⭐Bantu vote nya teman-teman ^^
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿ
•
•
•
°°°BELUM SEMPAT MELEPAS PENAT°°°
•
•
•
📜ꦿ📜ꦿ📜ꦿKetiga murid SMA itu berjejer di tengah lapangan, di bawah sinar matahari super terik yang menambah kesan kilat di kepala pak botak. Pria paruh baya itu berjalan bolak balik sambil berceloteh dengan mata yang menatap tajam kearah mereka satu-persatu.
"Kebun di belakang sekolah masih bertuan! Kalau mau makan nangka apa susahnya minta dulu?! Sudah SMA kok tidak tau sopan santun, mungkin bagi kalian ini sepele, tapi mengambil milik orang tanpa ijin itu mencuri namanya!" Pak botak sengaja menyuruh ketiga siswa nakal ini untuk terus menatapnya apapun yang terjadi, kalau ada yang mengalihkan pandangan, kupingnya harus di cubit.
"Maaf pak..." Seru mereka serempak. Untung saja lapangan sedang tak begitu ramai.
"Sudah tau salah kalian di mana?"
"Iya paak."
"Janji tidak akan mengulangi?"
"Iya paak."
Pria itu kini berhenti, "sekarang, karna kalian sudah mengakui kesalahan kalian, maka bapak beri hukuman bersihin taman! Jangan lupa tanamannya di siram!" finalnya.
Ketiga siswa itu memang selalu kompak, bahkan menghela kesal saja bersama-sama, seperti sejiwa. Hanya saja meskipun selalu bersama mereka tetaplah berbeda, sifatnya juga sama-sama berbeda.
Ada sebuah klub abal-abal berkedok pecinta kebersihan sekolah yang suka banget ngeliatin mukanya pak botak. Berisikan siswa 12 IPA 2 yang paling sering kena high note Bu Wati kalau berdebat soal matematika di kelas. Anggotanya ada tiga, Jenggala Andrapadu dengan otak cemerlangnya, Kehes Ijagdirsa bersama pesonanya yang berbahaya, dan Sadewa Juniarta si kaya raya.
Kenapa di sebut suka ngeliatin mukanya pak botak? ya karna seperti tadi. Pak botak akan selalu memberi hukuman dengan menatap wajahnya terlebih dahulu, dan mereka adalah siswa-siswa yang paling sering kena hukuman pria itu.
Dan kenapa harus klub pecinta kebersihan sekolah? Karna mereka selalu dapat masalah lalu di hukum membersihkan apa saja. Entah itu toilet, taman, lapangan, parkiran, perpustakaan, dan lainnya.
"Sinis banget ngab." Dewa menatap ngeri ke arah Jenggala yang entah hanya firasatnya atau apa, namun kali ini pemuda itu nampak lebih mengintimidasi.
Jenggala menghela lelah, "ini semua gara-gara kalian yang ngotot taruhan ngambil nangka belakang sekolah, liat jadinya kayak gimana?!"
"Yee, ini juga salah lo kelamaan ngambil nangkanya," Kahes bersuara.
Jadilah Gala menatap pemuda itu seolah ingin menggamparnya, "gua lama karna Lo megang tangganya nggak becus ya, Hes. Lo megang tangga sambil nari Jaipong apa gimana goyang-goyang gitu?"
"Lo mau gua jatoh terus patah tulang?! Lo pikir gua punya duit buat biaya pengobatan?!" Gala sudah berfikir sejauh itu.
"Ya gua nggak fokus megangin tangganya karna Dewa ngajak ngobrol mulu!" Kini Kahes menunjuk Dewa yang tadinya hanya menonton sambil kedip-kedip.
Pemuda bongsor itu langsung mengelak sambil geleng-geleng, "mana ada! Orang lo doang yang bacot kagak berhenti, padahal gua mah nggak dengerin."
"Lah emang iya?" Kahes jadi bingung sendiri.
Mari kembali ke beberapa menit yang lalu.
Dua siswa tengah bersorak setelah bermain tebak kata dan Gala yang paling banyak salahnya. Mereka taruhan siapa yang kalah di suruh ambilin nangka di kebun belakang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament of Lavender Petals
Ficção GeralJudul sebelumnya → Seperti Halnya Hortensia Ganti judul ke → Lament of Lavender Petals Untuk luka masa lalu yang entah kapan akan sembuhnya. Juga kalimat-kalimat pahit yang sialnya harus dia telan meski sudah lelah dijejali itu semua. Dirinya pun...