna.

Saujana Sandyakala ~ CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang