28. Ayan (G)

7.1K 1.1K 574
                                    

Alira bertopang dagu sembari duduk di undukan tangga terakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alira bertopang dagu sembari duduk di undukan tangga terakhir. Gadis dengan hot pants dan kaus oversize itu tengah memperhatikan Rayyan yang tengah membersihkan ruang tengah yang kotor dengan pembungkus snack yang berserakan akibat ulahnya.

Alira itu adalah makhluk paling malas. Semuanya ia serahkan pada pembantu. Ia memang paling memperhatikan penampilannya saat di luar agar selalu perfect, namun jika di rumah, beda lagi urusannya.

"Kenapa gak sewa pembantu aja sih? Biar gak ribet, lagian gue bisa minta uang ke Papi buat gaji mereka," ujar Alira.

Rayyan langsung menatapnya, kemudian menelisik seisi rumah mereka. Mewah, namun tidak terlalu besar seperti rumah orang tua mereka.

"Selagi masih bisa kita kerjakan, kenapa harus menyuruh orang?" ujar Rayyan.

"Lah, kan mereka juga nanti di bayar, jadi gak masalah dong." Alira memutar bola matanya jengah. "Kalau gak ada pembantu, lo bakalan capek mulu. Baru pulang langsung beresin rumah."

Sebutlah Alira adalah istri durhaka. Ia tidak bisa apa-apa, semuanya Rayyan dengan senang hati yang akan mengurusnya.

"Mungkin nanti kita bisa mempekerjakan orang. Untuk sekarang, saya rasa, kita lakuin semuanya berdua dulu," ujar Rayyan, kemudian memberikan sapu pada Alira.

"Apaan nih?" tanya Alira bingung.

"Saya rasa hubungan kita perlu pendekatan lebih banyak lagi. Jadi, ayo kita mulai dari hal-hal kecil, seperti beres-beres rumah bersama."

Alira melotot. Dirinya? Beres-beres rumah? Oh, No! Alira ingin protes, namun Rayyan dengan lembut menarik tangannya untuk berdiri.

"Mau menjadi Istri soleha 'kan?"

Alira cemberut mendengarnya.

"Yaudah kalau gitu, kamu duduk lagi aja, biar saya yang kerja," lanjut Rayyan saat melihat raut wajah Alira.

"Aaa iya, iya, kita kerja bareng!" ujar Alira cepat.

"Kalau tidak ikhlas——"

"IKHLAS LAHIR BATIN ISTRI MU INI, MAS AYAN!" pekik Alira dengan mata melotot horor sebelum mulai mendekati tempat kekacauan yang ialah sumbernya.

Rayyan terdiam bak patung. "Panggil saya begitu, Lira," ujar Rayyan.

"Ha? Lo mau gue manggil lo dengan nada ngegas kayak tadi?" tanya Alira jengah.

"Bukan seperti itu. Maksud saya, panggilan kamu yang terakhir."

"Ayan? Gue  emang dari awal manggil lo gitu," sinis Alira.

Rayyan menghela napas panjang. "Sebelum nama Ayan."

"Mas?"

Rayyan mengangguk cepat. Namun respon Alira membuat senyumam Rayyan luntur.

Heyy! Rayyan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang