07. The Morning After

3K 198 28
                                    

Ohm tidak main-main ketika dia bilang bersedia membayar 140 ribu baht demi bisa bersama Nanon selama satu malam. Berbeda dengan malam pertama panas mereka di awal, pada pertemuan kedua mereka hanya mencapai kenikmatan satu kali. Selebihnya hanya kecupan-kecupan ringan dan pelukan hangat sampai pagi.

Ohm menggeliat ketika matanya baru terbuka pagi ini. Cuaca yang belakangan sering hujan, membuatnya semakin ingin bermalas-malasan. Terlebih jika itu dilakukan di tempat tidur sambil memeluk Nanon. Semakin tak ingin beranjak dari kasur.

"Mmmhhh..." Ohm meregangkan otot-otot tubuh kekarnya. Ia merasa lebih rileks usai bercinta tadi malam. Lengannya mengeratkan pelukan yang terasa empuk bak tak bertulang. Sebentar, ke mana perginya tulang-tulang Nanon?

Ohm membuka matanya. Bukan Nanon yang berada di pelukannya melainkan sebatang guling empuk milik kamar Hotel. Di mana Nanon? Ohm berjingkat duduk dan membiarkan pandangannya menyapu sekeliling ruangan.

Nanon tak ada.

Berjalan malas dengan masih bertelanjang bulat, Ohm menyambar celana boxer hitam untuk dikenakan sebelum melangkah ke arah balkon.

Itu dia Nanon di sana, sedang mendekap secangkir kopi dengan kedua telapak tangannya yang menggantung di atas pagar balkon. Ohm membuang napas lega, tersenyum simpul lalu mendekat. Direngkuhnya tubuh Nanon dari belakang dan mendekapnya ke dalam pelukan yang cukup erat.

"Kamu sudah bangun." Nanon membiarkan Ohm mengendus pundak dan ceruk lehernya.

"Um. Kenapa kamu tinggalkan aku sendirian di tempat tidur?"

"Aku tidak ke mana-mana." Nanon berbalik dan membuat Ohm sedikit cemberut karena mau tak mau melepas pelukan, secangkir kopi menjadi batas di antara mereka berdua. "Kopi?"

Ohm menggeleng dan berusaha merebut cangkir kopi dari tangan Nanon. "Bisakah kita menyingkirkan ini? Dia mulai menggangguku. Menghalangiku untuk memelukmu."

"Waktumu sudah habis."

"Tidak. Waktuku lebih panjang dari yang bisa kamu pikirkan. 280 ribu atau 560 ribu berikutnya, aku masih akan bersedia untuk membayar."

Nanon tersenyum, belum juga rela melepaskan secangkir kopi dari tangannya. "Apa yang membuatmu berpikir aku masih menginginkanmu?"

"Memangnya kamu tidak menginginkanku?"

Nanon memutus kontak mata serta semua sentuhan dari jemari tangan Ohm. Ia berjalan meninggalkan area balkon. Tentu saja Ohm membuntutinya.

Di dalam kamar, Nanon meletakkan cangkir kopi di atas meja kecil di samping televisi. Ada termos water heater dan satu cangkir bersih yang belum dipakai bersama deretan kopi, teh, dan gula sachet di sana.

"Hei. Apakah kamu serius tidak menginginkanku?" Ohm bicara dari sebelah Nanon yang sedang berjalan tanpa memperhatikan, hingga dihadangnya tubuh Nanon tepat di ambang pintu kamar mandi. "Lihat aku. Jawab aku."

"Menurutmu aku tidak tahu caranya meninggalkan pelanggan dan keluar melewati pintu kamar?"

"Hmmh?" Ohm tidak mengerti.

"Aku bisa melakukannya dengan mudah saat kamu masih tidur. Jika aku mau." Ada sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya. Membuat Ohm tersenyum kegirangan dan memeluk Nanon sekali lagi dari depan.

"Itu tandanya kamu menginginkanku, kan? Aku juga sangat menginginkanmu. Sepanjang hari. Sampai berhari-hari. Setiap hari." Ohm mengendus aroma belum mandi Nanon yang masih terasa segar di penciuman. "Kamu sangat harum. Aku menyukai wangimu."

Bibir nakal Ohm merambat berbisik di telinga, lalu mengecup pipi Nanon dengan lembut. Berpindah ke pucuk hidung besarnya, lalu pipi sebelahnya, lalu dagu ovalnya, dan berakhir pada bibirnya yang berbentuk hati.

SUPERMODEL (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang