Vote sebelum baca
Enjoy --->
***
Author POVIkatan kain hitam itu terlepas, menampilkan seorang gadis yang masih belia dengan rambut hitam lurus dan mata hijaunya. Setelah kain itu terbuka, mata hijau itu langsung memandang liar ruangan di sekitarnya.
"Dimana aku? Tolong lepaskan aku!" Tanya gadis itu setengah menjerit. Ia terus meronta ronta dan meminta di bebaskan. Tapi sayang, itu hanya akan sia sia tanpa hasil. Ia berhenti meronta setelah melihat bayangan dirinya didepannya. Persis. Dia sama persis dengannya.
"Zhin Li," gumam gadis di depannya dengan air mata berlinangan. Zhin Li tampak terkejut, bahwa gadis itu mengenalinya bahkan mengetahui namanya.
"Si... siapa.. kau?" Tanya zhin li dengan nada bergetar yang kentara di ucapannya. Gadis di depannya hanya kaku, diam tak bicara. Suara tepuk tangan dari arah belakang mampu mengalihkan pandangan mereka.
"Well... well.. well... bisa kita lanjutkan 'urusan' ini terlebih dahulu? Kalian bisa 'reuni' setelah urusan kita selesai, Ms. Ellen," ujar seorang pria dari arah belakang. Dia mendekati Ellen dan mengangkat dagu Ellen tinggi tinggi.
"Kau ingin mati, bukan?" Pria itu memberi jeda di kalimatnya.
"Just look and watch! Keep watching, my niece . And enjoy it," bisik pria itu pada Ellen. Ellen langsung bergidik ngeri dan dia langsung menarik tangannya dari dagu ellen dengan kasar.
"Let's start the movie now!"
***
Ellen berjalan lunglai menuju rumahnya. Dadanya terasa sesak. Kejadian tadi bahkan masih terngiang ngiang di kepalanya. Kepalanya terasa sangat pusing. Apa yang harus dilakukannya? Kata kata itu terus berputar mengelilingi kepala Ellen. Ellen mengacak rambutnya frustasi, tanpa menghiraukan tatapan aneh dari orang orang yang lewat.
"Argh! Sialan!" Umpatnya sambil menendang kaleng botol kosong dengan sekuat tenaga.
"Argh! Siapa yang melempar kaleng disini?!" Ujar seseorang dengan marah. Ellen meringis minta maaf dan merutuki setiap tindakannya. Sial! Sial! Sial!
Ellen berjalan menuju halte dengan tatapan kosong. Dia mendudukkan tubuhnya yang terasa sangat berat ke kursi tunggu berwarna hijau. Kejadian tadi mulai terulang lagi seperti kaset rusak, entah sudah ke berapa kalinya.
Flashback on
"Lets start the movie," ucap paman Ellen. Dan para bodyguard mulai mengerumuni Zhin Li. Salah seorang pria membawa sebilah pisau kecil di tangannya. Ellen terkesiap melihat benda itu, begitu juga dengan Zhin Li. Zhin Li meronta ronta di bebaskan. Suaranya sangat parau, seakan ikut menyiksanya.
"Tolong! To... Argh!" Zhin Li menghentikan aksi pembebasannya dan mulai menjerit melengking diantara kesunyian disana. Pisau yang tadi di tangan pria itu, sekarang sudah berpindah ke kaki jenjang Zhin Li yang terbuka. Rintihan demi rintihan mulai terdengar menggema ke seluruh ruangan, membuat Ellen harus menutup matanya rapat rapat dan berusaha menulikan telinganya. Ia ingin menghentikan tangis itu, tapi ia bahkan tidak mampu untuk melepaskan dirinya sendiri. Ia merasa tak berguna. Apa ia harus mengkhianati keluarganya seperti pria itu -pamannya- atau haruskah ia mengorbankan adiknya sendiri? Adik kembarnya?
Rintihan itu telah berhenti berganti deru nafas berat yang tak teratur. Ellen membuka matanya, menatap kondisi Zhin Li saat ini. Ia bisa melihat dengan jelas darah segar yang mengalir di sekitar lantai porselin putih yang sangat kontras dengan merahnya darah. Ia meringis melihat darah bercecer di sekitarnya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Zhin Li. Ia terlihat sangat pucat pasi dengan keringat dingin keluar dari keningnya. Tanpa ia sadari, air mata turun menuruni pipinya.
"Tolong... lepaskan dia. Kumohon," pinta Ellen memelas.
"Lepaskan?" Tanya paman ellen dengan nada tak percaya.
"Tidak semudah itu. Kau harus mematuhi perintahku dulu sebagai imbalannya," Ellen menatap pamannya dengan pandangan kaget bercampur marah.
"Apa? " tanya Ellen pasrah. Ia akan melakukan apapun agar adiknya bisa bebas.
"Ambil sertifikat perusahaan bibimu itu," ujar pamannya.
"You wish!" Jawab ellen dengan tegas. Pria itu berdecak pelan.
"Pilihan yang salah, nona," suara rintihan kembali terdengar saat pisau kembali mengoyak kulit putih zhin li. Ellen menutup matanya kembali. Sekarang ia mulai ragu atas keputusannya. Apa ia harus melakukannya?
"Bagaimana?" Tanya pamannya dengan seringai masih menetap di wajahnya.
"Baiklah. Aku ... akan melakukannya," jawab ellen dengan pelan. Ia tak tahu harus apa nantinya? Semuanya kelam, hitam, dan suram.
****
Akhirnya udah selesein part ini! Maaf ya, soalnya aku mau belajar, karena pengin banget bisa ikut OSN matem kayak pas SMP. Tapi baru sampe provinsi. Huh lupain sesi curhat gue ya.. vote and comment..Kudus, 1 August 2015
Aarne_1207
KAMU SEDANG MEMBACA
Spy and Secret
Mystery / ThrillerSemua bermula di kota terpencil di Gongju. Kematian ayah dan ibunya membuat dirinya terguncang. Semuanya berubah. Menyeret Ellen memandang nasibnya. Spy. Pekerjaan keluarganya yang tak ia ketahui sebelumnya. Ia memulai karirnya, karena keingintahuan...