Bab 15 : Merpati

52 5 0
                                    

Hiruk pikuk keramaian dan selebrasi teman kelas ku setelah usai bergelut dengan dosen penguji tampak jelas di wajah mereka. Aku sudah tidak lagi kepikiran hal bahagia di hari ini. Berbagai buket yang diberikan rekan seperjuangan dan teman kuliah tidak lagi muat ku taruh di tas. Namun di antara banyaknya hadiah yang ku terima, aku hanya ingin melihat ekspresi Wira saja.

Aku ingin sekali dirinya tahu aku sudah berhasil melewati satu tahapan. Sayangnya saat ini semua itu tidak berguna lagi sekarang. Apalagi dirinya adalah salah satu dosen penguji dan pembimbing. Tentu kesibukan tengah menyelimutinya. Akan lebih baik aku segera pulang sebelum pria itu menemui ku dan menghancurkan hari.

Dengan berjalan lunglai, aku menyusuri jalanan menuju gerbang kampus. Aku hanya ingin pulang, makan dan tidur. Tubuh ku sudah lelah semalaman belajar. Belum sempat beranjak jauh, sebuah motor berhenti tepat di depan ku.

"Mau pulang bersama?".

Baru saja aku mengatakan ingin melihatnya, pria itu berhenti tepat di depan ku. Sontak membuatku mengerutkan kening heran. Jika saja kondisinya bukan sepasang mantan, aku sudah naik ke atas motornya dengan senang hati.

"Bapak dan Ibu meminta saya menghindari Anda,"ucapku.

"Di jam segini, semua ojek online sedang sibuk mengantar pulang sekolah. Kalau mau menunggu, silahkan,"ucap Wira membuatku melirik sekitar.

Dengan panas yang cukup terik ini membuatku kehilangan daya upaya untuk terus berdiri di halte. Aku akhirnya mengangguk menaiki motornya. Pria itu mengangsurkan helm sebelum menyalakan motor melaju membelah jalanan kota.

"Kamu tidak berniat menyelesaikan tugas akhirmu?"tanya Wira.

"Saya berniat. Menjauhi dunia Anda dengan cepat akan lebih baik untuk saya,"ucapku.

"Aneh jika dikatakan orang yang pernah menyatakan cintanya secara terang-terangan,"ucap Wira.

"Bukannya kita harus memiliki kesadaran diri? Hidup dengan penuh rasa cinta seperti itu hanyalah bagian dari khayal saya saja. Kenyataannya saya hanya hujan yang menuruni langit dan tidak mungkin kembali,"ucapku melihat titik air mulai membasahi kaca helm.

Mengapa situasi indah seperti ini hadir setelah semuanya usai? Setelah aku pun tidak punya hubungan apapun dengannya. Kenapa tidak saat aku menjadi istrinya dan menikmati waktu berdua seperti ini? Sekarang hujannya bahkan jauh lebih deras membuatku menundukkan kepala.

Terlebih pria itu semakin mempercepat laju kendaraannya. Aku mau memeluknya juga sudah haram di mata hukum agama. Nasib mencintai langit yang begitu tinggi. Di tengah hujan  yang semakin deras, dirinya akhirnya menghentikan kendaraan. Sontak membuatku segera turun.

"Loh,"ucapku kaget melihat apa yang tengah terlihat di mata.

Aku berhenti tepat di depan rumahnya dan tidak ada yang berubah dari semua itu. Mengapa dirinya malah membawa ku kesini? Apa dia hanya ingin membuatku semakin terluka saja karena tidak akan pernah bisa memilikinya. Tepat lah sudah hujan ini membuat air mata ku terlihat samar saat mengingat aku pernah tinggal di sini beberapa waktu lalu.

"Pak, kenapa Anda membawa saya ke sini?"tanyaku sembari memasuki teras rumahnya.

"Kamu mau terus berbicara atau ganti baju? Hujannya terlalu deras untuk pulang ke rumahmu,"ucap Wira membuatku menghela nafas panjang.

"Saya pesan ojek online dulu. Lagipula saya bisa memilih mobil,"ucapku mengeluarkan ponsel.

Buku tangan ku terlihat memutih setelah cukup kedinginan. Jika aku di sini saat menjadi istrinya tidak akan menjadi fitnah. Sekarang statusnya telah berubah. Seperti pertama kali bertemu dengan penuh menjaga jarak. Semuanya harus kembali seperti pada mulanya.

Saujana Sandyakala ~ CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang