Petrikor yang masih menemani malam saat kaki ku menapaki permukaan tanah teras rumah baru. Mata ku melirik sekitar terdapat beberapa rumah dengan pagar tertutup rapat. Aku bisa bayangkan betapa individualis nya suasana rumah baru ku ini.
"Ayo masuk".
Kalimat itu membuatku mendongak seraya mengangguk. Tangan ku menangadah sejenak sebelum akhirnya melepaskan semua kalimat doa dan harapan. Mata ku terpejam sejenak menikmati semua kalimat doa yang terlantun.
'Ya Allah keluarkan aku dari rumah ini hanya ketika menjadi jasad. Limpahkan rumah ini dengan cahaya keridhoan mu, ya Allah,'batin ku merenung sebelum melangkah masuk.
Ruang tamu yang tersusun rapi seperti pemiliknya membuatku hanya bisa memandang setiap inci. Ada korden yang memisahkan dengan ruangan setelahnya. Tapi apa aku boleh beranjak ke sana? Aku penghuni baru, sangat tidak pantas terlalu sembrono.
"Kamu bukan tamu. Ayo masuk dan ganti bajumu. Nanti pakaianmu susun sesuai dengan kebiasaan sebelumnya. Besok juga sempat, sekarang yang terpenting istirahat,"ucap Wira.
Pria itu melangkah mengunci pintu rumah berjalan lebih dahulu membuatku berjalan mengikuti langkahnya. Sebuah kamar bernuansa alam membuatku merasa cukup segar. Tampak sebuah lemari besar terbuka menampilkan kekosongan di dalamnya.
Seolah dia sudah mempersiapkan lemari besar itu. Meninggalkan pria itu sibuk menjelajahi laptopnya di meja kerja membuatku segera beranjak mengganti pakaian. Sebenarnya tidak masalah, karena yang ku pakai juga hanya sebuah kaos. Tapi aku sudah dari mana-mana. Yang ada akan menimbulkan bau busuk.
Bahkan setelah selesai mengganti pakaian, dia masih duduk di meja kerjanya. Mata ku sudah ingin menutup, tapi aku juga tidak tau harus melakukan apa. Dimana aku tidur? Apa aku harus bertanya?
Belum sempat bertanya, pria itu berbalik menatap ku dengan sebuah kertas yang baru saja keluar dari printer. Tampaknya dia baru saja selesai mencetak dokumen kerjanya. Akh entahlah, aku takut mengganggu privasinya. Dia saja membiarkan ku menata semua perlengkapan pribadi. Kenapa aku harus ingin tahu?
"Kamu sudah mengantuk?"tanyanya membuatku menggeleng pelan.
Meskipun mata ku sebenarnya sudah tidak mampu lagi terbuka. Melihatnya seolah ingin membicarakan sesuatu membuatku menahan dengan baik kedua mata dan telinga agar tetap fokus.
"Baik. Sebagai pasangan rasanya tidak etis kalau tidak mengenalmu. Sebenarnya ini hanya Curriculum Vitae saja. Tidak banyak yang dijelaskan disini termasuk karakter. Kamu boleh bertanya kalau tidak mengerti,"ucapnya menyerahkan beberapa lembar kertas.
Tampak potretnya membuatku tersenyum kecil dari balik kertas. Bibir ku tidak pernah berhenti tersenyum jika melihat wajahnya walau sekilas. Satu persatu informasi disana bahkan sepertinya sudah lebih dulu ku ketahui sebelum dirinya. Bagaimana tidak, jika diriku saja sudah jatuh cinta mana mungkin hanya berdiam diri saja.
"Saya hanya punya Curriculum Vitae yang di pakai untuk pengajuan proposal tidak masalah, Pak?"tanyaku.
"Tidak masalah. Namamu itu agak rumit, dengan nama apa kamu dipanggil?"tanya Wira mengernyitkan kening.
"Apa saja yang menurut Anda nyaman,"ucapku.
Sembari mengeluarkan proposal pengajuan magang, pria itu malah mengernyitkan keningnya seolah tidak setuju dengan argumen yang baru saja ku sampaikan. Apa aku sedang membuat kesalahan fatal saat ini?
"Apa maksudnya itu? Kamu berhak mengatur orang lain memanggilmu,"ucapnya melayangkan protes.
"Kalau begitu panggil saja salah satu dari kata dalam nama lengkap saya. Nilam Aluna Firdaus terlalu panjang untuk disebut. Biasanya saya dipanggil Nilam,"ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana Sandyakala ~ Completed
Roman d'amour"Kecil, cengeng, ribet, berisik, penakut lagi,"ucap seorang pria mendengus sebal. Kira-kira begitulah komentar Prawira tentang istrinya. Bukan tentang romansa untuk menggoda. Sayangnya dia mengatakan dengan logika. Begitu risihnya pria itu dengan is...