34

2.2K 335 21
                                    

Satuhal yang Alira tak duga, jika ia akan menginjakkan kaki lagi di rumah besar ini. Rumah yang dulu selalu ia datangi untuk mencari tahu keberadaan Lingga, rumah yang ia datangi demi lelaki itu. Namun, setelah hubungan itu selesai, Alira tidak pernah menginjakkan kakinya di sini lagi.

Sekarang ia di sini, membopong Lingga yang lemah. Menatap ragu pintu bercat putih sebelum memencet bel agar di bukakan pintu.

"Iya tunggu sebentar... Siapa ya—— A-Alira? Lingga?" Ria terkejut melihat kehadiran Alira.

"Assalamualaikum Tante, boleh bantu Alira bopong Lingga? Berat soalnya." Alira terkekeh canggung.

"Ya Allah Lingga!" Ria segera membantu memapah Lingga ke dalam rumah dan berbaring di sofa.

"Kamu ketemu dengan Lingga dimana, Nak? Kami udah panik nyariin dia, ini aja Papinya belum pulang karena nyariin dia. Lagi sakit malah keluyuran." Ria menggerutu sembari menatap Lingga, walaupun tatapan matanya sangat lega.

"Di depan Kafe, Tan," ujar Alira. Ia melirik jam tangannya dan bersiap untuk pulang.

"Tante Alira pamit pulang dulu ya, soalnya udah...."

"A-al jangan pergi!"

Alira yang hendak berdiri langsung di tahan oleh Lingga. Mata cowok itu masih terpejam dan masih menggigil, namun pegangan tangannya masih erat.

"Ga...." Alira bingung. Ia buat merasakan telapak tangan Lingga yang dingin.

"Sayang tolong bantu Tante kali ini ya, jangan pergi dulu. Tante mohon...." Ria ikut memegang tangan Alira, menatap gadis yang seharusnya menjadi tunangan putranya itu.

"Kondisi Lingga benar-benar drop. Dia hanya butuh kamu buat sembuh. Tante mohon... Apa perlu Tante memohon dengan sujud di kaki kamu?"

Alira diam sejenak, ia tidak bisa membiarkan Ria memohon seperti itu kepadanya. Apalagi selama ini Ria sudah menjadi Ibu keduanya selama berhubungan dengan Lingga.

"Jangan gitu Tante, Alira bakalan di sini dan ... Jagain Lingga," putus Alira yang langsung di peluk oleh Ria.

"Terima kasih Sayang, terima kasih."

Alira tidak bisa berfikir jernih sekarang. Perasaannya menjadi tak karuan melihat Lingga sekarang. Ia menatap wajah pucat Lingga yang berbaring di atas pahanya.

Iya benar, cowok itu tadi di bantu makan dan minum obat, kemudian meminta berbaring kembali dengan menarik Alira untuk menyanggah kepalanya.

"Jangan tinggalin aku Al, tolong jangan ..." Lingga terus mengigau, keningnya berkerut dan bergerak gelisah.

"Gue di sini Ga," lirih Alira. Ia mengusap kening Lingga hingga cowok itu mulai tenang.

Ada rasa sesak menyerang dadanya. Selama ini ia terbiasa dengan Lingga yang dingin dan brengsek. Baru kali ini ia melihat Lingga dalam keadaan sakit.

"Aku nyesel, maaf udah buat kamu nangis." Cowok itu masih mengigau dengan lirih. Alira semakin mengusap keningnya dengan lembut sampai Lingga berbalik, memeluk perut cewek itu dengan erat.

Alira terdiam kaku. Perutnya terasa tertekan. Gadis itu mengerjap berkali-kali. Dan ... Debaran itu kembali lagi.

Kembali menyerang perasaannya.

Alira semakin terdiam. Kesalahan Lingga sangat fatal. Dan ... Kenapa dia tidak menjauh dan mendorong Lingga sekarang? Mengapa ia hanya diam dan membiarkan Lingga memeluknya?

"Rasa benci gue lagi-lagi tersingkir dengan rasa cinta gue," lirih Alira.

Dan Alira sadar, masa lalu selalu menjadi pemenangnya. Alira terlalu terpaku pada perasaannya yang sekarang sampai ia lupa pada seseorang.

Heyy! Rayyan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang