35

4.6K 428 98
                                    

Satu Minggu berlalu setelah kejadian malam itu. Namun, Alira merasa bersalah karena ia tidak jujur pada Rayyan malam itu jika dia dari rumah Lingga.

Entah apa yang ada di benak Alira. 
Sekarang gadis itu termenung di dapur dengan pandangan kosong. Bahkan gadis itu tidak sadar jika telur yang sedang ia masak sudah gosong.

"Ra ...."

"Lira ...."

"Alira awas!"

Alira terpekik saat api menyala di depannya, matanya terpejam saat ia merasakan dekapan erat yang menyembunyikan tubuhnya di dada bidang itu.

"Awh...." Rayyan meringis pelan, lengannya terasa perih karena tidak sengaja terkena api.

Melihat kondisi yang bahaya, ia langsung membawa Alira menjauh sebelum ia kembali ke dapur untuk memadamkan api yang untungnya belum terlalu besar dan masih bisa ia tangani. Agak lama Rayyan membersihkan kekacauan di dapur, sebelum ia balik lagi ke ruang tengah dengan membawa segelas air.

"Kamu gak papa kan?" Alira masih terlihat shock.

Rayyan semakin khawatir, ia membantu Alira untuk minum air sembari bibirnya bergerak tipis mengucapkan basmalah.

"Udah tenang ya, semuanya baik-baik aja. Maaf, saya hampir telat nolong kamu." Hampir saja Rayyan kembali memaki dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Alira.

"Terima kasih," lirih Alira dengan menatap teduh wajah Rayyan. Gadis itu tanpa kata memeluk Rayyan dengan erat, ia masih terbayang kejadian tadi, hampir saja ia celaka karena kecerobohannya.

"Kamu kenapa masak hm? Kenapa gak bilang sama saya saja?" tanya Rayyan sembari mengusap Surai Alira.

Ia baru selesai joging dan mendapati rumah yang sunyi, ia juga memanggil nama Alira namun tidak ada sautan, hingga hidungnya menangkap bau terbakar. Betapa kagetnya ia  melihat kompor yang menyala dan hampir mengenai Alira jika saja ia lambat.

"Lira, tolong jangan buat diri kamu terluka ... Saya benar-benar khawatir," lirih Rayyan, ia berulangkali mengecup pucuk kepala gadis itu.

Alira bisa merasakan kekhawatiran Rayyan. Pelukan ini terasa seperti malam itu.

Alira memejamkan matanya, ia yang merasa bersalah pada Rayyan karena tidak jujur mengenai Lingga, hingga ia inisiatif untuk membuatkan sarapan untuk Rayyan, namun ia malah tidak fokus karena teringat chat Tante Ria yang mengatakan kalau Lingga ada di rumah sakit karena keadaan cowok itu belum membaik.

Alira kembali di buat khawatir dengan keadaan cowok itu.

"Tadi mau buat sarapan buat lo, cuman ya gitu, malah jadi hancur dapurnya. Emang gue gak punya bakat jadi istri idaman ya? Masak aja gak bisa." Alira mencebikkan bibirnya sembari mendongak menatap Rayyan.

Mereka masih dalam posisi berpelukan dan saling menatap.

"Dengan gak buat saya khawatir aja itu udah cukup," ujar Rayyan. Mata cowok itu bergerak liar menatap wajah imut istrinya.

Dan Alira menyadari itu, ia melihat jakun Rayyan juga yang bergerak naik turun. Gadis itu tersenyum manis.

"Kalau mau cium, cium aja kali," ujar Alira.

Rayyan terkekeh kecil. Ia lupa jika Istrinya ini seorang Alira Katya Mentari.

"Kita pesan makanan aja ya? Atau mau sekalian makan di luar aja?" tanya Rayyan,  seolah mengalihkan pembahasan.

Alira mencebik. Ia menggoyangkan kepalanya dengan mata melotot.

"Gakkk!"

"Emang kamu gak lapar? Ini udah mau jam berapa coba?" Cowok itu menyingkirkan untaian rambut Alira.

Heyy! Rayyan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang