Part 17 (A Little Clue)

1.8K 165 0
                                    

Masih ada galau galau nya dikit sih kayak kemarin, tapi part ini sebagai preview part selanjutnya yang tambah membingungkan! Update selanjutnya harus 15 votes atau nanti update lama pake banget! ~ camkan ya pemirsah!

Enjoy guys !

***

"Ayah, ibu," seruku. Ayah dan ibu mulai berbalik dan tersenyum kearahku.

"Aku ingin ikut bersama kalian," sahutku. Tetapi aku tercengang saat melihat jawaban mereka. Mereka berdua menggeleng pelan.

"Ada apa? Kenapa?" Tanyaku cepat.

"Belum saatnya bagimu, nak. Masih banyak pekerjaan yang belum kau selesaikan," jawab ayah dengan lembut.

"Apa kalian tidak mengizinkanku pergi bersama kalian?"

"Kau boleh pergi bersama kami, asal waktu itu sudah datang," gantian ibu yang menjawab pertanyaanku.

"Berhati hatilah dengan keluargamu sendiri, nak,"

"Apa? Kenapa?"

"Kau akan tahu nanti. Tabahkanlah hatimu nak,"

Mataku mulai memanas. Merasakan kembali semua kenangan yang menyeruak dengan cepat.

"Pergilah sekarang," ujar ayah sambil mendorongku dengan kasar hingga aku jatuh terjerembab. Untuk sesaat aku terkejut saat ayah mendorongku.

Setelah mendorongku, seketika Ayah dan ibu mulai menjauh. Dengan sangat cepat sekali seakan ada vacuum cleaner yang menyedot masuk mereka. Meninggalkanku di sebuah tempat yang aneh dan gelap sendirian.

Aku mulai menunduk dan menangis dalam kesunyian.

"Ellen," suara itu. Sangat tidak asing. Familiar. Chan Young.

Aku segera berdiri dan melihat sekitar. Dimana chan young?

"Ellen, bisakah kau mendengarku?" Suara itu kembali terdengar.

"Ahhh.. kau tidak mungkin mendengarnya kan?" Ucapnya lagi dengan suara yang sedih.

"Tidak. Aku disini. Aku mendengarnya. Aku mendengar semuanya," jawabku masih sesenggukan.

"Kau masih ingat saat kita di taman tepat di hari natal?" Ucapnya masih melanjutkan kata katanya.

"Kau bodoh! Saat itu kau benar benar bodoh!"

"Apa kau tidak tahu apa ketakutanku yang paling besar?"

"Kau bodoh!"

"Aku... aku takut kau seperti ini,"

"Tak peduli apapun itu. Asalkan kau tidak seperti ini,"

"Kehilanganmu,"

"Melihatmu pergi dan menangis,"

"Aku takut," dan saat itu juga aku merasakan setetes air jatuh di pipiku. Aku mengusap pipiku, tapi nihil. Tidak ada setitik airpun di pipiku sekarang.

Aku sedikit terkejut. Ini ... apa maksudnya? Dimana aku sekarang? Tetapi sebelum pikiranku meracau kemana mana, suara itu datang kembali.

"Bisakah aku menggantikanmu saat itu?" Ia menghela nafas berat.

"사랑해 ... (I Love You)"

DEG! Tepat saat itu kurasakan hatiku mulai berdebar keras. Gejolak rasa di hatiku mulai membuncah. Aku mulai terpaku tak percaya. Sejenak aku merasa gembira. Sangat senang. Namun, awan mendung datang. Aku ingat sekarang jiwaku masih belum kembali ke ragaku.

Bagaimana? Bagaimana jika aku tidak bisa kembali? Tidak bisa melihat senyum indah itu?

Kenangan itu mulai kembali terputar lagi. Aku menutup mataku. Tepat sekali, seperti film rusak. Apa itu benar?

Sebelum aku menyelesaikan kata kataku, kurasakan sebuah kehangatan di sekitar telapak tanganku. Aku mengangkat tanganku, dan memperhatikannya dengan bingung. Apa yang terjadi sebenarnya?

Tidak ada apapun di tanganku. Dan beberapa menit kemudian, aku memejamkan mataku sejenak. Dapat kurasakan seseorang mulai mendekat. Deru nafas itu, mulai mendekat. Kurasakan sapuan lembut di bibirku. Aku hanya diam terpaku menikmati itu semuanya. Air mataku mulai turun seiring hatiku yang sudah membuncah dengan hebat. Aku berniat membuka mataku kembali. Tapi, kenapa untuk membuka mata ini sangat susah? Sebelumnya tidak seperti ini.

Mataku mulai terbuka perlahan. Cahaya terang langsung menyambutku, menyeruak melewati kelopak mataku. Aku mengerjap beberapa kali. Berusaha menyamakan intensitas cahaya yang masuk dengan mataku. Mataku mulai terfokus kembali. Dia.. benar benar disini.

"Kau sudah bangun?" tanyanya dengan senyuman masih melekat di bibirnya.

"Aku dimana?" ucapku terbata. Aku melihat sekeliling. Ruangan dengan ornamen berwarna putih dan abu abu. Ditambah dengan bau khas yang sangat tak kusukai dunia akhirat. Aku berusaha mendudukkan badanku, tetapi rasa pening itu mulai datang kembali. Tanganku dengan refleks memegang bagian pelipisku yang mulai berdenyut.

"Jangan bergerak. Aku akan memanggilkan dokter," ucapnya dengan tersenyum dan langsung berlari cepat. Gila juga anak itu. Tapi aku tetap saja menurutinya. Berbaring dengan tenang.

Kata kata itu mulai terngiang kembali. Mulai meracau semua isi fikiranku. Senyumanku yang sudah mengembang mulai luntur bergantikan wajah seriusku.

'Berhati hatilah dengan keluargamu sendiri, nak,'

'Berhati hatilah dengan keluargamu sendiri, nak,'

'Berhati hatilah dengan keluargamu sendiri, nak,'

Satu kalimat yang cukup membuatku tertegun dan terhenyak untuk sesaat. Sebenarnya, apa ini sebenarnya? Apa yang ibu maksudkan itu? Apa yang ingin beliau sampaikan? Dan apa yang akan selanjutnya terjadi denganku? Semoga itu bukanlah hal yang buruk.

***

NB : Update selanjutnya harus 15 votes atau bakal lama diupdate. Ini emang baru update yang pendek karena sedikit yang vote. Cuma klik bintang aja kok buat ngehargain yang nulis. Nge klik sih itu gratis. kagak bayar, so plis hargain saya yang sudah bingung mau nulis apa!!! OMAGA plis ngertiin aku juga (maksa- maaf ya) huhu... Cukup segini dulu, karena votenya juga dikit begete! Bye~ maaf kalo yang tersinggung ^^

Spy and SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang